Polemik UU Pensiun di Perancis, Pekerja Terus Berunjuk Rasa
Perancis mengkhawatirkan defisit anggaran karena meningkatnya jumlah penduduk lansia. Akan tetapi, para pekerja menolak masa kerja ditambah.
Oleh
LARASWATI ARIADNE ANWAR
·4 menit baca
AFP/LUDOVIC MARIN
Presiden Perancis Emmanuel Macron berpidato pada sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa di New York, Amerikat Serikat, 20 September 2022.
PARIS, KAMIS — Serikat pekerja di Perancis memperkirakan, setidaknya ada 3,5 juta pekerja yang mogok kerja dan mengikuti unjuk rasa yang sudah berlangsung dalam dua bulan terakhir ini di seantero negara tersebut. Mereka menolak undang-undang terbaru yang menaikkan umur pensiun dari 62 tahun menjadi 64 tahun. Pemerintah Perancis mengatakan, langkah penaikan usia pensiun itu diambil demi mencegah defisit anggaran negara sepuluh tahun ke depan.
”Memangnya Anda pikir saya senang dengan keputusan ini? Ini keputusan yang sulit dan tidak populer, tetapi harus kita ambil karena jika dibiarkan berlarut-larut akan semakin gawat,” kata Presiden Perancis Emmanuel Macron dalam wawancara dengan stasiun televisi TF1 dan France2, Rabu (22/3/2023) malam waktu setempat atau Kamis (23/3/2023) pagi waktu Indonesia.
Macron bersikukuh, penting bagi negara untuk segera mengesahkan Undang-Undang Reformasi Pensiun. Pemerintahan eksekutif telah mengegolkan UU itu di parlemen dengan memakai pasal 49:3 dalam Undang-Undang Dasar Perancis. Ini adalah hak istimewa eksekutif untuk mengesahkan suatu aturan meskipun kalah suara di legislatif.
UU Pensiun ini masih harus dibahas di Mahkamah Konstitusi Perancis. Pemerintahan Macron juga lolos dari dua kali mosi tidak percaya dalam dua pekan ini. Mosi terakhir menyasar Perdana Menteri Elisabeth Borne. Oposisi dan serikat pekerja mengecam serta menolak UU Pensiun tersebut karena dianggap tidak adil.
”Saya memahami banyak yang merasa dirugikan. Kenapa rakyat yang menanggung beban, sementara perusahaan mengeruk untung? Percayalah, pemerintah akan memastikan semua perusahaan berkontribusi ke dalam sistem kesejahteraan sosial,” kata Macron.
AFP/EMMANUEL DUNAND
Seorang pengunjuk rasa di Paris, Perancis, Rabu (22/3/2023), mengangkat poster berisi tulisan berbahasa Perancis dengan arti Tidak untuk 49.3, yang merujuk pada pasal dalam konstitusi di Perancis yang digunakan pemerintah eksekutif untuk memuluskan pengesahan UU penaikan usia pensiun di negara itu.
UU Pensiun, lanjut Macron, ditargetkan berlaku paling lama pada akhir tahun 2023. Jika demikian, umur pensiun di Perancis menjadi 64 tahun atau naik dua tahun dari sebelumnya 62 tahun. Selain itu, tunjangan pensiun yang penuh dari negara hanya diberikan kepada pekerja yang tercatat telah masuk ke dalam bursa tenaga kerja selama 43 tahun.
Berdasarkan data Pemerintah Perancis yang dikutip oleh France 24, per tahun 2030, Perancis memiliki 20 juta penduduk pensiunan. Jika umur pensiunan tidak dinaikkan, pada tahun 2070, setiap pensiunan disokong oleh 1,2 orang pekerja yang membayar pajak. Bandingkan dengan tahun 2020 yang rasionya ialah setiap pensiunan disokong 1,7 orang pekerja pembayar pajak.
Jumlah penduduk usia produktif di Perancis menurun sehingga otomatis penerimaan pajak juga merosot. Di sisi lain, penduduk lansia pensiunan terus bertambah dan mereka ditalangi oleh negara. Pemerintah ingin terus mengaryakan penduduk dengan memperlama masa kerja.
Pemerintah Perancis menghitung dalam sepuluh tahun ada defisit anggaran hingga 150 miliar euro. Hal ini karena jumlah penduduk usia produktif menurun dan otomatis penerimaan pajak juga merosot, sementara penduduk lansia pensiunan terus bertambah dan mereka ditalangi oleh negara. Menurut pemerintah, jalan keluarnya ialah terus mengaryakan penduduk dengan memperlama masa kerja.
Serikat pekerja menolak hal tersebut karena pekerja kerah biru atau buruh akan terdampak. Menurut data berbagai serikat pekerja di Perancis, usia pekerja kerah biru lebih pendek dibandingkan usia pekerja kerah putih. Jika UU Pensiun terlaksana, mereka tidak hanya harus membanting tulang secara fisik hingga usia lanjut, tetapi juga tidak akan bisa menikmati hak serta layanan yang datang dengan masa pensiun.
”Beban ini tidak adil karena akan berdampak kepada mereka yang memulai bekerja di usia muda dan berpenghasilan rendah. Risiko defisit masih sepuluh tahun lagi. Kenapa pemerintah tidak berdialog dengan serikat dulu dan bersama-sama mencari jalan keluar?” kata Maher Tekaya, Sekretaris Konfederasi CFDT─serikat buruh terbesar di Perancis─kepada CNN.
FM
Para pengunjuk rasa menentang Undang-Undang Reformasi Pensiun berkumpul di Strasbourg, Perancis, Selasa (31/1/2023). Mereka menolak aturan kenaikan usia pensiun dari 62 tahun menjadi 64 tahun.
Direktur Peneliti Sciences Po Paris Bruno Palier menjelaskan kepada surat kabar The Washington Post, membenahi persoalan ketenagakerjaan di Perancis tidak bisa hanya dengan memperpanjang masa kerja. Budaya kerja di Perancis juga jauh dari ideal. Memang, di atas kertas, Perancis memiliki jam kerja paling singkat dibandingkan negara-negara lain di Eropa, yaitu 35 jam per pekan. Usia pensiunnya juga lebih rendah dibandingkan Inggris (68 tahun), Jerman (67 tahun), dan Spanyol (65 tahun dan 10 bulan).
”Budaya kerja di Perancis sarat dengan feodalisme yang membuat pekerja tidak bisa berkembang secara karier ataupun kreativitas, tetapi terus diperas keringatnya sehingga mereka akhirnya tertekan,” ujar Palier.
Data Organisasi Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD) mengatakan bahwa produktivitas pekerja Perancis yang bekerja 35 jam per pekan itu setara dengan pekerja di Jerman. Akan tetapi, dari segi daya beli, mereka berselisih kurang 17 persen dari pekerja di Amerika Serikat.
Selain itu, ada pula penelitian Guru Besar Psikologi Universitas Katolik Leuven Belgia Wilmar Schaufeli. Pada tahun 2018, Schaufeli menerbitkan hasil kajiannya yang berjudul ”Burnout in Europe: Relations with National Economy, Governance, and Culture”. Terungkap, Perancis adalah negara Eropa dengan jumlah pekerja yang mengalami kelelahan fisik dan psikis (burnout) tertinggi.
AFP/CHRISTOPHE ARCHAMBAULT
Seorang calon penumpang menanti kereta di Stasiun Gare du Nord yang lengang akibat pemogokan nasional para pekerja sebagai protes terhadap pemerintah terkait reformasi usia pensiun, 23 Maret 2023.
Bahkan, pada tahun 2019, BBC melaporkan tiga petinggi di perusahaan France Telecom (sekarang Orange) dijatuhi hukuman penjara oleh Pengadilan Negeri Perancis. Mereka terbukti tidak menerapkan pengelolaan perusahaan yang baik dan membuat peraturan-peraturan kerja yang mengeksploitasi karyawan. Kondisi ini berujung ekstrem karena 19 pekerja bunuh diri akibat stres di kantor dan 12 orang mendapat perawatan kejiwaan sepanjang 19 tahun para eksekutif itu menjabat.
”Jika mau mereformasi, harus seluruh sistem ketenagakerjaan kita yang dibenahi. Pastikan kantor menjadi tempat yang aman dan menunjang produktivitas pekerjanya,” kata Palier.
Sejauh ini, unjuk rasa menghalangi operasional harian Perancis. France 24 melaporkan bahwa stasiun-stasiun pengisian bahan bakar tutup karena tidak ada pekerja yang masuk. Penerbangan dari Perancis juga berkurang dan tinggal 30 persen. (REUTERS)