Penjaga Tak Buka Pintu Penampungan yang Terbakar, 38 Migran Tewas
Sebanyak 38 migran pencari suaka tewas dan puluhan orang terluka setelah tempat penampungan mereka terbakar. Muncul sejumlah pertanyaan, misalnya, bagaimana mereka bisa tewas. PBB menyerukan penyelidikan menyeluruh.
Oleh
MAHDI MUHAMMAD
·4 menit baca
MEXICO CITY, RABU — Kebakaran yang melanda Pusat Penampungan Migran Meksiko di Ciudad Juarez menewaskan 38 migran dan 28 orang lainnya terluka, Senin (27/3/2023) malam waktu setempat. Sebagian besar migran yang menjadi korban dalam kejadian itu berasal dari Guatemala, Honduras, Venezuela, El Salvador, Kolombia, dan Ekuador. Mereka berupaya mencari suaka ke Amerika Serikat.
Otoritas Meksiko tengah menggelar penyelidikan atas insiden tersebut. ”Tidak akan ada upaya untuk menyembunyikan fakta, tidak ada upaya untuk menutup-nutupi (apa yang terjadi) pada siapa pun,” kata Presiden Meksiko Andres Manuel Lopez Obrador dalam konferensi pers.
Seluruh korban adalah para laki-laki. Pemerintah Meksiko berada dalam tekanan untuk menjelaskan mengapa mereka tewas, padahal—seperti disampaikan pejabat setempat—para perempuan migran berhasil dievakuasi dari pusat penampungan yang terbakar itu.
Video singkat yang beredar di media sosial, Selasa (28/3/2023), memperlihatkan para laki-laki terlihat menendang pintu pagar yang terkunci rapat. Tiga petugas berseragam terlihat berjalan berlalu begitu saja tanpa berupaya membuka pintu tersebut. Menteri Dalam Negeri Adan Augusto Lopez belakang mengonfirmasi kebenaran video itu kepada media setempat.
Presiden Lopez Obrador dalam pernyataannya menyebut kebakaran itu terjadi karena para migran membakar kasur dan peralatan lainnya untuk menghalangi para petugas mendeportasi mereka kembali ke negara asalnya.
”Mereka meletakkan tikar, kasur di pintu tempat penampungan, dan membakarnya sebagai tanda protes. Tidak terbayangkan hal itu akan menyebabkan tragedi,” kata Lopez Obrador.
Rekaman video kamera pengawas di lokasi kejadian mengonfirmasi pernyataan Lopez Obrador. Dalam rekaman video yang dirilis oleh pemerintah, terlihat para migran meletakkan kasur busa di sel tahanan mereka dan membakarnya. Akan tetapi, dalam rekaman itu juga terlihat dua penjaga yang bergegas masuk tidak berusaha membuka pintu sel yang terbakar. Keduanya malah bergegas pergi meninggalkan para migran terjebak di dalamnya.
”Kami memiliki video ini sejak tadi malam. Tetapi, agar tidak menghalangi penyelidikan, untuk menghormati para korban, kami harus berhati-hati,” kata Menteri Dalam Negeri Adan Augusto Lopez.
Seruan penyelidikan
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres menyerukan penyelidikan menyeluruh atas kejadian itu.
Istri korban Eduard Caraballo Lopez, Viangly Infante Padron, mengatakan bahwa yang paling banyak diselamatkan oleh petugas adalah perempuan. Sang suami, Caraballo Lopez, beruntung bisa selamat karena posisinya dekat pintu dan pada hari naas itu dia dijadwalkan untuk dibebaskan.
Padron menilai bahwa banyaknya korban yang jatuh tidak terlepas dari sikap para petugas pusat penahanan yang memilih mengeluarkan tahanan perempuan dibanding laki-laki. ”Tanggung jawab ada pada mereka (petugas) untuk membuka pintu dan menyelamatkan nyawa mereka, terlepas dari apakah ada tahanan, terlepas dari apakah mereka akan melarikan diri, terlepas dari semua yang terjadi. Mereka harus menyelamatkan nyawa para tahanan yang ada di dalam,” katanya.
Sekitar 100 migran berkumpul di luar pintu fasilitas imigrasi, Selasa, untuk meminta informasi tentang kondisi kerabat mereka di dalam penampungan. Katiuska Márquez, seorang perempuan Venezuela berusia 23 tahun dengan dua anaknya, usia 2 dan 4 tahun, sedang mencari saudara tirinya, Orlando Maldonado, yang bepergian bersamanya.
”Kami ingin tahu apakah dia masih hidup atau sudah mati,” kata Marquez.
Institut Imigrasi Nasional Meksiko, yang mengelola fasilitas tersebut, mengatakan bahwa pihaknya bekerja sama dalam penyelidikan tersebut.
Dampak sosial
Padron menuturkan, sang suami ditangkap oleh agen imigrasi sehari sebelum kejadian bersama 67 pencari suaka lainnya yang berkeliaran di sekitar kota Ciudad Juarez. Banyak dari migran menanti kesempatan menyeberang ke Texas, AS. Sambil menunggu kesempatan untuk menyeberang, mereka berusaha menyambung hidup dengan mengemis atau menjadi pencuci kaca mobil di berbagai persimpangan jalan di kota itu.
Ciudad Juarez, yang bertetangga dengan El Paso, Texas, adalah salah satu kota perbatasan tempat banyak migran tidak berdokumen berusaha mencari perlindungan di Amerika Serikat. Ratusan migran mencoba menyerbu perbatasan pada 13 Maret 2023. Akan tetapi, kedatangan mereka dihadang oleh para petugas perbatasan AS.
”Dengan kondisi yang memburuk di fasilitas migran di sepanjang perbatasan berarti pencari suaka rentan berada dalam bahaya yang tidak perlu,” kata organisasi kemanusiaan Komite Penyelamatan Internasional.
Karena tidak berhasil menyeberang ke Texas, para migran terjebak di CIudad Juarez. Akan tetapi, warga lokal tidak bisa menerima para migran dengan tangan terbuka karena para migran itu kerap menghalangi pelintasan perbatasan atau meminta uang.
Wali Kota Ciudad Juarez, Cruz Pérez Cuellar, juga pernah menjanjikan kepada para migran untuk mendapat tempat di penampungan agar tidak perlu lagi mengemis di jalanan. Dia mendesak warga untuk tidak memberikan uang kepada mereka dan memerintahkan pihak berwenang memindahkan para migran ke penampungan.
Tingkat frustrasi yang tinggi di antara para pencari suaka di Ciudad Juarez terlihat jelas pada awal bulan ini. Ketika itu, ratusan migran—sebagian besar warga Venezuela—mencoba menerobos salah satu jembatan internasional ke El Paso. Mereka bertindak atas desas-desus palsu bahwa Amerika Serikat akan mengizinkan mereka memasuki negara itu. Padahal, otoritas AS memblokir upaya mereka. (AP/AFP)