Sebuah bocoran dokumen dari Pentagon mengungkap cerita Amerika Serikat yang memata-matai pejabat tinggi Korea Selatan. Sebelumnya, AS dikabarkan juga pernah melakukan hal serupa ke negara-negara sekutu lainnya.
Oleh
FX LAKSANA AGUNG SAPUTRA
·4 menit baca
SEOUL, SENIN - Operasi intelijen Amerika Serikat diduga menyadap pembicaraan di antara para pejabat Pemerintah Korea Selatan. Dugaan ini muncul setelah bocoran dokumen rahasia militer AS viral di media sosial baru-baru ini.
Beberapa dokumen rahasia militer AS baru-baru ini dibocorkan dengan cara diunggah di media sosial. Sebagian besar informasi berkaitan dengan perang Ukraina. Reuters belum dapat memverifikasi keaslian dokumen tersebut.
Sebanyak tiga pejabat AS kepada Reuters pada Jumat (7/4/2023) menyatakan, mereka menduga Rusia atau kelompok pro-Rusia di balik kebocoran itu. Departemen Kehakiman AS menyatakan sedang menyelidiki soal kebocoran itu.
Dokumen itu, antara lain, mengungkap operasi intelijen AS yang secara diam-diam menguping pembicaraan di antara pejabat Korsel. Insiden itu, mengutip kantor berita Korsel, Yonhap, terjadi pada awal Maret 2023.
Adapun pembicaraan yang disadap berkaitan dengan bantuan senjata ke Ukraina. Salah satu dokumen yang diperoleh Reuters menunjukkan rincian tentang diskusi internal di antara pejabat tinggi Korsel tentang tekanan AS kepada Seoul untuk membantu memasok senjata ke Ukraina.
Terkait dengan informasi penyadapan pembicaraan di antara pejabat Korsel itu, Pemerintah Korsel akan mencari langkah-langkah yang tepat. Untuk itu, Seoul akan menunggu verifikasi atas bocoran informasi itu.
”Setelah kedua negara selesai mendudukkan perkaranya, kami berencana meminta langkah-langkah yang tepat dari AS jika hal itu diperlukan. Proses itu akan berlangsung atas dasar hubungan kepercayaan yang terbentuk di antara dua negara sekutu” kata pejabat Kantor Kepresidenan Korsel kepada wartawan, Senin (10/4/2023), dikutip dari Yonhap.
Dokumen tersebut, yang tampaknya tidak memiliki tanggal, menyebutkan, Korsel telah setuju menjual peluru artileri guna membantu AS mengisi kembali persediaannya. Syaratnya, ”pengguna akhir” haruslah militer AS. Namun secara internal, pejabat tinggi Korsel khawatir AS akan mengalihkan bantuan itu ke Ukraina.
Informasi dalam bocoran dokumen itu sebagian didasarkan pada operasi intelijen. Ini menunjukkan bahwa AS telah memata-matai Korsel, salah satu sekutu terpentingnya.
Berbicara kepada wartawan, pejabat Kantor Kepresidenan Korsel menolak menjawab pertanyaan tentang mata-mata AS atau mengonfirmasi rincian dari dokumen yang bocor. Ditanya apakah Korsel berencana mengajukan protes atau menuntut penjelasan dari AS, pejabat yang menolak disebutkan namanya itu mengatakan, pemerintah akan meninjau preseden dan kasus yang melibatkan negara lain.
Korsel telah menandatangani kesepakatan besar untuk menyediakan ratusan tank, pesawat, dan senjata lainnya kepada anggota Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO), Polandia. Namun, Presiden Korsel Yoon Suk Yeol mengatakan, undang-undang Korsel yang melarang pasokan senjata ke negara-negara yang terlibat konflik mempersulit pengiriman senjata ke Ukraina. Pejabat Korsel menyatakan tidak ada perubahan pada kebijakan itu.
Kembali mengutip Yonhap, pejabat Kantor Kepresidenan Korsel menyatakan, sebagian besar informasi dalam bocoran dokumen Pentagon itu berkaitan dengan perang Ukraina. ”Jika ada pihak yang berusaha membesar-besarkan insiden ini menjelang pertemuan puncak Korsel-AS atau mendistorsinya untuk mengganggu aliansi, mereka akan menghadapi penolakan dari banyak orang,” katanya merujuk pada rencana pertemuan antara Presiden Korsel Yoon Suk Yeol dan Presiden AS Joe Biden pada 26 April 2023.
Pejabat itu juga membantah tuduhan dari oposisi utama, Partai Demokrat, bahwa dugaan penyadapan disebabkan oleh relokasi kantor kepresidenan yang tergesa-gesa oleh pemerintahan Yoon. ”Dalam hal pengamanan di gedung kantor kepresidenan, kami mempersiapkan dengan sempurna selama proses relokasi. Dan, meskipun saya tidak dapat membocorkan detailnya, kami tetap melakukan pemeriksaan rutin di area yang Anda khawatirkan, dan belum ada masalah hingga saat ini,” ujarnya.
Dugaan intelijen AS memata-matai negara sekutu dekatnya bukan kali ini saja terjadi. Pada 2015, misalnya, investigasi oleh Dinas Intelijen Pertahanan Denmark menemukan bahwa Agen Keamanan Nasional AS atau National Security Agency (NSA) memanfaatkan kemitraan dengan unit intelijen luar negeri Denmark memata-matai para pejabat tinggi di Swedia, Norwegia, Perancis, dan Jerman.
Salah satu targetnya adalah Angela Merkel yang saat itu menjabat sebagai kanselir Jerman. Beberapa tokoh oposisi juga jadi sasarannya. Investigasi tersebut mencakup periode 2012-2014.
NSA waktu itu menolak berkomentar tentang hasil investigasi ini. Demikian juga dengan juru bicara Dinas Intelijen Pertahanan Denmark.
Denmark, negara sekutu dekat AS, menampung beberapa stasiun pendaratan utama untuk kabel internet bawah laut ke dan dari Swedia, Norwegia, Jerman, Belanda, dan Inggris.(REUTERS/LAS)