Harga Minyak Melonjak, Pengendalian Inflasi Semakin Rumit
Sudah tiga kali OPEC+ memangkas drastis pasokan ke pasar hanya dalam setahun terakhir. Upaya bank sentral memangkas inflasi bisa terhambat gara-gara harga minyak naik.
Oleh
KRIS MADA
·4 menit baca
RIYADH, SENIN — Harga minyak global naik 8 persen pada Senin (3/4/2023). Kenaikan terjadi setelah Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak dan mitranya mengumumkan pemangkasan produksi hingga 1,65 juta barel per hari. Kenaikan itu akan semakin menyulitkan pengendalian inflasi global.
Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak dan mitranya, dikenal sebagai OPEC+, mengumumkan pemangkasan pada Minggu (2/4/2023). Arab Saudi dan Rusia mengurangi produksi masing-masing 500.000 barel per hari. Irak, Uni Emirat Arab, dan Kuwait memangkas masing-masing 211.000 barel, 144.000 barel, dan 128.000 barel per hari. Sementara Kazakhstan, Aljazair, dan Oman mengurangi masing-masing 78.000 barel, 48.000 barel, dan 40.000 barel per hari.
Riyadh mengumumkan, pemangkasan akan berlaku mulai akhir Mei 2023. Pemangkasan itu merupakan antisipasi untuk menstabilkan pasar. ”Keputusan ini akan membalikkan upaya bank-bank sentral mengendalikan inflasi,” kata analis pada CMC Market, Tina Teng.
Keputusan Riyadh dan mitranya jelas akan memicu kenaikan harga minyak dan aneka komoditas lain. ”Pemangkasan mendadak hari ini selaras dengan doktrin OPEC untuk bertindak. Sebab, mereka bisa melakukannya tanpa harus takut kehilangan pangsa pasar,” kata analis Goldman Sach, Daan Struyven, kepada Bloomberg.
Bank investasi juga merevisi potensi harga rata-rata minyak mentah Brent 2023-2024. Dari 95 dollar AS per barel, Brent bisa menyentuh 100 dollar AS per barel. ”Pemangkasan ini mencerminkan pertimbangan ekonomi dan politik sekaligus,” kata Struvyen.
RBC Capital Market menyebut, keputusan sulit tidak dipandang sebagai reaksi Arab Saudi atas keputusan Federal Reserve (The Fed). Bank Sentral AS itu terus mengetatkan pasokan likuiditas ke pasar sekaligus tidak membuat keputusan yang menenangkan. Harga minyak Maret 2023 mencapai titik terendah sejak Desember 2021. Pasar resah dengan ketidakpastian keputusan bank sentral, termasuk The Fed, mengatasi kondisi perekonomian.
Geopolitik
Teng mengatakan, pemangkasan produksi oleh Rusia sulit dilepaskan dari faktor geopolitik. Keputusan Moskwa dapat dipandang sebagai balasan atas rangkaian sanksi Barat kepada Rusia. ”Ini jelas pembalasan,” ujarnya kepada CNBC.
Sejak menyerbu Ukraina pada Februari 2022, Rusia dijatuhi berbagai sanksi oleh Amerika Serikat dan sekutunya. Washington juga memutuskan membatasi harga maksimum untuk minyak Rusia. Menyikapi pembatasan itu, Moskwa mengumumkan tidak akan menjual minyak kepada negara yang memakai harga tersebut.
Dibandingkan Oktober 2022 dengan pemangkasan 2 juta barel per hari, pemangkasan Mei 2023 memang rendah volumenya. Walakin, situasi saat ini berbeda dengan beberapa bulan lalu. Dulu, permintaan global belum pulih antara lain karena China masih menutup diri untuk mengendalikan penyebaran Covid-19.
Kini, China sudah membuka diri sepenuhnya dan membutuhkan banyak energi. Pada Maret lalu di Moskwa, China menyepakati peningkatan pembelian gas dari Rusia. Pekan lalu, Arab Saudi juga mengumumkan tambahan pasokan minyak ke China. ”Kalau permintaan China kembali ke 16 juta barel pada semester II tahun ini dan jika pasokan Rusia mulai berkurang karena sanksi, ada kemungkinan (harga minyak menjadi) 100 dollar AS,” kata Presiden Rapidan Energy Group Bob McNally.
OPEC+, menurut dia, tidak mau mengulangi skenario 2008. Kala itu, harga minyak anjlok dari 140 dollar AS ke 35 dollar AS per barel dalam enam bulan saja. ”Dampaknya ke pasar bisa mencapai 25 dollar AS per barel kalau pemotongan produksi di atas 1 juta barel per hari. OPEC sudah tidak takut dengan pembalasan AS dengan memasok minyak dari produksi minyak serpih. Kondisinya berbeda dibandingkan beberapa tahun lalu,” kata peneliti komoditas pada Bank of America, Francisco Blanch.
Dengan pengumuman terbaru ini, sudah tiga kali OPEC+ memangkas drastis pasokan ke pasar hanya dalam setahun terakhir. Pada pemangkasan Oktober 2022, AS memprotes keras dan menyebutnya sebagai tindakan yang tidak bijaksana.
Masalahnya, seperti disebut Blanch, OPEC+ sudah tidak takut lagi dengan keputusan AS melepaskan cadangan strategis minyaknya. Setelah melakukannya pada November-Desember 2022, akan sulit bagi AS kembali melepaskan cadangan strategis minyaknya.
Pemangkasan pada April 2023 diumumkan beberapa hari setelah indikasi kedekatan China, Rusia, Iran, dan Arab Saudi meningkat. Dengan mediasi China, Iran-Arab Saudi berdamai. Kini, Arab Saudi memulai proses perdamaian dengan Suriah yang juga punya cadangan minyak dalam jumlah besar. Arab Saudi, Iran, dan Rusia merupakan raksasa minyak dari segi cadangan dan produksi. Adapun China merupakan konsumen utama minyak global bersama India. (AFP/REUTERS)