AS Mulai Lagi Penerbangan ”Drone” Pengintai di Laut Hitam
Departemen Pertahanan AS atau Pentagon berulang kali menyatakan, insiden dengan pesawat Rusia tidak akan menghentikan AS menerbangkan misi serupa.
Oleh
FRANSISCA ROMANA
·3 menit baca
WASHINGTON, SABTU — Setelah insiden pencegatan oleh pesawat Rusia, Amerika Serikat memulai kembali penerbangan pesawat nirawak (drone) pengintai di Laut Hitam. Satu unit RQ-4 Global Hawk terbang dalam misi ke kawasan itu, Jumat (17/3/2023). Para pejabat Departemen Pertahanan AS atau Pentagon berulang kali menyatakan, insiden dengan pesawat Rusia tidak akan menghentikan AS menerbangkan misi serupa.
Dua pejabat Pentagon menyebutkan, penerbangan RQ-4 merupakan misi pertama sejak pencegatan drone MQ-9 Reaper oleh jet tempur Rusia, Sukhoi-17 (Su-27), di Laut Hitam yang menyebabkan jatuhnya drone tersebut. Sebelumnya Menteri Pertahanan AS Lloyd Austin telah menyatakan, AS akan terus menerbangkan pesawat ke Laut Hitam. Meski demikian, sejumlah pejabat intelijen tengah menelaah lebih lanjut risikonya. Sebab, potensi konflik terbuka AS dan Rusia bisa semakin besar (Kompas.id, 17 Maret 2023).
Dikutip dari laman Military, RQ-4 Global Hawk merupakan pesawat nirawak yang mampu terbang tinggi dan lama yang dilengkapi sensor terintegrasi. Drone ini memiliki kemampuan intelijen, pengamatan, dan pengintaian (ISR) untuk mendukung pasukan dalam operasi di masa damai, kontingensi, dan operasi semasa perang di seluruh dunia.
Al Jazeera, Sabtu, melaporkan, AS menyatakan penemuan puing-puing MQ-9 Reaper akan sulit karena dalamnya laut tersebut. Namun, menurut The Moscow Times, Angkatan Laut Rusia telah mendeteksi pecahan drone itu di titik sekitar 60 kilometer dari Pelabuhan Sevastopol di Semenanjung Crimea di kedalaman 850-900 meter.
Pada Selasa (14/3/2023), drone MQ-9 Reaper dicegat Su-27 di atas perairan Laut Hitam. AS mengklaim salah satu pesawat Su-27 menabrak baling-balik drone sehingga jatuh ke laut. Klaim ini dibantah Rusia yang menyebut drone itu jatuh karena manuver tajam. Pentagon kemudian merilis video yang menunjukkan konfrontasi MQ-9 Reaper dan Su-27.
Dalam video berdurasi 42 detik itu terlihat gambar kamera MTS-B yang terletak di bawah moncong MQ-9. Tampak Su-27 tengah mengejar MQ-9 dan mendekati dari arah kanan belakang. Setelah itu, Su-27 mulai membuang bahan bakar. Menurut Pentagon, ini salah satu manuver ekstrem pada jet tempur (Kompas, 17/3/2023).
Ini merupakan konfrontasi langsung pertama antara AS dan Rusia. Pejabat militer kedua negara telah berkomunikasi untuk meredakan ketegangan akibat insiden tersebut.
Penghargaan
Pada saat yang bersamaan dengan dimulainya kembali misi pengintaian AS di Laut Hitam, Rusia memberikan penghargaan bagi pilot Su-27 yang terlibat dalam konfrontasi berbahaya dengan drone AS. Langkah ini dinilai sebagai sikap Rusia yang lebih agresif terhadap penerbangan pengintaian AS.
Menteri Pertahanan Rusia Sergei Shoigu, Jumat, memuji para pilot jet tempur itu karena mencegah drone AS terbang ke zona larangan terbang yang ditetapkan Moskwa. Kemenhan Rusia menekankan, larangan itu sesuai dengan aturan internasional.
Dmiitry Medvedev, Wakil Ketua Dewan Keamanan Rusia, mengatakan, ”Sederhananya, Amerika menjadi terlalu kasar dan kita seharusnya tidak perlu sopan terhadap mereka.”
Analis politik Rusia, Sergei Markov, menyebut, penghargaan untuk para pilot itu merupakan isyarat jelas bahwa Rusia akan terus menenggelamkan drone milik AS. ”Keputusan itu bakal mendapat dukungan kuat dari masyarakat Rusia yang ingin pemerintah memperkeras kebijakannya,” ujarnya.
Moskwa berulang kali menyuarakan keprihatinan atas penerbangan intelijen AS di dekat Semenanjung Crimea. Wilayah itu direbut dari Ukraina dan dianeksasi Rusia pada 2014. Tindakan itu mendapat kecaman keras komunitas internasional.
Kremlin juga menuding AS dan para sekutunya terlibat semakin jauh dalam perang Ukraina-Rusia dengan menyediakan persenjataan dan membagikan informasi intelijen bagi Ukraina. Sejumlah pejabat Rusia juga menuding penerbangan pengintaian AS di Laut Hitam itu membantu mereka mengumpulkan data intelijen yang memungkinan Ukraina menyerang balik Rusia. (AP/REUTERS)