Mantan Presiden Taiwan Disambut Hangat Saat Tur di China
Kala Ma Ying-jeou berkuasa, perekonomian Taiwan-China lebih dekat. Lawatan ke China ini dinilai sebagai upaya untuk menulis ulang warisan politiknya.
Oleh
FRANSISCA ROMANA
·4 menit baca
MA YING-JEOU OFFICE VIA AP
Foto yang dirilis kantor Ma Ying-jeou memperlihatkan mantan Presiden Taiwan Ma Ying-jeou memberikan penghormatan di Nanjing Massacre Memorial Hall di Nanjing, Provinsi Jiangsu, China, 29 Maret 2023. Ma memulai kunjungan 12 hari di China.
NANJING, RABU — Mantan Presiden Taiwan Ma Ying-jeou memulai lawatan 12 hari di China. Kunjungan Ma bersamaan dengan tur Presiden Taiwan Tsai Ing-wen ke Amerika Serikat dan Amerika Tengah pekan ini.
Ma mengunjungi Mausoleum Sun Yat-sen di Nanjing, Rabu (29/3/2023). Nanjing merupakan ibu kota China saat Partai Nasional (Kuomintang), partai Ma, berkuasa pada awal abad ke-20. Kuomintang dinilai lebih simpatik pada integrasi atau unifikasi dengan China daratan dibandingkan Partai Rakyat Demokratik (DPP) yang sekarang memerintah Taiwan.
Di mausoleum, Ma memberikan penghormatan kepada Sun Yat-sen, pendiri Republik China dan Kuomintang. ”Rakyat di kedua sisi Selat Taiwan merupakan bangsa China, anak-anak Yandi dan Kaisar Kuning,” ujar Ma di hadapan wartawan China dan Taiwan yang diperbolehkan mengikuti tur tersebut.
Ma melawat ke China saat ketegangan antara Taiwan dan China meningkat, diperburuk dengan hubungan AS-China. AS merupakan sekutu terbesar Taiwan. China mengklaim Taiwan sebagai bagian dari wilayahnya. Lawatan Ma juga berlangsung tak lama setelah Taiwan kehilangan hubungan diplomatik dengan Honduras yang beralih membuka hubungan diplomatik dengan China.
Ma membingkai tur ke China yang berlangsung hingga 7 April sebagai upaya menurunkan tensi kedua negara dengan mempromosikan pertukaran mahasiswa. ”Saya sungguh berharap kedua sisi Selat Taiwan akan bekerja bersama mengejar perdamaian, menghindari perang, dan merevitalisasi bangsa China. Ini tanggung jawab yang tak terelakkan bagi bangsa China di kedua sisi Selat, dan kita harus bekerja keras untuk mewujudkannya,” katanya, seperti dikutip surat kabar China, Global Times.
Ia memuji Sun, yang disebut membangun bangsa China modern dan menggulingkan Dinasti Qing. Sun mendirikan Republik China tahun 1912 dan memerintah sangat singkat. Setelah mundur ke Taiwan, Kuomintang tetap menyebut wilayah itu Republik China. Sementara Partai Komunis mengambil alih China daratan dan mengganti namanya menjadi Republik Rakyat China.
AP PHOTO/NG HAN GUAN
Petugas keamanan memberikan tanda kepada para pengunjung yang berdiri di belakang barikade di Istana Kepresidenan Nanjing menjelang kunjungan mantan Presiden Taiwan Ma Ying-jeou di Nanjing, Provinsi Jiangsu, China, 28 maret 2023.
Di luar mausoleum, warga dan wisatawan berkerumun agar bisa melihat sekilas Presiden Taiwan periode 2008-2016 itu. Sebagian besar turis dan warga yang ingin masuk mausoleum dan taman di sekitarnya tidak diperbolehkan masuk. ”Meskipun ada kesulitan di jalur pemerintah, selama ada keuntungan bagi masyarakat dan kita bisa membangun fondasi yang baik, tak ada salahnya bersatu,” ujar Chen Shao’an, warga setempat yang datang ke mausoleum untuk melihat Ma.
Selama di Nanjing, Ma juga mengunjungi Museum Sejarah Modern China yang merupakan lokasi lama Istana Kepresidenan. Ia berkunjung ke John Rabe House, rumah pengusaha Jerman yang tinggal semasa Pembantaian Nanjing tahun 1937 dan melindungi lebih dari 600 warga China di rumahnya dari kekerasan pasukan Jepang.
Kepada media, seperti dilaporkan Global Times, Ma mengatakan, sambutan yang diterimanya dari masyarakat melebihi ekspektasinya. Ia menilai itu isyarat yang baik dari China daratan. Dia akan menyampaikan niat baik itu kepada rakyat Taiwan sekembalinya dari China.
Pakar di Institute of Taiwan Studies di bawah Tsinghua University, Zhu Guilan, mengatakan, lawatan Ma menunjukkan, banyak orang di Taiwan, terutama anak muda, menantikan hidup berdampingan secara damai dengan China daratan. Menurut dia, setelah pandemi Covid-19 pertukaran dan kerja sama antarwarga di sisi Selat Taiwan semakin intensif. Lebih banyak anak muda dari Taiwan datang untuk belajar, bekerja, dan tinggal di China daratan.
Nikkei Asia dalam laporannya, Selasa, menyebutkan, lawatan Ma ke China merupakan upaya untuk menulis ulang warisan politiknya. Kunjungan itu terlihat sebagai kunjungan privat karena kantor Ma menyatakan ia tidak akan pergi ke Beijing atau bertemu Presiden China Xi Jinping.
Meski demikian, lawatan itu tetap signifikan. Ia menjadi mantan pemimpin Taiwan pertama yang berkunjung ke China sejak akhir perang saudara tahun 1949. Kurang dari 10 bulan sebelum Taiwan menggelar pemilihan presiden pada Januari 2024, Beijing meningkatkan tekanan terhadap Taipei. Kuomintang, yang kalah dalam dua pertarungan pilpres terakhir, menang mutlak dalam sebuah pemilu lokal.
AP PHOTO/CHIANG YING-YING
Mantan Presiden Taiwan Ma Ying-jeou menjawab pertanyaan wartawan sebelum meninggalkan Bandara Internasional Taoyuan di Taoyuan, Taiwan Utara, 27 Maret 2023. Ia berangkat ke China untuk kunjungan selama 12 hari.
Kala Ma berkuasa, perekonomian Taiwan-China lebih dekat. Turis China berdatangan ke Taiwan dan pengusaha memenuhi wilayah itu. Ma pun merundingkan kesepakatan perdagangan yang kontroversial dengan Beijing pada 2014. Usulan itu memicu protes besar, dikenal sebagai Gerakan Bunga Matahari, melibatkan lebih dari 200.000 pengunjuk rasa dan pendudukan parlemen Taiwan selama 24 hari. Protes ini menandai titik balik dalam sejarah Taiwan dan memuluskan jalan bagi kemenangan Presiden Tsai dalam pemilu tahun 2016.
”Kunjungan Ma bisa membawa dampak tak langsung pada pemilihan presiden jika secara signifikan menurunkan suhu di Selat Taiwan dan mendongkrak kepercayaan masyarakat Taiwan untuk lebih terbuka tentang pertukaran antar-Selat,” kata Tso Chen-dong, dosen ilmu politik pada National Taiwan University.
Sung Wen-ti, pakar ilmu politik pada Program Studi Taiwan Australia National University, mengatakan, Ma sangat ingin mengokohkan warisan sebagai pemimpin yang bisa menjembatani hubungan Taipei-Beijing. Ma pernah bertemu Xi di Singapura tahun 2015. Itu merupakan pertemuan bersejarah karena yang pertama antara pemimpin kedua pemerintahan dalam tujuh dekade. Namun, situasi telah berubah drastis sejak saat itu seiring Xi mengonsolidasikan kekuasaan. (AP)