Marah terus dituduh membuat bom atom, Iran mengharapkan kunjungan IAEA bisa membersihkan nama mereka.
Oleh
LARASWATI ARIADNE ANWAR
·3 menit baca
TEHERAN, RABU – Iran bersiap menyambut kedatangan komite dunia yang mengawasi pengayaan nuklir global. Menurut mereka, kedatangan tim tersebut akan membantu membersihkan reputasi Iran dari tuduhan negara-negara Barat bahwa mereka melakukan pengayaan nuklir untuk membuat persenjataan.
“Tim dari IAEA (Badan Energi Atom Internasional) akan datang ke Teheran dalam beberapa hari ke depan,” kata Menteri Luar negeri Iran Hossein Amriabdollahian pada hari Rabu (22/2/2023).
Ia mengatakan, kedatangan IAEA dalam rangka menegosiasikan perkembangan pengayaan nuklir di Iran. Menurut Amirabdollahian, Iran mengharapkan Direktur IAEA Rafael Gossi bisa duduk di rapat untuk membahas persoalan dengan kepala dingin dan perspektif luas yang tidak terpengaruh bias politik.
Iran dan Amerika Serikat memiliki kesepakatan terkait nuklir yang ditandatangani pada tahun 2015 yang bernama Rencana Aksi Komprehensif Bersama (JCPOA) ketika AS dipimpin oleh Presiden Barack Obama. Ketika itu, Iran berjanji mengurangi pengayaan uranium dan sebagai balasan, AS mencabut sejumlah embargo ekonomi atas negara di Timur Tengah ini.
Namun, di bawah kepemimpinan Presiden Donald Trump pada tahun 2018, AS keluar secara sepihak dari perjanjian tersebut. Akibatnya, Iran dilaporkan meningkatkan prigram pengayaan uranium mereka. Pada tahun 2021, pengayaan uranium Iran adalah 60 persen. IAEA menerima laporan bahwa per tahun 2022, pengayaan ini terlah mencapai 84 persen yang semakin mendekati kadar senjata nuklir, yaitu 90 persen.
“Iran tidak membuat dan tidak berminat membuat senjata nuklir ataupun bom atom. Kedatangan tim IAEA ini semestinya bisa membuktikan bahwa segala tuduhan kepada kami sama sekali tidak terbukti,” tutur Amirabdollahain.
Media Bloomberg pertama kali melaporkan mengenai kadar pengayaan tersebut pekan lalu. Informasi itu dibocorkan oleh sumber yang tidak diungkap identitasnya kepada media itu. IEAE maupun Perserikatan Bangsa-Bangsa belum ada yang berkomentar soal pemberitaan Bloomberg.
Menurut bocoran, di daerah Fordo yang merupakan salah satu lokasi pengayaan uranium, ditemukan dua alat pemusing (centrifuge) canggih yang saling berhubungan. Kedua alat ini tidak pernah dicakup di dalam laporan pengayaan nuklir Iran kepada IAEA sehingga muncul kecurigaan peruntukannya.
Ketua Organisasi Energi Atom Iran (AOEI) Behrouz Kamalvandi segera mengeluarkan pernyataan bahwa artikel itu tidak benar dan memfitnah Iran. “Jumlah partikulat uranium sebanyak 60 persen ini tidak bisa disamakan dengan istilah proses pengayaan telah mencapai 60 persen. Ini dua hal berbeda,” ujarnya.
Uni Eropa berusaha menjembatani dialog AS dengan Iran untuk kembali menandatangani JCPOA. Presiden AS Joe Biden pada tahun 2020 telah memulai dialog itu di Vienna, Austria. Akan tetapi, sejauh ini tidak ada perkembangan. Apalagi, situasi semakin rumit dengan fakta Iran menyuplai pesawat nirawak untuk Rusia yang dipakai menyerang Ukraina.
Sanksi atas Iran juga bertambah dengan kematian Mahsa Amini (22), seorang perempuan Kurdi yang meninggal pada September 2022. Ia diangkap polisi moral atas tuduhan caranya berjilbab tidak sesuai dengan aturan negara.
Amini diduga mengalami penyiksaan di tahanan dan akhirnya meninggal akibat luka yang dideritanya. Iran pun dilanda unjuk rasa besar-besaran di dalam negeri dan unjuk rasa solidaritas dari masyarakat sipil global. Atas tuduhan pelanggaran hak asasi manusia ini, embargo terhadap Iran bertambah.
Negara sahabat Iran, Irak, berusaha membujuk agar Teheran mau kembali membahas JCPOA. “Ini soal ketenangan dan keamanan kawasan Timur Tengah juga,” kata Menlu Irak Fuad Hussein, dikutip oleh MENA FN. (Reuters)