Muncul Seruan Evaluasi Tatanan Global pada Pertemuan Menlu G20 di India
Tata kelola global dinilai gagal menjalankan mandatnya. Perang, krisis finansial, pandemi, hingga perubahan iklim telah menunjukkan kegagalan kerja sama global untuk kepentingan bersama.
Oleh
KRIS MADA
·4 menit baca
AP/POOL/OLIVIER DOULIERY
Menteri Luar Negeri India Subrahmanyam Jaishankar (tengah) menyampaikan paparannya pada pertemuan para menteri luar negeri negara-negara anggota G20 di New Delhi, India, Kamis (2/3/2023).
NEW DELHI, KAMIS — Pertemuan Menteri Luar Negeri negara-negara anggota G20 di New Delhi, India, Kamis (2/3/2023), menjadi ajang untuk menyerukan evaluasi tatanan global. Tatanan sekarang dinilai menjadi salah satu sumber masalah global.
Menteri Luar Negeri India Subrahmanyam Jaishankar menyampaikan, arsitektur global saat ini tidak mencerminkan realitas politik, ekonomi, hingga demografi masa kini. Sejak 2005, sudah ada desakan untuk mengubah tatanan global. Namun, sampai sekarang tidak ada perubahan.
”Semakin lama kita menunda ini, semakin dalam kredibilitas multilateralisme tergerus. Proses pembuatan keputusan global harus didemokratisasi jika ingin bertahan di masa depan,” kata Jaishankar.
Masa depan multilateralisme akan bergantung pada upaya bersama untuk menguatkannya di dunia yang sedang berubah. Kini, dunia sedang menghadapi krisis pangan dan energi. Meski dipicu faktor-faktor yang sedang berlangsung, solusi atas krisis itu perlu diletakkan dalam kerangka jangka panjang. ”Pengembangan kerja sama adalah bagian dari solusi lebih besar yang ingin dicapai dalam pertemuan ini,” ujar Jaishankar.
Dalam pertemuan itu, Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi, antara lain, fokus pada isu keadilan dan kolaborasi inklusif. Isu keadilan diangkat Retno untuk menyoroti masalah Palestina. Sebagian negara dinilai telah abai dan mengadopsi standar ganda terhadap masalah kemanusiaan di Palestina.
”Pada saat pembukaan Pertemuan Dewan HAM di Geneva beberapa hari lalu, tidak ada satu pun pembicara menyinggung masalah Palestina,” ujar Retno dalam pernyataan yang dirilis Kementerian Luar Negeri RI. Sebelum menghadiri pertemuan menlu G20 di New Delhi, Retno menghadiri sidang Dewan HAM PBB di Geneva, Swiss, 27-28 Februari 2023.
KEMENTERIAN LUAR NEGERI RI
Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi (kiri) memaparkan pandangan Indonesia dalam pertemuan menteri luar negeri negara-negara anggota G20, Kamis (2/3/2023), di New Delhi, India. Indonesia menekankan pentingnya kerja sama dan penghormatan pada hukum internasional. Arsitektur keamanan kawasan yang inklusif juga diperlukan untuk kestabilan dan kemakmuran bersama.
Dalam pertemuan menlu G20, Retno juga menyebut, perlu arsitektur keamanan inklusif untuk mewujudkan kedamaian, kestabilan, dan kemakmuran. Tanpa arsitektur keamanan inklusif, dunia menghadapi dampak, salah satunya berupa perang di Ukraina. ”Jika perang di Ukraina terus berlanjut, situasi global akan makin memburuk,” katanya.
Indonesia tidak ingin kondisi di Ukraina itu terjadi di kawasan lain. Karena itu, di kawasan Indo-Pasifik, Indonesia berusaha mendorong multilateralisme dan pembangunan arsitektur keamanan kawasan inklusif. Indonesia juga menekankan pentingnya penghormatan pada hukum internasional.
Krisis multilateralisme
Dalam pidato sambutan pada pertemuan menlu G20, Perdana Menteri India Narendra Modi mengatakan, multilateralisme sedang krisis. Tata kelola global buatan selepas Perang Dunia II telah gagal menjalankan mandatnya. Tatanan global saat ini dirancang untuk mendorong kerja sama demi kepentingan bersama. Pencegahan perang karena persaingan kekuatan besar juga menjadi tujuan perancangan tatanan saat ini.
Namun, perang di Ukraina jelas menunjukkan tujuan tersebut gagal diraih. Meski terus disangkal oleh beberapa kalangan, persaingan negara-negara besar ikut menyebabkan perang di Ukraina dan ketegangan di sekitar Taiwan.
AFP
Perdana Menteri India Narendra Modi (kanan) menyambut kedatangan PM Italia Giorgia Meloni menjelang pertemuan keduanya di Gedung Hyderabad, New Delhi, India, Kamis (2/3/2023).
Krisis finansial, pandemi, hingga perubahan iklim juga menunjukkan kegagalan kerja sama global untuk kepentingan bersama itu. Pada awal pandemi Covid-19, misalnya, negara-negara saling menyalahkan dan memblokir pasokan masker, obat, dan vaksin.
Modi mengatakan, dampak terbesar kegagalan itu ditanggung oleh negara-negara berkembang. Negara-negara berkembang, antara lain, juga menanggung dampak terbesar perubahan iklim yang terutama dipicu oleh negara-negara maju. Negara-negara berkembang kini juga sedang direpotkan krisis pangan dan energi. Pada saat yang sama, negara-negara berkembang juga dihadapkan pada masalah tumpukan utang.
Pupuk dan perang
Dalam pertemuan itu, Retno dan Jaishankar sama-sama menyoroti krisis pasokan pupuk. Krisis pangan, menurut Retno, akan membesar jika gangguan pasokan pupuk tidak diatasi. Salah satu penyebab gangguan itu adalah perang di Ukraina. Karena itu, Indonesia terus mendorong penyelesaian perang Ukraina.
Jaishankar mengatakan, mencari solusi pasokan pangan, pupuk, dan energi menjadi agenda pertemuan para menlu. Penyelesaian masalah itu akan menjadi persoalan penting, terutama bagi negara berkembang.
KEMENTERIAN LUAR NEGERI RI
Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi tengah berbincang dengan mitranya, Menlu India Subrahmanyam Jaishankar (kedua dari kanan), menjelang pembukaan pertemuan Menteri Luar Negeri (FMM) G20 di New Delhi, India, Kamis (2/3/2023).
”Ini masalah utama ekonomi global. Kami mendesak masalah ini dijadikan inti dalam setiap proses pembuatan kebijakan. Selaras dengan itu, dunia juga harus mengupayakan rantai pasok yang lebih andal dan tahan. Pengalaman mutakhir menunjukkan ada risiko jika terlalu bergantung pada kawasan tertentu,” ujar Jaishankar.
Modi dan Jaishankar terus menolak secara spesifik menyebut negara tertentu. Padahal, pidato mereka menyasar Rusia dan Ukraina sebagai pemasok besar pangan, pupuk, dan energi. Pidato mereka juga menyasar China yang, sebelum masa pandemi, menjadi andalan produsen sejumlah negara untuk membuat aneka produk.
Adapun Menlu Amerika Serikat Antony Blinken kembali memanfaatkan G20 sebagai ajang menekan Rusia. Ia menyebut pertemuan di India dikacaukan oleh serangan Rusia ke Ukraina.
Pertemuan di India seharusnya mendesak Rusia segera mengakhiri serangan ke Ukraina. Pengakhiran perang itu penting untuk kedamaian global dan kestabilan ekonomi.
”Kami tetap fokus pada tantangan global sembari tetap mendukung Ukraina,” ujar Blinken.
AP/POOL/OLIVIER DOULIERY
Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi (kiri) dan Menlu AS Antony Blinken berjalan menuju ruangan untuk pertemuan bilateral di sela pertemuan para menlu negara-negara anggota G20 di New Delhi, India, Kamis (2/3/2023).
Modi mengatakan, perbedaan pandangan tidak mungkin dielakkan dalam pertemuan di India. Dinamika geopolitik pasti berpengaruh pada pertemuan para menlu itu. ”Kita punya pandangan masing-masing soal bagaimana cara menyelesaikan ketegangan ini,” ujarnya.
G20 berperan penting untuk mencari keseimbangan atas dinamika saat ini. ”Keseimbangan ini bisa tercapai jika kita bekerja sama,” kata Modi.
Jaishankar juga mengakui, perbedaan tajam tidak terelakkan. ”Walakin, kita harus menemukan kesamaan kepentingan dan menemukan panduan. Dunia mengharapkan hal itu dari kita. G20 harus sensitif untuk memprioritaskan isu yang menjadi perhatian pada mitra kita, khususnya yang paling rentan,” ujarnya.
Adapun Retno mengatakan, semangat kerja sama masih ada dan terus dibuktikan beberapa waktu terakhir. Semangat itu harus menjadi katalis untuk pemulihan bersama dari dampak pandemi. Semangat itu pula perlu dijadikan dasar untuk mencari penyelesaian perang di Ukraina. (AFP/REUTERS)