Korut Tembakkan Kemungkinan Rudal Balistik Tipe Baru, Jepang Sempat Panik
Rudal-rudal balistik antarbenua berbahan bakar padat lebih mudah disimpan dan diangkut, lebih stabil dan lebih cepat disiapkan untuk diluncurkan, serta lebih sulit dideteksi untuk dihancurkan sebelum mengenai sasaran.

Sebuah layar televisi di Stasiun Seoul, Korea Selatan, Kamis (13/4/2023), menayangkan video yang memperlihatkan rudal balistik Korea Utara tengah meluncur ke udara. Peluncuran itu mengakibatkan Pemerintah Jepang mengeluarkan perintah evakuasi bagi warga yang tinggal di wilayah utara Pulau Hokkaido.
TOKYO, KAMIS — Korea Utara kembali menembakkan rudal balistik ke arah perairan antara Semenanjung Korea dan Jepang, Kamis (13/4/2023). Pimpinan Staf Bersama Korea Selatan memperkirakan rudal yang ditembakkan itu adalah rudal balistik tipe baru. Rudal ini kemungkinan telah menggunakan bahan bakar padat yang canggih.
”Korea Utara kelihatannya telah menembakkan tipe baru rudal balistik. Kemungkinan menggunakan bahan bakar padat,” kata Pimpinan Staf Bersama Korsel kepada kantor berita AFP.
Keseluruhan rudal balistik antabenua (ICBM) milik Korut yang selama ini diketahui adalah rudal-rudal berbahan cair. ICBM berbahan bakar padat dapat diluncurkan dari darat atau kapal selam. Rudal-rudal tipe ini lebih mudah disimpan dan diangkut, lebih stabil dan lebih cepat disiapkan untuk diluncurkan, serta lebih sulit dideteksi dan dihancurkan sebelum mengenai sasaran.
Menurut analis senior pertahanan pada RAND Corporation, AS, Bruce Bennett, Korut sebelumnya pernah menguji rudal-rudal jarak pendek berbahan bakar padat. Namun, mereka belum pernah menguji rudal-rudal berbahan bakar padat jarak pendek.
Dalam parade militer di Pyongyang, Februari 2023, Korut memamerkan berbagai rudal nuklir dan rudal balistik antarbenua, termasuk kemungkinan ICBM berbahan bakar padat, seperti yang disebut-sebut oleh pengamat.
Terkait peluncuran rudal, Kamis, militer Korsel menyebut mendeteksi bahwa sebuah rudal balistik jarak menengah atau jauh ditembakkan dari wilayah Pyongyang, Korut, pada pukul 07.23 waktu setempat atau pukul 05.23 WIB.
Rudal tersebut ditembakkan dengan lintasan tinggi—artinya, ditembakkan vertikal ke atas—yang bisa diartikan untuk menghindari terbang terlalu jauh melintasi negara tetangga. Rudal itu terbang 1.000 kilometer sebelum mendarat di Laut Timur atau yang—menurut Jepang—dikenal sebagai Laut Jepang.

Petugas mengumpulkan informasi menyusulnya alarm kewaspadaan yang dikeluarkan oleh sistem peringatan darurat Jepang di Sapporo, Prefektur Hokkaido, Jepang, Kamis (13/4/2023).
Komando Staf Gabungan Amerika Serikat dan Korea Selatan dalam pernyataan sesaat setelah rudal itu jatuh ke laut menyebut mereka terus memantau dan menganalisis setiap kejadian. Mereka juga menambahkan akan mempertahankan kesiapan maksimal.
Baca juga: Frekuensi Uji Coba Rudal Korut Bergantung pada Latihan Bersama Korsel-AS
Insiden peluncuran rudal Korut itu membuat Pemerintah Jepang mengeluarkan instruksi agar warga yang tinggal di wilayah utara Hokkaido segera mencari tempat berlindung. Peringatan ini tidak lama kemudian dicabut setelah Tokyo memastikan rudal Korut itu tak jatuh di sekitar Pulau Hokkaido.
Kepanikan di Jepang
Seorang pelajar kepada radio Jepang, NHK, menuturkan bahwa peringatan tersebut memantik bunyi alarm di sebuah stasiun setempat. ”Beberapa saat terjadi kepanikan di dalam kereta, tetapi petugas stasiun lalu meminta semuanya untuk tetap tenang dan barulah orang-orang mulai tenang,” ujar pelajar yang tak disebutkan namanya itu.
Seperti dikutip kantor berita Kyodo, Menteri Pertahanan Jepang Yasukazu Hamada kepada wartawan mengatakan bahwa lokasi jatuhnya rudal tidak berada di dalam wilayah atau zona ekonomi eksklusif Jepang. Pasukan Penjaga Pantai Jepang menyebut bahwa rudal jatuh di laut sebelah timur Korut.
Meski mengeluarkan instruksi untuk mencari tempat perlindungan bagi warga di utara Hokkaido, Pemerintah Jepang menyebut hal itu tidak menimbulkan ancaman bagi warga sehingga kemudian mencabut peringatan. Belakangan Tokyo menyebut bahwa sistem peringatan darurat telah membuat prediksi yang salah bahwa rudal akan jatuh di dekat pulau itu.

Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida (kanan) berbicara kepada awak media di kantor perdana menteri di Tokyo, Kamis (13/4/2023), setelah Korea Utara meluncurkan rudal balistik menuju perairan antara Semenanjung Korea dan Jepang.
Belum jelas, mengapa Jepang mengeluarkan peringatan bagi warga untuk mencari tempat perlindungan mengingat rudal Korut itu tidak jauh di dekat Pulau Hokkaido. Namun, dari peristiwa yang terjadi, muncul perkiraan Jepang mewaspadai ancaman-ancaman rudal Korut yang terus berkembang.
Pada Oktober lalu, otoritas Jepang juga mengeluarkan perintah evakuasi bagi warganya saat rudal Korut jarak menengah terbang di atas wilayah Jepang. Saat itu, Korut terlihat ingin pamer bahwa rudal-rudalnya bisa mencapai Guam, teritorial AS di Pasifik. Tokyo memperingatkan warganya di wilayah timur laut kala itu agar berlindung di tempat-tempat perlindungan serta menghentikan operasi kereta api.
Korut telah menembakkan sekitar 100 rudal tahun ini dan tahun 2022. Banyak dari rudal-rudal itu merupakan senjata yang bisa membawa hulu ledak nuklir. Amerika Serikat, Korsel, dan Jepang berada dalam jangkauan rudal-rudal nuklir tersebut.
Jelang pertemuan G7
Penembakan rudal itu sendiri terjadi jelang pertemuan menteri lingkungan hidup dan iklim negara-negara anggota Kelompok Tujuh (G7) yang akan berlangsung di Sapporo, ibu kota Hokkaido, akhir pekan ini. Menurut rencana, bulan depan, kota HIroshima akan menjadi tuan rumah Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G7.
Peluncuran rudal oleh Pyongyang kali ini tidak disertai dengan alasan, seperti yang dilakukan pada peluncuran-peluncuran sebelumnya. Peluncuran kali ini adalah yang kedua kali sejak mereka meluncurkan rudal balistik (ICBM) Hwasong-17 pada pertengahan Maret lalu dan penembakan dua rudal balistik jarak pendek pada 27 Maret.

Foto gabungan yang dikeluarkan Pemerintah Korea Utara ini memperlihatkan klaim Pyongyang bahwa mereka telah berhasil melakukan uji coba pesawat nirawak (drone)bawah air, 4-7 April 2023. Drone ini diklaim bisa membawa hulu ledak nuklir dan mengakibatkan tsunami radioaktif.
Namun, peluncuran pada hari ini adalah dilakukan menyusul uji coba pesawat nirawak (drone) bawah air yang diduga memiliki kemampuan membawa hulu ledak nuklir, yang diberi nama Heil (tsunami). Militer Pyongyang mengklaim bahwa drone bawah air ini mampu melepaskan tsunami radioaktif yang telah meningkatkan ketegangan di kawasan itu.
Baca juga: AS-Korsel Latihan Militer, Korut Tembakkan Dua Rudal Balistik
Dikutip kantor berita Yonhap, Komando Staf Gabungan menyatakan bahwa peluncuran tersebut sebagai sebuah tindakan yang provokatif. Tindakan itu dinilai merusak perdamaian dan stabilitas di Semenanjung Korea.
”Peluncuran rudal balistik Korea Utara adalah tindakan provokatif serius yang tidak hanya merusak perdamaian dan stabilitas di Semenanjung Korea, tetapi juga di komunitas internasional dan pelanggaran yang jelas terhadap resolusi Dewan Keamanan PBB,” kata Komando Staf Gabungan dalam pernyataannya. Mereka juga mendesak Pyongyang untuk menghentikan tindakan-tindakan provokatif seperti itu.
Peluncuran kali ini terjadi di tengah spekulasi bahwa Pyongyang tengah bersiap untuk meluncurkan roket sebagai bagian dari upaya penempatan satelit militer pertama mereka ke orbit. Peluncuran satelit itu direncanakan akan berlangsung pada bulan ini.
Tekanan atas Korsel
Berbagai manuver yang dilakukan oleh Pyongyang terhadap Pemerintah Korsel dalam beberapa waktu terakhir dilihat sebagai cara Pemimpin Korut Kim Jong Un untuk menekan ”musuhnya” itu. Apalagi sejak awal tahun, Kim telah memerintahkan militernya untuk mengintensifkan latihan sebagai persiapan bagi perang yang sebenarnya.
Awal pekan ini, beberapa hari sebelum peluncuran, Kim juga menghadiri pertemuan dengan Komisi Militer Pusat untuk membahas cara mereka berhadapan dengan kehadiran militer AS yang semakin intensif di kawasan. Kantor berita Korut, KCNA, menyebut Kim mengeluarkan perintah agar kemampuan mereka untuk mencegah serangan dari komando gabungan AS-Korsel terus diperkuat, salah satunya adalah dengan peningkatan kecepatan serta serangan yang lebih praktif dan memiliki efek rusak yang lebih besar.

Sebuah foto yang dikeluarkan Kementerian Pertahanan Korea Selatan memperlihatkan pesawat pengebom B-52 milik Angkatan Udara Amerika Serikat bersama sejumlah jet tempur F-22 dan pesawat logistik pengangkut C-17 melintas di atas Semenanjung Korea pada latihan militer udara bersama, 20 Desember 2022.
Tindakan-tindakan yang dilakukan oleh Pyongyang dibalas dengan peningkatan kerja sama militer dan pertahanan AS-Korsel. Militer kedua negara juga makin sering melakukan latihan bersama, termasuk menghadirkan pesawat pengebom serta kapal induknya di kawasan. Dalam pandangan Pyongyang, latihan bersama itu dinilai sebagai latihan untuk invasi, bahkan sebagai simulasi perang habis-habisan menghadapi Pyongyang.
Baca juga: Korut Intensifkan Latihan Hadapi ”Perang Sungguhan”
Ahli studi militer Universitas Sangji, Profesor Choi Gi-il, menyebut bahwa uji coba terbaru itu adalah sikap reaktif Pyongyang terhadap bentuk kerja sama pertahanan AS-Korsel.
Adapun Leif-Eric Easley, profesor di Universitas Ewha, Seoul, menyebut berbagai tindakan terbaru Pyongyang adalah episode protes lanjutan Pyongyang terhadap AS dan Korsel. Menurut dia, hal itu belum akan selesai dalam waktu dekat. ”Kim Jong Un belum selesai menunjukkan kemampuan pengiriman nuklirnya,” kata Easley.
Risiko eskalasi dinilainya akan terus meningkat, terutama setelah Korut memutuskan saluran komunikasi dengan Seoul. Menurut Kementerian Unifikasi Korsel, Pyongyang diketahui belum menjawab panggilan dua kali sehari yang dilakukan melalui sambungan (hotline) militer dan saluran penghubung antar-Korea sejak Jumat pekan lalu. (AP/AFP/REUTERS/SAM)