Ukraina tidak meratifikasi Statuta Roma 1998 yang menjadi dasar pembentukan ICC. Meski demikian, Ukraina bekerja sama dengan penyidik ICC. Rusia, AS, dan China juga tidak mengakui ICC.
Oleh
KRIS MADA
·4 menit baca
MIKHAIL METZEL, SPUTNIK, KREMLIN POOL PHOTO VIA AP
Presiden Rusia Vladimir Putin menyampaikan pidato kenegaraan di Parlemen Rusia pada 21 Februari 2023. Pada Jumat (17/3/2023), Mahkamah Kriminal Internasional mengumumkan perintah penangkapan terhadap Putin.
DENHAAG, SABTU — Presiden Mahmakah Kriminal Internasional Piotr Józef Hofmański mengumumkan perintah penangkapan Presiden Rusia Vladimir Putin. Bersama Maria Alekseyevna Lvova-Belova, Putin dituding bertanggung jawab pada migrasi paksa anak-anak Ukraina.
Hofmański, hakim asal Polandia, mengumumkan perintah itu pada Jumat (17/3/2023) malam waktu Denhaag, Belanda. Dalam pidato yang disiarkan Mahkamah Kriminal Internasional (ICC), Hofmański menyebut Putin dan Lvova-Belova bertanggung jawab secara pribadi atas penculikan anak-anak Ukraina. ”Hukum internasional melarang negara pendudukan memindahkan penduduk sipil dari tempat mereka tinggal ke daerah lain. Anak-anak mendapat pelindungan khusus di Konvensi Geneva,” kata Hofmański.
Hakim ICC menilai, Putin dianggap gagal mencegah penculikan itu terjadi meski punya kekuasaan untuk melakukan pencegahan tersebut. Karena itu, ICC sepakat menerbitkan surat perintah penangkapan pada Putin dan Lvova-Belova.
Lvova-Belova merupakan Ketua Komisi Perlindungan Anak Rusia. Ia dikenal mendukung pemindahan anak-anak Ukraina ke Rusia. Bahkan, kala bertemu Putin pada Februari 2023, Lvova-Belova menyebut salah satu dari anak-anak itu diadopsinya.
Dalam risalah percakapan yang disiarkan Kremlin, Putin bertanya kepada Lvova-Belova soal pengembalian anak-anak itu jika keluarga mereka ditemukan. Lvova-Belova menyatakan, anak-anak itu pasti dikembalikan ke keluarga biologisnya jika keluarga mereka ditemukan suatu saat nanti. Pernyataan itu mengindikasikan, anak-anak itu dipisahkan dari keluarganya kala mereka dipindahkan ke Rusia.
Tidak hanya Lvova-Belova, banyak pejabat Rusia juga mengakui pemindahan anak-anak Ukraina ke Rusia. Pemindahan itu disebut sebagai upaya kemanusiaan terhadap anak-anak di wilayah perang. Mokswa berkilah, sebagian anak-anak itu menjadi yatim piatu akibat perang saudara Ukraina sejak 2014.
AP/LEE JIN-MAN
Poster bergambar Presiden Rusia Vladimir Putin dibawa pengunjuk rasa di Seoul, Korea Selatan, pada 24 Februari 2023. Pada Jumat (17/3/2023), Mahkamah Kriminal Internasional mengumumkan perintah penangkapan terhadap Putin.
Memang mayoritas anak yang dipindahkan berasal dari Donetsk dan Luhansk. Berbeda dengan wilayah lain di Ukraina, perang di Donetsk-Luhansk meletus sejak Februari 2014. Milisi bersenjata menuntut otonomi luas karena tidak setuju pada pemerintahan Ukraina.Reaksi
Ukraina gembira dengan pengumuman ICC. ”Roda keadilan telah bergerak. Saya menyambut keputusan ICC untuk menerbitkan perintah penangkapan pada Vladimir Putin dan Maria Lvova-Belova atas pemindahan paksa anak-anak Ukraina,” kata Menteri Luar Negeri Ukraina Dmytro Kuleba.
Jaksa Agung Ukraina Andriy Kostin mengatakan, pengumuman ICC adalah keputusan bersejarah. Walakin, proses masih panjang sampai akhirnya Putin benar-benar disidang di Istana Keadilan tempat ICC berkantor di Denhaag.
Kostin mengakui, Ukraina tidak meratifikasi Statuta Roma 1998 yang menjadi dasar pembentukan ICC. Meski demikian, Ukraina bekerja sama dengan penyidik ICC. Kyiv, antara lain, telah menyerahkan ribuan lembar berkas yang diklaim sebagai bukti kejahatan terhadap kemanusiaan yang dilakukan Rusia di Ukraina.
Sementara juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia, Maria Zakharova, mengatakan, pengumuman ICC tidak berdampak apa pun di Rusia. Moskwa tidak meratifikasi Statuta Roma yang menjadi dasar pembentukan ICC. Karena itu, secara hukum, Rusia tidak mengakui keberadaan ICC.
Pada 2016, Putin mengesahkan instruksi presiden yang mengumumkan Rusia bukan anggota ICC. Sebab, ICC dipandang tidak mampu mewujudkan harapan pembentukannya. ICC dinilai gagal menjadi lembaga internasional yang independen.
”Rusia, seperti sejumlah negara lain, tidak mengakui jurisdiksi pengadilan ini. Karena itu, apa pun keputusannya tidak berdampak pada Rusia,” kata juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov.
Rusia memang bukan satu-satunya negara yang tidak mengakui ICC. China dan Amerika Serikat juga tidak mengakui ICC. Bahkan, bersama beberapa negara, antara lain Israel dan Libya, AS-China menolak untuk mendukung dalam pemungutan suara guna mengesahkan Statuta Roma 1998.
AFP/ARIS MESSINIS
Warga Ukraina di Desa Chasiv Yar, Donetsk, bersembunyi dalam rubanah pada 5 Maret 2023. Sejak 2014, Donetsk dan Luhansk menjadi ajang perang.
Dosen Hubungan Internasional pada Indiana University, David Bosco, menyebut, keputusan ICC di luar dugaan. Meski demikian, ia tidak yakin perintah pengangkapan itu akan bermanfaat dalam waktu dekat. ”Tidak akan ada persidangan sampai Putin ditahan dan hal itu tidak mungkin terjadi dalam waktu dekat,” kata penulis berbagai buku dan makalah soal ICC itu.
ICC memang tidak punya perangkat untuk menangkap orang yang ditetapkan sebagai penjahat terhadap kemanusiaan dan di medan perang. ICC bergantung pada kemauan sejumlah negara untuk menyerahkan orang-orang yang dikejarnya. Kondisi itu, menurut Bosco, membuat AS dan sekutunya dalam posisi canggung. Sebab, AS dan sebagian sekutu serta mitranya juga diduga terlibat kejahatan perang di sejumlah negara.
Sejak 2002, AS menegaskan tidak mengakui ICC. Bahkan, AS punya undang-undang yang melarang warga dan badan hukum AS membantu ICC. Di masa pemerintahan mantan Presiden Donald Trump, AS malah menjatuhkan sanksi kepada para penyidik ICC. Sebab, penyidik ICC mengumumkan permulaan pemeriksaan dugaan kejahatan perang oleh AS dan sebagian sekutunya di Irak dan Afghanistan.
Kecanggungan AS soal Rusia telah memicu perbedaan pendapat di pemerintahan Joe Biden. Menlu AS Antony Blinken dan Jaksa Agung Merrick Garland setuju Washington membantu ICC menyelidiki Rusia. Sementara Menteri Pertahanan AS Lloyd Austin menolak kerja sama apa pun dengan ICC. Austin khawatir, kerja sama itu menjadi bumerang bagi AS. (AFP/REUTERS)