Di tengah embargo, ekspor minyak mentah Rusia justru meningkat.
Oleh
LARASWATI ARIADNE ANWAR
·3 menit baca
MOSKWA, JUMAT – Di tengah sanksi ekonomi dari negara-negara Barat dan sekutunya, penjualan minyak Rusia justru naik dibandingkan dengan sebelum invasi ke Ukraina yang terjadi pada bulan Februari 2022. Walaupun begitu, dari segi harga, keuntungan yang diperoleh Rusia berkurang karena mereka harus menjual minyak dengan harga diskon.
Perhitungan tersebut diperoleh dari analisis antara lain Badan Energi Internasional (IEA) dan firma pemantau ekspor-impor komoditas global Kpler yang dikeluarkan pada hari Jumat (14/4/2023). Sebagai gambaran, ekspor minyak mentah Rusia pada tahun 2022 adalah 3,35 juta barel per hari. Pada triwulan pertama tahun 2023, jumlah ekspornya saja sudah mencapai 3,5 juta per hari.
“India membeli 51 persen minyak mentah Rusia dan China membeli 36 persen. Sisanya dibeli oleh Turki dan Bulgaria,” kata Matt Smith, pakar perminyakan Kpler kepada surat kabar Inggris, The Independent.
Smith menjelaskan, perhitungan ekspor ini baru sebatas minyak mentah yang dikirim melalui jalur laut. Belum termasuk minyak mentah yang dialirkan langsung melalui pipa dari Rusia ke China. Sebelum invasi Rusia ke Ukraina, duapertiga pembeli minyak adalah negara-negara Eropa. Adanya embargo ekonomi atas Rusia ini membuat Eropa mencari sumber-sumber energi baru.
China dan India sebagai sahabat dekat Rusia mengambil alih pangsa pasar minyak. China, meskipun tidak mengecam serangan Rusia ke Ukraina dan meminta penyegeraan gencatan senjata tetap membeli dari Moskwa. Adapun India sama sekali tidak mengeluarkan pernyataan soal invasi. Mereka beralasan bahwa kebutuhan energi nasional lebih penting sehingga membeli minyak dari Rusia adalah solusi yang menguntungkan bagi kedua belah pihak.
“Patut dipahami bahwa meskipun penjualan meningkat, omzet dan laba yang diterima Rusia berkurang,” tutur Smith.
Hal ini karena Rusia menjual minyak dengan harga diskon. Kpler mencatat, omzet Rusia per Maret 2023 adalah 12,7 miliar dollar Amerika Serikat. Jumlah ini 43 persen lebih rendah dibandingkan dengan periode yang sama di tahun 2022.
Pada Desember 2022, tujuh negara terkaya di dunia (G7) dan Australia setuju untuk memberi batas harga minyak Rusia. Harga paling mahal adalah 60 dollar AS per barel turun jauh dibandingkan harga awal 90 dollar AS per barel. Apabila Rusia menjual di atas 60 dollar, mereka dilarang menggunakan jalur laut maupun kapal-kapal yang terdaftar di bawah negara-negara Eropa.
Akibat keputusan itu, Organisasi Negara-negara Penghasil Minyak dan Rusia (OPEC+) mengambil langkah pembalasan. Mereka sepakat mengurangi produksi minyak masing-masing dari 1 juta barel per hari menjadi setengahnya. Bahkan, Rusia hanya memproduksi 290.000 barel per hari.
Media ekonomi Bloomberg memperkirakan bahwa pada triwulan keempat tahun 2023 dunia akan mengalami defisit minyak mentah, hingga 2 juta barel per hari. Padahal, harga minyak sudah naik 20 persen di awal Maret 2023. Jika harga terus naik, komoditas lain juga terus naik dan inflasi global tidak akan selesai.
Sementara itu, untuk minyak olahan juga dikenakan sanksi oleh G7. Harga per barel bensin maupun solar dibatasi maksimal 100 dollar AS. Media khusus industri minyak, Oilprice.com, mencatat bahwa Afrika dan Amerika Selatan menjadi pembeli terbesar bensin dan solar dari Rusia.
Triwulan pertama 2023, ekspor bensin Rusia 1,9 juta ton. Pada tahun 2022, ekspornya adalah 1,3 juta ton. Perkiraannya, di tahun ini akan meningkat menjadi 2,2 juta ton atau hampir dua kali lipat dibandingkan dengan tahun 2022. Pengiriman dilakukan Rusia melalui pelabuhan-pelabuhan di Afrika Utara.
Firma pengawas pergerakan kapal tangker, Gibson Shipbrokers, yang bermarkas di Inggris mengeluarkan analisis bahwa walaupun ekspor Rusia meningkat, metodenya tidak efisien. “Rusia harus mencari pasar-pasar baru yang lebih jauh. Rute yang diambil ada yang harus memutar sehingga biaya operasional tidak efisien,” kata laporan tersebut. (Reuters)