Australia dinilai mengkhianati tetangganya karena secara sepihak membuat aliansi pertahanan yang akan memicu perlombaan senjata di Asia Pasifik. AUKUS berdasarkan asumsi nasib Indo-Pasifik ditentukan persaingan AS-China.
Oleh
KRIS MADA
·5 menit baca
AFP/JIM WATSON
Perdana Menteri Australia Anthony Albanese (kiri) Presiden Amerika Serikat Joe Biden, dan PM Inggris Rishi Sunak (kanan) dalam pertemuan pemimpin negara aliansi militer yang dikenal sebagai AUKUS pada 13 Maret 2023 di pangkalan laut San Diego, California. Selepas pertemuan itu, mereka mengumumkan Australia akan membeli hingga tiga kapal selam bertenaga nuklir dari AS dan Inggris.
Sejak diumumkan pada 15 September 2021, aliansi militer bentukan Amerika Serikat, Australia, dan Inggris telah memicu perbedaan pendapat. Para sekutu trio itu pun ikut bersuara keras atas kesepakatan militer yang didasarkan pada ketakutan terhadap China tersebut. Di antara persoalan yang dipicu AUKUS, ada perdebatan soal hukum nasional dan internasional.
China tentu saja keberatan dengan aliansi yang dikenal sebagai AUKUS itu. Selandia Baru, anggota sejumlah kerja sama keamanan dengan tiga negara itu, menegaskan larangan melintas bagi kapal selam nuklir dari aliansi itu. Perdana Menteri Selandia Baru Chris Hipkins menegaskan ulang kebijakan tersebut selepas AUKUS mengumumkan kesepakatan pengadaan tiga kapal selam bertenaga nuklir (SSN) untuk Australia. ”Australia, AS, dan Inggris mitra keamanan amat penting bagi Selandia Baru. Walakin, kebijakan bebas nuklir kami tidak berubah,” katanya.
Dua pendahulu Hipkins, Helen Clark dan Jim Bolger, bersuara lebih keras. ”Ada perasaan Australia telah mengkhianati tetangganya dengan secara sepihak membuat aliansi pertahanan yang jelas akan memicu perlombaan senjata di Asia Pasifik,” kata Clarks.
Bolger menilai, keamanan kawasan terancam gara-gara AUKUS. Sebagai sekutu terdekat Australia di kawasan, ia menilai Canberra belum pernah bisa menjelaskan ke Wellington soal kenapa Australia butuh SSN. ”Masalah mendasar AUKUS adalah (aliansi) itu berdasarkan asumsi binarial bahwa nasib Indo-Pasifik akan ditentukan rivalitas AS-China dan, khususnya, kemampuan AS serta sekutunya mengimbangi ambisi China di kawasan,” kata dosen Ilmu Hubungan Internasional pada University of Otago, Robert G Patman.
AUKUS tidak mempertimbangkan bahwa bangsa-bangsa Indo-Pasifik dan Eropa punya perbedaan kepentingan dengan China. Sekutu AS-Inggris di Eropa sekalipun tidak yakin AUKUS sebagai jawaban atas manuver China. Hal yang terjadi, kekhawatiran penyebaran senjata nuklir di Indo-Pasifik malah meningkat gara-gara Australia membeli tiga SSN. ”Ada kesan jelas bahwa AUKUS hanya alat AS menguatkan pengaruh di kawasan dibandingkan sekadar kesepakatan pertahanan bersama,” kata mantan Menteri Dalam Negeri Selandia Baru Peter Dunne.
Dilema hukum
Mantan Menteri Luar Negeri Selandia Baru Gerry Brownlee menyebut, ada dilema hukum gara-gara AUKUS. Selandia Baru sudah menegaskan tidak akan mengubah kebijakan soal senjata nuklir. ”Hanya ada satu sekutu kita dan itu adalah Australia. Kita harus senantiasa bisa beroperasi bersama Australia. Apa yang akan kita lakukan jika Australia memutuskan kapal selam itu berkunjung? Kita tidak bisa mengubah hukum. Jadi, akan ada masalah,” ujarnya.
COURTESY: THE ECONOMIST
Grafis AUKUS
Sejak 1987, Selandia Baru telah membuat undang-undang larangan senjata nuklir. ”Kebijakan ini dipandang sebagai legislasi antisenjata nuklir domestik terkemuka di dunia,” kata pakar hukum Universitas Indonesia, Arie Afriansyah.
Sementara Indonesia, meski mengisyaratkan keberatan soal kapal selam AUKUS, belum punya aturan jelas soal perlintasan SSN. ”Kebijakan Indonesia tentang kapal selam nuklir yang nanti berkemungkinan berlayar melalui perairan kepulauannya akan memiliki implikasi yang signifikan terhadap hubungannya dengan negara-negara yang terlibat,” ujar Arie.
Arie menambahkan, Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut (UNCLOS) 1982 menjamin hak lintas damai dan hak lintas alur laut kepulauan bagi semua kapal. Hal itu berlaku pula bagi kapal selam. Hak lintas alur laut kepulauan memberikan hak kepada semua kapal untuk berlayar secara terus-menerus dan secepat mungkin dalam ”cara normal” melalui perairan kepulauan dan laut teritorial yang berbatasan dengannya. Indonesia telah menetapkan alur laut kepulauan ini melalui Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2002 tentang Hak dan Kewajiban Kapal dan Pesawat Udara Asing dalam Melaksanakan Hak Lintas Alur Laut Kepulauan Melalui Alur Laut Kepulauan yang Ditetapkan.
Kapal selam dapat bernavigasi di bawah air. Sebab, menyelam adalah mode perjalanan normal mereka. Hak perjalanan ini ”tidak dapat dihalangi atau ditangguhkan” oleh Indonesia untuk tujuan apa pun.
Di luar Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI), semua kapal berhak atas hak lintas damai yang lebih terbatas melintasi perairan kepulauan dan melalui laut teritorial. Kapal selam yang melaksanakan hak lintas damai harus berlayar di permukaan dan menunjukkan benderanya, terus-menerus dan dengan kecepatan yang konstan. Selain itu, kapal dan atau kapal selam tidak boleh melakukan kegiatan apa pun yang merugikan perdamaian, ketertiban, atau keamanan negara pantai.
Penangguhan
Indonesia dapat ”menangguhkan sementara” hak lintas damai untuk kapal asing di wilayah tertentu perairan kepulauan dan laut teritorialnya. Penangguhan dapat dilakukan jika sangat penting untuk perlindungan keamanan, setelah memberikan pemberitahuan secara jelas dan nondiskriminasi.
AP/POOL/STEFAN ROUSSEAU
Perdana Menteri Australia Anthony Albanese (kiri), Presiden Amerika Serikat Joe Biden, dan PM Inggris Rishi Sunak (kanan) dalam pertemuan pemimpin negara aliansi militer yang dikenal sebagai AUKUS pada 13 Maret di pangkalan laut San Diego, California. Selepas pertemuan itu, mereka mengumumkan Australia akan membeli hingga tiga kapal selam bertenaga nuklir dari AS dan Inggris.
Adapun untuk kondisi perang atau persiapan perang, perlu kajian lebih lanjut. Sebab, UNCLOS merupakan aturan internasional di masa damai dan akan digantikan secara substansial oleh hukum perang di laut, San Remo Manual.
Memang banyak negara menyatakan UNCLOS tetap berlaku di masa konflik. Pemberlakuan terutama mengatur perilaku antara negara netral dan berperang, serta di antara negara netral. Prinsip ini berlaku khususnya terhadap hak lintas kapal asing, termasuk hak lintas alur laut kepulauan, dan lintas damai melalui perairan kepulauan. Dengan demikian, hukum perang angkatan laut mengubah hubungan antara negara netral dan pihak yang berperang sampai taraf tertentu. ”Hal itu untuk memastikan negara netral tidak dirugikan oleh konflik dan untuk mencegah konflik meningkat,” kata Arie.
Sesuai UNCLOS, kapal asing bertenaga nuklir yang melaksanakan hak lintas damai tunduk pada persyaratan yang lebih ketat, seperti membawa dokumen yang sesuai dan mematuhi tindakan pencegahan khusus yang ditetapkan oleh perjanjian internasional. Tujuannya bukan membatasi lintas, melainkan untuk menjamin bahwa kegiatan berbahaya dikelola secara efektif sejalan dengan standar internasional.
UNCLOS tidak membuat pengecualian terhadap hak lintas kapal selam berdasarkan penggunaan atau tujuannya. Itu hanya mensyaratkan bahwa lewatnya kapal selam harus sesuai dengan ketentuan dalam UNCLOS. Karena itu, secara umum hukum internasional tidak memberikan dasar yang kuat untuk negara pantai melarang kapal selam melewati perairannya.
Meski bisa menjadi alasan, kekhawatiran akan keamanan maritim tidak bisa membuat Indonesia sembarangan melarang kapal asing melintasi perairannya. Indonesia mungkin saja membuat aturan yang lebih ketat dalam hal administrasi dokumen keselamatan dan perlindungan lingkungan maritim terhadap kapal selam bertenaga nuklir yang termasuk dalam bahan berbahaya dan beracun. (AFP/REUTERS)