Putin Tak Akan Mundur dari Ukraina, Siap Uji Nuklir jika Diancam AS
Dalam pidato selama dua jam, Presiden Rusia Vladimir Putin menuduh Barat mengobarkan perang global. Barat menyebut pidato itu propaganda.

Burung-burung merpati beterbangan di pantai dengan layar besar yang sedang menayangkan pidato Presiden Rusia Vladimir Putin di Sevastopol, Crimea, Selasa (21/2/2023).
MOSKWA, RABU — Rusia tidak akan mundur dari medan perang di Ukraina. Moskwa akan tetap berjuang mempertahankan eksistensi dan melawan negara-negara di Barat yang justru hendak mengubah konflik lokal di Ukraina menjadi konfrontasi global.
”Tidak mungkin bisa mengalahkan Rusia. Kami tidak akan pernah menyerah pada upaya Barat memecah belah rakyat Rusia yang mendukung perang di Ukraina. Barat memulai perang dan kami akan menggunakan kekerasan untuk mengakhirinya,” kata Presiden Rusia Vladimir Putin dalam pidato kenegaraan di hadapan parlemen, pejabat negara, dan militer di Moskwa, Selasa (21/2/2023).
Pidato kenegaraan itu seharusnya disampaikan pada Desember 2022, tetapi ditunda karena situasi keamanan. Waktu itu pasukan Rusia tengah mengalami kemunduran dalam perang di Ukraina.
Rusia menuding negara-negara Barat, termasuk aliansi Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) pimpinan Amerika Serikat, memulai perang, sementara Rusia dan Ukraina menjadi korban.
Baca juga : Tiga Negara yang Paling Diuntungkan Perang Ukraina
Menanggapi pidato Putin, AS menilai tuduhan itu absurd karena tidak ada yang menyerang Rusia. Penasihat Keamanan Nasional Gedung Putih AS, Jake Sullivan, menyebut tuduhan Putin hanya untuk pembenaran bagi Rusia dalam menyerang Ukraina.
”Rusia itu penyerangnya. Putin memilih berperang, padahal dia bisa memilih untuk tidak melakukannya. Dia bahkan bisa memilih untuk mengakhirinya sekarang dan pulang,” ujarnya.
Penasihat politik Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy, Mykhailo Podolyak, menilai tuduhan-tuduhan Putin itu menunjukkan ia sudah kehilangan kontak dengan kenyataan. Rusia sudah berada di jalan buntu dan dalam situasi putus asa sehingga apa pun yang akan dilakukan Rusia justru hanya akan memperburuk situasinya.
”Putin menunjukkan kebingungan dan kurangnya pemahaman tentang situasi. Hal ini yang akan menyebabkan Rusia semakin kesulitan dalam waktu dekat,” ujar Podolyak.

Presiden Rusia Vladimir Putin berpidato dalam pesan Tahun Baru seusai upacara dalam kunjungan ke markas Distrik Militer Selatan di lokasi yang tidak diketahui di Rusia, 31 Desember 2022.

Perdana Menteri Italia Giorgia Meloni menyebut pidato Putin sebagai propaganda. ”Sebagian dari hati saya berharap ada kata-kata lain, yang lebih maju. (Namun, yang muncul) itu propaganda,” ujarnya saat berkunjung ke Irpin, Ukraina.
Ancaman nuklir
Pidato Putin berlangsung selama dua jam. Selain melayangkan tuduhan kepada Barat, dalam pidatonya, Putin juga menyatakan Rusia menangguhkan partisipasi dalam Perjanjian New START atau perjanjian pengendalian persenjataan nuklir antara Rusia dan AS. Perjanjian ini membatasi jumlah hulu ledak nuklir yang bisa digunakan oleh kedua negara. Perjanjian ini akan berakhir pada 2026.
Kesepakatannya adalah kedua negara membatasi kepemilikan hanya 1.550 hulu ledak pada rudal balistik antarbenua, rudal balistik kapal selam, dan pesawat pengebom. Rusia dan AS memiliki stok senjata nuklir yang sangat banyak. Jika digabungkan, kedua negara memiliki 90 persen hulu ledak nuklir di dunia.
Baca juga : Operasi Senyap Joe Biden ke Kyiv
”Saya terpaksa mengumumkan Rusia menangguhkan keikutsertaan dalam Perjanjian Pengurangan Senjata Strategis. Kementerian Pertahanan dan perusahaan nuklir Rusia harus siap menguji senjata nuklir Rusia jika perlu. Tentu kami tidak akan melakukannya terlebih dahulu. Tetapi, jika AS melakukan tes, kami juga akan melakukannya,” kata Putin.
Setelah AS menjatuhkan bom nuklir di kota Hiroshima dan Nagasaki di Jepang pada 1945, banyak negara berusaha mengembangkan senjata nuklir. Lebih dari 2.000 uji coba dilakukan selama Perang Dingin. Sejak Uni Soviet runtuh pada 1991, hanya beberapa negara yang telah menguji senjata nuklir. Menurut Asosiasi Pengendalian Senjata, AS terakhir kali menguji senjata nuklir pada 1992, China tahun 1996, India tahun 1998, dan Korea Utara pada 2017. Uni Soviet terakhir diuji pada 1990.

Presiden Rusia Vladimir Putin menyampaikan pidato kenegaraan di pusat konferensi Gostiny Dvor di pusat kota Moskwa, Rusia, Selasa (21/2/2023).
Sekretaris Jenderal NATO Jens Stoltenberg menyesalkan keputusan Putin. Ia memperingatkan, penangguhan perjanjian nuklir Rusia-AS itu menandai berakhirnya arsitektur kontrol senjata Eropa pasca-Perang Dingin. ”Selama beberapa tahun terakhir, Rusia melanggar dan meninggalkan perjanjian ini. Saya minta Rusia mempertimbangkan lagi keputusannya. Ini perjanjian pengendalian senjata besar terakhir yang kita punya,” ujarnya.
Seruan China
Sebelumnya, di tempat terpisah, Menteri Luar Negeri China Qin Gang, dalam Forum Lanting, Inisiatif Keamanan Global yang digelar Kementerian Luar Negeri China di Beijing, Selasa (21/2/2023), mengatakan bahwa China sangat khawatir konflik Ukraina akan terus meningkat atau bahkan lepas kendali. Tanpa menyebut nama suatu negara, Qin mendesak agar sejumlah ”negara tertentu” segera berhenti mengobarkan peperangan di Ukraina.
”Berhenti memanas-manasi, menambah bahan bakar ke api, hari ini ke Ukraina, besok Taiwan,” kata Qin. Dengan tegas, Qin mengatakan, Beijing menentang dan melawan semua bentuk hegemoni, terutama campur tangan asing, terutama dalam urusan China. Negara-negara itu diminta berhenti menyalahkan China.
Baca juga : China Desak "Negara Tertentu" Tak Panas-panasi Perang di Ukraina
Terkait dengan perang di Ukraina, China sejauh ini terus berupaya memosisikan diri sebagai pihak netral, sembari mempertahankan hubungan dekat dengan Rusia yang merupakan sekutu strategisnya. Beijing sendiri berupaya membuat proposal yang bertujuan mencari ”solusi politik” untuk mengakhiri perang di Ukraina.
China, kata Qin, siap untuk bekerja sama dengan komunitas internasional mempromosikan dialog dan konsultasi demi mengatasi aneka persoalan yang muncul dan mewujudkan perdamaian.

Wartawan dan delegasi menggunakan telepon pintar mereka untuk mengambil gambar Menteri Luar Negeri China Qin Gang setelah Qin menyampaikan pidato pada Forum Lanting Forum mengenai Prakarsa Keamanan Global: Tawaran untuk Menyelesaikan Tantangan-tantangan Keamanan di kantor Kementerian Luar Negeri China, Beijing, Selasa (21/2/2023).
Menlu AS Antony Blinken menuduh China sedang mempertimbangkan mengirim senjata ke Rusia. Namun, China dengan tegas membantah dan berbalik menuduh AS sudah menyebarkan informasi palsu.
Baca juga: Perang di Ukraina Bisa Berhenti kalau AS-Rusia Berkomunikasi
Ketika bertemu dengan Blinken di sela-sela Konferensi Keamanan Munich, Minggu, diplomat senior China, Wang Yi, mengatakan bahwa AS seharusnya mempromosikan solusi politik untuk krisis di Ukraina, bukan terus menambah ”bahan bakar ke dalam api”. ”Amerika Serikat-lah, bukan China, yang tanpa henti mengirim senjata ke medan perang,” kata juru bicara Kemenlu China, Wang Wenbin. (REUTERS/AFP/AP)