Bank Silicon Valley Gagal Bayar, Pekerja Industri Teknologi Tak Terima Gaji
Bank Silicon Valley kehabisan simpanan setelah banyak deposan yang menarik uangnya. Bank Sentral AS menutup operasional bank ini. Ribuan pekerja di perusahaan rintisan teknologi yang belum menerima gaji.
NEW YORK, SABTU — Silicon Valley Bank, yang fokus memberikan pinjaman untuk perusahaan-perusahaan startup atau rintisan sejak 1980-an, kehabisan dana simpanan sehingga bank berukuran menengah ini tidak bisa dipertahankan untuk tetap bertahan sendiri. Situasi Silicon Valley Bank ini mengguncang pasar global serta menyebabkan simpanan dan aset miliaran dollar AS milik perusahaan dan investor telantar.
Ini kegagalan bank terbesar di Amerika Serikat sejak krisis keuangan, 10 tahun lalu. Regulator perbankan Amerika Serikat buru-buru menyita aset Silicon Valley Bank, Jumat (10/3/2023).
Silicon Valley Bank, bank terbesar ke-16 di AS, mengalami kegagalan setelah para deposan yang mayoritas pekerja perusahaan teknologi dan perusahaan dengan dukungan modal ventura, mulai menarik uang mereka karena khawatir dengan kondisi bank itu.
Baca juga: ”Start Up” Indonesia Kini Punya Akses ke Silicon Valley.
Kasus Silicon Valley Bank (SVB) dikhawatirkan akan menular ke bank-bank lainnya seperti situasi kacau yang terjadi pada bulan-bulan menjelang krisis 10 tahun lalu. Bank-bank yang besar sebenarnya memiliki modal yang cukup untuk menghindari situasi serupa, tetapi tekanan pada SVB sepanjang minggu ini sangat kuat.
Kegagalan SVB datang sangat cepat. Jajaran eksekutif SVB sedang mencari cara untuk meningkatkan modal atau mencari investor tambahan di perusahaan. Namun, perdagangan saham SVB telah dihentikan sebelum pasar saham dibuka karena volatitas yang ekstrim.
Federal Deposit Insurance Corporation (FDIC) atau lembaga penjamin pemerintah untuk perbankan kemudian mengumumkan penutupan SVB. FDIC tidak menunggu hingga penutupan pasar untuk menyita bank, seperti yang biasanya dilakukan pada penutupan lembaga keuangan. FDIC tidak dapat segera menemukan pembeli aset bank sehingga ini menunjukkan betapa cepatnya deposan telah menguangkan simpanannya.
SVB memiliki aset sebesar 209 miliar dollar AS dan deposito 175,4 miliar dollar AS pada saat dinyatakan gagal. Tidak jelas berapa banyak simpanan yang jumlahnya berada di atas batas asuransi, yakni 250.000 dollar AS. Namun, pada laporan sebelumnya disebutkan sebagian besar simpanan SVB berada di atas batasan itu.
Sebelumnya, Kamis, SVB mengumumkan rencana untuk mengumpulkan 1,75 miliar dollar AS untuk memperkuat posisi modalnya di tengah kekhawatiran tentang suku bunga yang lebih tinggi dan ekonomi. Saham Grup Finansial SVB anjlok 60 persen pada hari Kamis dan anjlok lebih rendah lagi pada Jumat.
SVB bukan bank yang kecil karena memiliki aset 210 miliar dollar AS. Ia menjadi pemberi bantuan keuangan utama bagi perusahaan-perusahaan yang didukung modal ventura yang selama 18 bulan terakhir terpukul menyusul langkah Bank Sentral AS menaikkan suku bunga. Dalam kondisi seperti itu, aset teknologi berisiko menjadi kurang menarik bagi investor.
Baca juga: Ledakan Mirip Lehman Brothers Mengintai Inggris
Dalam pernyataan tertulisnya, FDIC menyebutkan kantor utama dan semua cabang SVB akan dibuka kembali pada 13 Maret mendatang. Disebutkan pula, semua deposan yang diasuransikan akan memiliki akses penuh ke simpanan yang diasuransikan paling lambat, Senin pagi. FDIC juga menyebutkan 89 persen dari simpanan bank senilai 175 miliar dollar AS tidak diasuransikan pada akhir tahun 2022 sehingga nasibnya masih belum jelas.
Perusahaan-perusahaan teknologi, seperti pembuat gim video, Roblox Corp, dan pembuat perangkat streaming, Roku Inc, memiliki simpanan hingga ratusan juta dollar AS di bank tersebut. Roku menyebutkan, sebagian besar simpanannya di SVB tidak diasuransikan dan sahamnya turun 10 persen.
Para pekerja teknologi yang gajinya bergantung pada bank juga khawatir dengan nasib gaji mereka. Mereka pun mendatangi kantor-kantor SVB. Kantor cabang SVB di San Francisco, AS, memasang catatan di pintu mereka yang memberitahukan pada klien untuk menghubungi nomor telepon bebas pulsa.
Dean Nelson, CEO Cato Digital, sedang mengantre di luar kantor pusat SVB Santa Clara, berharap mendapat jawaban. Ia khawatir dengan kemampuan perusahaan membayar gaji karyawan dan menutupi pengeluaran.
”Akses ke uang tunai ini masalah terbesar bagi sebagian besar perusahaan di sini. Jika Anda seorang pemula, uang tunai adalah raja,” ujarnya.
Baca juga : Mengapa Banyak Perusahaan Teknologi PHK Karyawan?
Ketika dihubungi untuk dimintai konfirmasinya, SVB tidak menanggapi. FDIC menyatakan akan berusaha untuk menjual aset SVB dan pembayaran dividen di masa depan dapat dilakukan kepada deposan yang tidak diasuransikan. Kasus SVB ini mengguncang komunitas startup yang selama ini menganggap pemberi pinjaman sebagai sumber modal yang dapat diandalkan.
Masalah yang terjadi di SVB ini menunjukkan bagaimana kampanye Bank Sentral AS dan bank sentral lainnya untuk melawan inflasi dengan mengakhiri era uang murah memperlihatkan kerentanan di pasar. Kekhawatiran ini melanda sektor perbankan. Bank-bank AS telah kehilangan lebih dari 100 miliar dollar AS nilai pasar saham selama dua hari terakhir, Sedangkan bank-bank Eropa kehilangan sekitar 50 miliar dollar AS nilai lainnya.
Peringatan
Gedung Putih menyatakan memiliki keyakinan dan kepercayaan pada regulator keuangan AS. Cecilia Rouse, yang mengepalai Dewan Penasihat Ekonomi, menegaskan sistem perbankan AS kini secara fundamental sudah lebih kuat ketimbang saat krisis keuangan pada 2008.
Namun, analis di Bankrate, Matthew Goldberg, tetap mengingatkan kasus kegagalan bank yang pertama sejak 2020 ini menjadi peringatan keras. Asal-usul keruntuhan SVB terletak pada suku bunga yang meningkat. Suku bunga yang lebih tinggi menyebabkan pasar untuk penawaran umum perdana ditutup untuk banyak startup dan membuat penggalangan dana pribadi lebih mahal sehingga beberapa klien SVB mulai menarik uang.
Ketua Dewan Bank Sentral AS Jerome Powell berbicara selama konferensi pers di Washington DC, pada 27 Juli 2022. Bank Sentral pada 27 Juli lalu kembali menaikkan suku bunga acuan sebesar tiga perempat poin persentase.
Untuk mendanai penebusan, SVB pada Rabu lalu menjual portofolio obligasi senilai 21 miliar dollar AS yang sebagian besar terdiri dari Departemen Keuangan AS. SVB mengatakan akan menjual 2,25 miliar dollar AS ekuitas umum dan saham preferensi konversi untuk mengisi kekuarangan pendanaannya. Sahamnya runtuh dan deposan mulai panik. SVB bergegas meyakinkan klien modal ventura bahwa uang mereka aman.
Pada hari Jumat, jatuhnya harga saham membuat peningkatan modalnya tidak dapat dipertahankan dan sumber mengatakan bank tersebut mencoba untuk melihat opsi lain, termasuk penjualan, sampai akhirnya regulator turun tangan dan menutup bank tersebut.
Baca juga: PHK dan Gaya Hidup Para CEO Perusahaan Teknologi
Setelah pengumuman FDIC, karyawan menerima e-mail dari perusahaan yang mengatakan mereka akan dihubungi oleh pejabat tentang pekerjaan dan kompensasi. Tetapi hingga Jumat malam, belum ada komunikasi lebih lanjut dari perusahaan atau FDIC. Lembaga yang diasuransikan FDIC terakhir yang ditutup adalah Almena State Bank di Kansas pada 23 Oktober 2020.
Sesuai dengan namanya, SVB merupakan penyedia keuangan utama bagi perusahaan-perusahaan teknologi, perusahaan rintisan, dan pekerja teknologi. SVB didirikan pada 1983 oleh salah satu pendiri Bill Biggerstaff dan Robert Medearis. Bank itu memanfaatkan akar Silicon Valley untuk menjadi landasan keuangan dalam industri teknologi.
Tidak ada yang menduga masalah seperti ini akan terjadi. Bill Tyler, CEO TWG Supply di Grapevine, Texas, mengaku pertama kali menyadari ada sesuatu yang salah ketika ada karyawannya yang mengirimkan pesan layanan singkat (SMS) kepadanya pada Jumat pukul 6.30 dan mengeluhkan mereka belum menerima gaji.
TWG, yang hanya memiliki 18 karyawan, telah mengirimkan uang untuk gaji ke penyedia layanan penggajian yang menggunakan SVB. Tyler berusaha keras mencari cara untuk membayar pekerjanya. ”Kami menunggu sekitar 27.000 dollar AS,” ujarnya.
Ikatan SVB dengan sektor teknologi juga menambah persoalannya. Saham teknologi telah terpukul keras dalam 18 bulan terakhir setelah lonjakan pertumbuhan selama pandemi dan PHK telah menyebar ke seluruh industri. Pendanaan modal ventura juga menurun.
Pada saat yang sama, bank terpukul keras oleh perjuangan Bank Sentral AS untuk melawan inflasi dan serangkaian kenaikan suku bunga yang agresif untuk mendinginkan perekonomian. Ketika Bank Sentral menaikkan suku bunga acuannya, nilai obligasi yang umumnya stabil mulai turun. Itu biasanya bukan masalah, tetapi ketika deposan menjadi cemas dan mulai menarik uang mereka, bank terkadang harus menjual obligasi tersebut sebelum jatuh tempo untuk menutupi eksodus. Itulah yang terjadi pada SVB.
Baca juga: Mengapa Saham Perusahaan Teknologi Bertumbangan?
Pada tahun 2007, krisis keuangan terbesar sejak Depresi Hebat bergejolak di seluruh dunia setelah sekuritas yang didukung hipotek yang terkait dengan pinjaman perumahan yang keliru jatuh nilainya. Kepanikan di Wall Street menyebabkan runtuhnya Lehman Brothers, sebuah perusahaan yang didirikan pada 1847. Karena bank-bank besar memiliki hubungan yang luas satu sama lain, krisis tersebut menyebabkan kerusakan yang semakin parah dalam sistem keuangan global, membuat jutaan orang kehilangan pekerjaan. (REUTERS/AP)