Cravat, "Mbahnya" Tentara Bayaran
Tentara bayaran adalah bagian integral dalam sejarah perang di Eropa. Salah satu resimen yang dikenal memiliki sejarah panjang adalah pasukan Kroasia.
Perang di Ukraina kembali mengungkap fakta keberadaan tentara bayaran dalam perang di Eropa. Sejak era Yunani kuno, Eropa nyaris tidak pernah berhenti menggunakan dan menyediakan tentara bayaran. Warisan dan sejarah tentara bayaran amat banyak, sebagian masih digunakan di masa kini.
Di antara resimen-resimen tentara bayaran Eropa, sebagian beranggota orang-orang Eurasia dan Eropa Tengah. Orang Hun dan bangsa-bangsa Slavik kerap dijadikan tentara bayaran oleh berbagai negara selama puluhan abad.
Kekaisaran Romawi, barat dan timur, pernah menggunakan laskar Hun. Kerajaan-kerajaan Eropa dan Turki bergantian menggunakan pasukan bangsa-bangsa Slavik. Di antara pasukan bangsa Slavik yang dikenal adalah resimen yang kini dikenal sebagai Crabat atau Cravat.
Baca juga Tenaga Alih Daya di Medan Laga, Bisnis Menggiurkan di Tengah Konflik
Sebelum masa pandemi Covid-19, pada musim semi hingga musim gugur, ada pawai orang-orang yang berbusana seperti pasukan Crabat di Zagreb. Secara resmi dibubarkan sebagai unit militer lebih dari seabad lalu, Crabat memang kini dilestarikan sebagai salah satu atraksi wisata di ibu kota Kroasia itu.
Setiap akhir pekan dari April sampai Oktober, sejumlah orang memeragakan proses pergantian regu jaga di antara kompi Cravat. Selain akhir pekan, pada hari tertentu sepanjang April-Oktober, ada juga atraksi oleh Cravat yang disebut sebagai pengawal kehormatan Zagreb. Badan Promosi Pariwisata Zagreb memulai pertunjukkan itu sejak 2010.
Mereka tetap memakai nama yang dikenal kala pasukan asli mengabdi di perang berabad lalu. Nama resimen itu memang mirip dengan istilah Perancis untuk salah satu jenis kain penghias leher.
Kesuksesan di “Perang 30 Tahun” membuat resimen yang terdiri dari orang-orang Kroasia itu diberi kesempatan menemui penguasa Perancis, Raja Louis XIV. Bukan hanya reputasinya, kain di leher pasukan itu menarik perhatian Raja Louis XIV.
Ayah Louis XIV, Raja Louis XIII, memopulerkan penggunaan wig di antara pria Eropa pada abad 17. Louis XIV memilih mempopulerkan kain penghias leher sebagai salah satu tren busana Eropa. Evolusi ratusan tahun membuat Cravate kini dikenal sebagai dasi.
Sebelum terlibat di “Perang 30 Tahun”, orang-orang Kroasia punya berbagai sejarah menjadi pasukan bayaran. Di abab 9, orang-orang pesisir Kroasia menjadi pasukan bayaran Italia di Laut Adriatik.
Baca juga Pasukan Wagner Menuju Zaporizhia
Peran mereka mirip corsair atau bajak laut mendapat pengesahan dari raja Inggris untuk merampas milik orang lain. Serupa pula dengan Orang Suku Laut yang menjadi pengumpul pajak bagi Kerajaan Sriwijaya dan Melayu di sekitar Selat Malaka.
Bukan hanya di laut, orang Kroasia juga menjadi pasukan bayaran di darat. Bersama berbagai orang dari wilayah lain yang tergolong sebagai ras Slavik, sebagian orang Kroasia menjadi Condottiero. Sebutan itu diberikan kepada orang-orang yang dibayar penguasa kota kaya di Italia untuk menjadi pasukan.
Kata Condottiero berakar dari Condotta atau kontrak. Regu-regu Condottiero disebut sebagai salah satu kelompok tentara bayaran dengan keberlangsungan paling panjang. Dari abad 11 hingga 19, Condottiero bekerja dalam berbagai kelompok untuk beragam tuan.
Tidak hanya di Condottiero, orang-orang pesisir Kroasia juga pernah bergabung dengan Stratioti. Bersama orang-orang Balkan, orang pesisir Kroasia di Stratioti dianggap sebagai perintis taktik perang oleh regu infantri ringan pada abad pertengahan. Mereka antara lain bekerja untuk Venesia, negara kota yang kaya dari perdagangan rempah dengan Asia.
Jauh sebelum Condottiero dan Stratioti terbentuk, orang Kroasia juga berperang bagi Romawi Timur. Imbalannya : Kroasia menjadi wilayah swatantra yang dibawahkan kerajaan Romawi Timur dan Kerajaan Romawi Barat. Status sebagai wilayah swatantra yang dipimpin raja muda dipegang Kroasia selama ratusan tahun.
Dalam perjalanannya, status Kroasia sebagai swatantra berada di bawah Hungaria, Pada periode ini, Kroasia mulai berperang melawan Utsmani. Sebagian besar sejarawan berpendapat perang itu berlangsung pada 1493-1593.
Bersama orang-orang Balkan, orang pesisir Kroasia di Stratioti dianggap sebagai perintis taktik perang oleh regu infantri ringan pada abad pertengahan.
Sementara sebagian sejarawan Kroasia berpendapat perang dengan Utsmani dimulai pada pertengahan abad 15. Ada pula yang memakai Perang Nicopolis 1396 sebagai titik awal perang Utsmani-Kroasia.
Meski dideklarasikan oleh Raja Hungaria, Sigismund, perang itu melibatkan Kroasia. Sebab, Hungaria-Kroasia menjalin aliansi sejak 1102 dan baru bubar di abad 20.
Oleh karena itu, perang melawan Utsmani kadang dikenang sebagai “Dua Abad Kesedihan”. Penyair Kroasia, Pavao Ritter Vitezović, menyebutnya sebagai plorantis Croatiae saecula duo carmine descripta.
Meski disebut perang Kroasia-Utsmani, pasukan Kroasia tidak berperang dengan bendera sendiri. Mereka dibawahkan panglima dari negara-negara lain. Berlangsung hampir 200 tahun, perang Utsmani-Krosia adalah bagian dari kampanye perluasan wilayah Utsmani ke teritori Romawi. Raja-raja di sekitar Romawi menganggap perang dengan Ustmani sebagai kelanjutan perang salib.
Meski kalah, Kroasia mendapat pelajaran berharga dari perang itu. Mereka terbiasa membentuk regu-regu infantri ringan dan mampu bergerak cepat untuk menyerang pasukan besar. Kemahiran mereka menarik perhatian Raja dan pangeran Eropa dalam perang 30 tahun. Di perang itu mulai dikenal istilah Resimen Cravat.
Baca juga Perang Pertama Gelenna
Eropa, perang, dan pasukan bayaran memang sulit dipisahkan. Pada abad lima, Romawi menggunakan jasa orang-orang Hun. Pada abad 9, Kerajaan-kerajaan di Inggris menggunakan jasa orang Skandinavia untuk melawan serbuan pasukan Viking.
Sementara di perang 116 tahun atau lebih dikenal sebagai Perang 100 Tahun, Perancis dan Inggris juga memakai tentara bayaran. Hanya saja, tidak ada catatan spesifik keterlibatan orang-orang Kroasia di Perang 100 Tahun. Perang itu justru mencatat kehadiran regu yang dikenal sebagai Kompi Bebas dan Routiers.
Selepas perang itu, ada kelompok lain yang punya reputasi bagus sebagai tentara bayaran. Tentara itu dikenal sebagai Garda Swiss yang kini menjadi pasukan di Vatikan. Sejak abad 15, Garda Swiss memang dibayar Kepausan untuk menjaga wilayahnya.
Penggunaan luas pasukan bayaran menjadi salah satu penyebab Niccolo Machiavelli mengkritiknya lewat buku Il Principe atau Sang Pangeran. Di buku yang kerap dianggap mengajarkan kelicikan berpolitik itu, Machiavelli menyebut tidak ada aspek positif dari tentara bayaran.
Tentara bayaran yang kalah adalah serdadu yang kurang terampil. Sementara mereka yang menang adalah serdadu yang berbahaya dan bisa mengancam penyewanya.
Meski sudah ratusan tahun lalu diingatkan Machiavelli, pasukan bayaran tetap beroperasi sampai sekarang. Datang dari berbagai negara, sebagian dari mereka kini sedang berperang di Ukraina. (AFP/REUTERS/RAZ)