AUKUS Lanjutkan Pembahasan Kapal Selam Nuklir untuk Australia
Transfer teknologi kapal selam berpropulsi nuklir Amerika Serikat tidak akan mudah. Selain masalah pergeseran personel, aturan yang melingkupinya juga bisa menjadi batu sandungan.
Oleh
MAHDI MUHAMMAD
·4 menit baca
WASHINGTON, MINGGU — Perdana Menteri Inggris Rishi Sunak, Minggu (12/3/2023), direncanakan terbang ke Washington untuk bertemu dengan Presiden Amerika Serikat Joe Biden dan Perdana Menteri Australia Antony Albanese. Ketiganya akan membicarakan rincian substansi kerja sama pengembangan kapal selam berpropulsi nuklir yang akan dibeli Australia. Akan tetapi, rencana itu kemungkinan akan terhambat klausul transfer teknologi nuklir ke negara non-nuklir serta pergeseran personel di Gedung Putih.
”Saya melawat ke Amerika Serikat untuk meluncurkan tahap berikutnya dari program kapal selam bertenaga nuklir AUKUS, proyek yang mengikat hubungan dengan sekutu terdekat kita dan memberikan keamanan, teknologi baru, dan keuntungan ekonomi di dalam negeri,” kata Sunak, Sabtu (11/3/2023).
Di bawah kerja sama militer tiga negara, yaitu Australia, Inggris, dan AS (AUKUS), Australia dikabarkan akan membeli setidaknya lima kapal selam berpropulsi nuklir dari Inggris dan AS. Selain kelima kapal selam kelas Virginia yang akan dibeli dari AS, Australia juga akan membeli kapal selam bertenaga nuklir dari Inggris jenis SSNR untuk menggantikan armada Astute yang purnatugas (Kompas.id, 10 Maret 2023).
Pembelian dan pengembangan bersama teknologi kapal selam berpropulsi nuklir oleh Australia dari AS dan Inggris mengharuskan kedua negara tersebut berbagi teknologi nuklir dengan Australia. Sejak Perang Dunia II, Inggris adalah satu-satunya negara yang berbagi teknologi nuklir dengan AS. Aliansi militer AUKUS, yang memberi kemungkinan Australia bisa mendapatkan teknologi nuklir dari AS dan Inggris, adalah perubahan kebijakan yang besar.
Perubahan kebijakan, terutama transfer teknologi kapal selam berpropulsi nuklir, dipandang menjadi lebih tertangani ketika James Miller tetap menjabat sebagai Koordinator AUKUS untuk Pemerintah AS. Namun, dikutip dari laman Foreign Policy, Miller akan meninggalkan jabatannya seusai pertemuan trilateral Biden-Sunak-Albanese pekan ini.
Miller adalah otak di balik konsep AUKUS. Ia juga pernah menjabat sebagai Wakil Menteri Pertahanan AS 2009-2012. Dikutip dari Foreign Policy, empat pejabat di lingkungan Gedung Putih yang mengetahui rencana kepergian Miller mengatakan, ia pergi di tengah para kepala negara AKUS melanjutkan fase kedua perjanjian. Ini mencakup fokus pada kerja sama pengembangan rudal hipersonik, komputasi kuantum, kecerdasan buatan, dan kerja sama keamanan siber.
Menurut beberapa pejabat Pemerintah AS, peran Miller sangat besar karena masalah transfer teknologi kapal selam berpropulsi nuklir harus melalui labirin birokrasi yang rumit, terlebih karena melibatkan negara non-nuklir. Transfer teknologi ke negara non-nuklir, sebut para pejabat itu, sangat sensitif. Banyak yang berpendapat bahwa transfer teknologi ini telah melanggar rezim proliferasi nuklir global.
Indonesia, dalam Konferensi Kajian Para Pihak Perjanjian Non-Proliferasi Senjata Nuklir, Agustus 2022, mengusulkan agar kapal selam bertenaga nuklir diatur dalam Traktat Non-Proliferasi Senjata Nuklir (NPT). Indonesia memandang ada pro-kontra soal perkembangan kapal selam nuklir. Sebagian pihak memandang ada pelanggaran NPT dalam pengalihan teknologi pembuatan dan pengoperasian kapal selam nuklir ke negara yang belum mempunyai kapal selam nuklir.
Selain itu, ada kekhawatiran bahwa material nuklir untuk bahan bakar kapal selam dialihkan menjadi senjata. Soal kebocoran material nuklir dalam kecelakaan atau insiden lain juga menjadi kekhawatiran.
Tri Haryat, Direktur Kerja Sama Multilateral Kementerian Luar Negeri, saat itu mengatakan, usulan Indonesia memberikan jalan tengah di antara pihak pendukung dan penentang pengembangan kapal selam bertenaga nuklir. ”Tujuan utama usulan ini ialah untuk mengisi kekosongan aturan hukum internasional terkait kapal selam bertenaga nuklir, membangun kesadaran atas potensi risikonya, serta upaya menyelamatkan nyawa manusia dan kemanusiaan,” ujarnya (Kompas.id, 1 Agustus 2022).
Selain mendorong pengaturan kapal selam nuklir dalam traktat NPT, Indonesia juga terus mendorong para pihak untuk patuh soal zona bebas nuklir. Menteri Luar Negeri Retno Marsudi dalam Konferensi Perlucutan Senjata akhir Februari lalu mengatakan, sebagai Ketua ASEAN 2023, Indonesia akan terus berupaya memajukan zona bebas senjata nuklir di Asia Tenggara melalui penandatanganan protokol Traktat Kawasan Bebas Senjata Nuklir di Asia Tenggara oleh negara-negara pemilik senjata nuklir.
Perubahan aturan
Di bawah aturan Pengiriman Senjata Internasional yang mengatur secara ketat transfer teknologi persenjataan, khususnya teknologi nuklir, yang menjadi kekhawatiran banyak pihak bahwa perjanjian ini akan menghadapi tantangan. Duta Besar Australia untuk AS Arthur Sinodinos, dalam diskusi dengan CSIS di Washington, tidak menyebut AS akan membuat pengecualian bagi Australia dalam soal transfer teknologi nuklir itu. Dia menyebut, Pemerintah AS telah melakukan banyak pekerjaan untuk transfer yang teknologi yang lancar ke Australia.
”Pekerjaan itu sedang berlangsung. Itu belum selesai. Akan tetapi, dibandingkan dengan enam bulan lalu, pekerjaan itu sedang diselesaikan. Kami telah meyakinkan orang Amerika dan menunjukkan kepada mereka perlindungan informasi yang kami ambil untuk memastikan mereka paham bahwa teknologi mereka aman terkait kebocoran kepada pihak ketiga dan lainnya. Jadi, kami menuju ke sana,” katanya.
Sinodinos tidak merinci apakah ada amendemen aturan soal transfer teknologi dari AS ke Australia, termasuk apakah ada penolakan dari DPR AS atau Kongres. Akan tetapi, dia menyatakan, AS siap berbagi ilmu dan teknologi yang sangat penting dan rahasia dengan Australia. Hal itu, menurut dia, sudah dipahami setiap lapisan di dalam pemerintahan AS.
Charle Edel, analis di CSIS Washington, dikutip dari The New York Times, mengatakan, dalam arti sempit, AUKUS hanyalah masalah bisnis dalam bidang pertahanan dan keamanan. ”Tetapi signifikansinya yang lebih luas terletak pada niat untuk mendorong inovasi teknologi, menumbuhkan kapasitas industri, dan memperdalam koordinasi strategis antara AS, Australia, dan Inggris. Pada akhirnya, konvergensi strategis, dan bukan kapal selam, adalah kisah besar di balik AUKUS,” katanya. (REUTERS)