Indonesia Serukan Penguatan Arsitektur Perlucutan Senjata Nuklir
Indonesia tidak melihat ada perkembangan signifikan dalam perlucutan senjata nuklir dan senjata pemusnah massal dalam 25 tahun terakhir. Dorongan politik diperlukan untuk menciptakan dunia yang bebas senjata nuklir.
Oleh
MAHDI MUHAMMAD
·4 menit baca
GENEVA, RABU — Pemerintah Indonesia kembali menyerukan adanya kemauan politik negara-negara pemilik senjata nuklir untuk mengurangi kepemilikan hulu ledak nuklirnya. Tidak hanya itu, jaminan negara nuklir tidak menggunakan persenjataan yang dimiliki untuk menyerang negara non-nuklir hingga pembentukan kawasan bebas nuklir juga harus diakomodasi.
Menteri Luar Negeri Retno Marsudi menjelaskan keinginan Indonesia itu seusai menghadiri Konferensi Perlucutan Senjata yang berlangsung di Geneva, Swiss, Selasa (28/2/2023) waktu setempat atau Rabu (1/3/2023) waktu Indonesia.
Retno mengatakan, dalam konferensi itu, Indonesia menilai, lebih dari seperempat abad upaya global untuk melucuti senjata nuklir tidak menghasilkan kemajuan. Konferensi yang digelar khusus untuk mendorong percepatan perlucutan senjata tidak membawa hasil yang berarti guna memastikan dunia bebas dari senjata nuklir.
Kini, dunia tengah mengalami gejolak keamanan yang kompleks, ditambah lagi masih tersisanya mentalitas Perang Dingin. Harapan adanya perlucutan senjata nuklir pun menjadi semakin menipis dan cenderung terhenti.
Perkembangan terbaru soal Rusia yang menangguhkan partisipasi dalam traktat pengurangan senjata nuklir dengan Amerika Serikat membuktikan negara-negara pemilik senjata nuklir bergeming dengan nuklir sebagai penggertak (nuclear deterence) dalam doktrin militer mereka. ”Tanpa aksi nyata yang tegas, bencana nuklir hanya soal waktu dan risiko ini semakin besar seiring menajamnya rivalitas antarkekuatan besar,” kata Retno. Dia juga menyatakan, dunia tanpa senjata nuklir masih jauh dari realitas.
Agar terwujud perlucutan senjata nuklir, Pemerintah Indonesia, kata Retno, mendorong tiga hal, yakni membangkitkan kembali kemauan politik, memperkuat arsitektur perlucutan senjata nuklir dan nonproliferasi, serta memfasilitasi kepatuhan zona bebas senjata nuklir.
Untuk membangkitkan kembali kemauan politik dan memperkuat arsitektur perlucutan senjata nuklir serta nonproliferasi, Retno mengusulkan adanya negative security assurances. Hal ini dipandang perlu dan mengikat secara hukum karena menjadi jaminan bahwa negara pemilik senjata nuklir tidak akan menggunakan senjata miliknya terhadap negara non-nuklir.
Sementara mengenai penguatan arsitektur perlucutan senjata nuklir dan non-nuklir, Retno mendorong negara-negara untuk meratifikasi Traktat Pelarangan Senjata Nuklir. Dia menyebut Indonesia tengah dalam proses meratifikasi traktat tersebut. Selain itu, dia juga mengingatkan agar pemanfaatan nuklir untuk tujuan damai harus betul-betul dijaga agar tidak diselewengkan menjadi senjata.
Zona bebas nuklir
Satu hal terakhir yang terus didorong Indonesia adalah kepatuhan soal zona bebas nuklir. Retno mengatakan, sebagai Ketua ASEAN 2023, Indonesia akan terus mencoba memajukan zona bebas senjata nuklir di Asia Tenggara melalui penandatanganan protokol Traktat Kawasan Bebas Senjata Nuklir di Asia Tenggara oleh negara-negara pemilik senjata nuklir.
Traktat yang dikenal dengan sebutan Traktat Bangkok ditandatangani oleh 10 negara anggota ASEAN tahun 1995. Traktat itu mulai berlaku pada Maret 1997.
Dikutip dari laman Perserikatan Bangsa-Bangsa, traktat itu menjadi instrumen hukum utama untuk mendukung tujuan ASEAN, yaitu menjadikan kawasan Asia Tenggara sebagai kawasan bebas senjata nuklir dan bebas dari semua senjata pemusnah massal (weapons of mass destruction) lainnya.
Zona Bebas Senjata Nuklir Asia Tenggara adalah zona bebas kawasan nuklir ketiga setelah kawasan Amerika Latin dan Karibia dibentuk pada 1967 serta zona untuk wilayah Pasifik Selatan pada 1985. Hingga saat ini, menurut data PBB, selain tiga kawasan tersebut, ada dua kawasan lain yang sudah menyatakan diri sebagai kawasan bebas senjata nuklir, yaitu Afrika melalui Traktat Pelindaba dan Asia Tengah.
Traktat Bangkok mewajibkan negara-ngara pihak untuk tidak mengembangkan, membuat, memperoleh, atau memiliki kendali atas senjata nuklir; menempatkan atau mengangkut senjata nuklir; serta menguji atau menggunakan senjata nuklir. Negara pihak juga berjanji untuk tidak membuang bahan radioaktif atau limbahnya ke laut, ke atmosfer, atau ke darat di dalam zona, dan tidak mengizinkan negara lain untuk melakukan tindakan tersebut. Traktat hanya memberikan lampu hijau pemanfaatan nuklir untuk tujuan damai di bawah pengawasan Badan Energi Atom Internasional (IAEA).
Retno juga menyebut, banyak negara prihatin soal proliferasi senjata nuklir di Semenanjung Korea, isu Rencana Aksi Komprehensif Bersama (JCPOA) terkait pengembangan nuklir Iran, dan rezim verifikasi safeguards IAEA yang banyak diangkat negara-negara dalam pertemuan. ”Sejauh ini, belum ada proposal konkret yang disampaikan negara-negara untuk mendorong perkembangan yang signifikan di dalam konferensi tersebut,” tutur Retno.