Warganet Tuding AS Curi Bantuan China Untuk Suriah
Sebuah foto menunjukkan seorang tentara Amerika Serikat mengangkut tenda yang diklaim sebagai bantuan dari USAID untuk korban gempa di Turki. Sementa ada tulisan aksara China dalam bungkus tenda itu.
Oleh
KRIS MADA
·4 menit baca
KOMPAS/KRIS MADA/TANGKAPAN LAYAR
Dalam tangkapan layar akun media sosial Angkatan Darat Amerika Serikat ini terlihat seorang prajurit AS mengangkut bantuan. AD AS menyebut bantuan itu dari AS untuk korban gempa Turki. Warganet menemukan kesamaan benda yang diangkut itu dengan kemasan tenda yang dikirim China untuk Suriah
DAMASKUS, SABTU - Warganet dihebohkan oleh foto yang diunggah Angkatan Darat Amerika Serikat di media sosial. Foto itu memicu tudingan bahwa Amerika Serikat mencuri bantuan yang dikirim China untuk korban gempa di Suriah.
Dalam unggahan Angkatan Darat (AD) Amerika Serikat (AS), ada foto seorang anggota pasukan lintas udara divisi 101 AS mengangkut tenda. AD AS menyebut prajurit itu sedang mengangkut bantuan dari USAID untuk korban gempa di Turki.
Foto itu diunggah pada 7 Maret 2023 dan dibahas warganet pada Sabtu (18/3/2023) di pelantar media sosial lain. Hingga Sabtu sore, ada 397 komentar di unggahan akun AD AS itu.
Warganet, antara lain, mempersoalkan keterangan dalam bahasa Mandarin di kemasan tenda itu. Sejumlah warganet kemudian menemukan kesamaan kemasan tenda yang diangkut prajurit AS itu dengan kemasan tenda yang dikirim China ke Suriah pada 16 Februari 2023.
Bahkan, warganet menyertakan foto pembanding yang menunjukkan tenda itu bagian dari bantuan China untuk Suriah. ”Apakah kalian mencuri bantuan darurat dari China,” tulis salah seorang warganet.
PANAGIOTIS KOTRIDIS VIA MIDJOURNEY
Gambar personel penolong menggendong anak kecil dengan latar belakang bangunan rusak digunakan sekelompok penipu untuk menggalang donasi bencana gempa Turki dan Suriah. Surat kabar Yunani OEMA melaporkan bahwa gambar itu dibuat oleh seorang perwira pemadam kebakaran Panagiotis Kotridis menggunakan perangkat lunak AI, Midjourney.
Isu itu menjadi salah satu masalah baru terkait dengan bantuan bagi korban gempa di Suriah dan Turki. Pada hari-hari bencana, AS dan sekutunya menuding Pemerintah Suriah merintangi pengiriman bantuan untuk korban. Sebab, sebagian korban berada di wilayah yang tidak dikendalikan Pemerintah Suriah.
Sebaliknya, Pemerintah Suriah dan mitranya menuding AS dan sekutunya menghambat upaya membantu korban. Sebab, Washington dan sekutunya berkeras mempertahankan sanksi kepada Pemerintah Suriah. Sanksi tersebut menyulitkan pengiriman dana dan aneka bantuan kemanusiaan ke Suriah.
Wakil Tetap Suriah untuk Kantor Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) di Geneva Haydar Ali Ahmad mengatakan, sanksi sepihak itu menyulitkan banyak warga Suriah. ”Penderitaan oleh sanksi sepihak semakin memburuk,” ujarnya sebagaimana dikutip kantor berita Suriah, SANA.
Ia mendesak PBB dan komunitas internasional mendorong penghentian sanksi-sanksi sepihak yang dijatuhkan ke sejumlah negara. PBB harus bertindak untuk membantu mengatasi penderitaan warga di beberapa negara yang terimbas sanksi itu.
AFP/OZAN KOSE
Sejumlah warga menghangatkan diri di dekat api unggun yang menyala di depan reruntuhan bangunan yang rusak akibat gempa, di Kahramanmaras, Turki, 12 Februari 2023.
Pemulihan trauma
Sementara kantor berita Anadolu melaporkan, proses pemulihan dari dampak gempa tidak hanya soal membangun ulang permukiman. Tidak kalah penting mengatasi masalah kejiwaan yang kini dihadapi sebagian dari jutaan korban gempa.
”Bantuan psikologis dibutuhkan untuk mereka yang terguncang oleh kehilangan dan penderitaan besar,” kata salah seorang psikolog di Adiyaman, Hatice Cagil.
Ia menjadi sukarelawan dengan fokus membantu para remaja korban gempa menghadapi trauma akibat bencana itu. ”Kami berusaha memahami kebutuhan warga. Sebagian tidak bisa mengungkapkan persoalan mereka karena pengalamannya traumatis,” katanya.
Proses pemulihan dari dampak gempa tidak hanya soal membangun ulang permukiman. Tidak kalah penting mengatasi masalah kejiwaan yang kini dihadapi sebagian dari jutaan korban gempa.
Sukarelawan yang membantu korban mengatasi masalah kejiwaan dan trauma disebar ke sejumlah provinsi terdampak gempa. Mereka tinggal di tenda-tenda bersama para korban yang belum mendapat tempat penampungan lebih baik.
”Pengalaman yang sudah dilalui dan kondisi sekarang amat berat bagi pengungsi,” kata psikiater yang menjadi sukarelawan di Gaziantep, Can Ahmet Boz.
Ia mengatakan, proses pemulihan kondisi psikologis akan butuh waktu lama. Kini, para sukarelawan yang menangani isu kejiwaan fokus membantu pengungsi menghentikan ketakutan terhadap gempa. Setelah itu, baru proses pemulihan bisa dimulai.
KOMPAS/NINA SUSILO
Sebanyak empat pesawat Garuda Indonesia diberangkatkan ke Turki dan Suriah, Selasa (21/2/2023). Keempat pesawat membawa 140 ton bantuan berupa makanan, pakaian, serta logistik lain untuk warga terdampak gempa di kedua negara.
”Prinsipnya sama dengan penyembuhan luka fisik. Hentikan dulu pendarahannya, baru bisa lanjut ke langkah penyembuhan berikutnya,” ujar sukarelawan yang dikirimkan Kalyoncu University itu.
Cagil dan Boz menyebut, dampak gempa berbeda pada orang dewasa dan anak-anak. Pada sebagian anak-anak, upaya pemulihan bisa berlangsung lebih cepat.
Sebagian lagi butuh waktu lama karena masih takut gempa terulang. Bahkan, ada remaja tidak mau meninggalkan tempat tidurnya.
Pada orang dewasa, pemulihan berlangsung lambat, terutama karena kecemasan atas ketidakjelasan masa depan.
Sementara pada orang dewasa, pemulihan berlangsung lambat, terutama karena kecemasan atas ketidakjelasan masa depan. Korban tidak tahu bagaimana memulai kehidupan baru setelah hampir semua milik mereka hancur karena gempa.
”Beban pada orang dewasa berlipat karena tak hanya harus memikirkan diri sendiri. Mereka harus memikirkan keluarganya,” kata Cagil.
Boz mengatakan, sukarelawan membantu korban menemukan cara untuk mengatasi trauma. Cara untuk setiap orang bisa berbeda-beda. ”Kami berusaha mendampingi mereka menemukan itu. Kami tak mau mereka merasa dipaksa menemukannya,” katanya. (RAZ)