Perang di Ukraina Bisa Berhenti Kalau AS-Rusia Berkomunikasi
Jeda serangan dimungkinkan jika Amerika Serikat atau negara lain berkomunikasi dengan Rusia dan meminta Moskwa meredam serangan. Penyokong Ukraina cenderung menolak perdamaian dengan Rusia
Oleh
KRIS MADA
·4 menit baca
Kunjungan Presiden Amerika Serikat Joe Biden ke Kyiv, Ukraina bukan hanya menunjukkan dukungan Washington pada Kyiv. Lawatan itu juga mengungkap baku tembak bisa berhenti jika ada komunikasi antara Washington dengan Moskwa. Penasihat Keamanan Nasional AS Jake Sullivan mengatakan, AS memberi tahu Rusia soal lawatan itu. Kabar lawatan disampaikan beberapa jam sebelum Biden terbang ke Ukraina pada Minggu (19/2/2023). “Kami memang memberi tahu Rusia bahwa Presiden Biden akan ke Kyiv,” ujarnya.
Sullivan tidak menjelaskan bagaimana cara AS menghubungi Rusia. Pemberitahuan ke Moskwa bertujuan memastikan tidak ada insiden selama Biden berada di Kyiv pada Senin (20/3/2023). Saat Biden diterima Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy, memang peringatan serangan udara tetap berbunyi. Akan tetapi, tidak satu pun rudal atau roket Rusia mendekati Kyiv.
Wakil Ketua Dewan Keamanan Nasional Rusia Dmitry Medvedev mengatakan, Mokswa memberi jaminan keamanan untuk lawatan Biden. “Biden, setelah menerima jaminan keamanan, akhirnya menuju Kyiv,” ujarnya sebagaimana dikutip Tass dan Russia Today.
Kontak ke Rusia sebelum pemimpin suatu negara tiba tidak hanya dilakukan AS. Sebelum Presiden RI Joko Widodo ke Kyiv pada Juni 2022, TNI dan sejumlah diplomat Indonesia berkomunikasi dengan Rusia. Sejumlah jenderal dan diplomat yang menolak identitasnya diungkap menyebut bahwa komunikasi itu untuk memastikan keamanan Presiden selama bertandang ke Kyiv. Meski beberapa hari sebelumnya meluncurkan rudal ke Kyiv, Rusia tidak melancarkan serangan selama Jokowi di Ukraina.
Presiden Perancis Emmanuel Macron, Kanselir Jerman Olaf Scholz, dan mantan Perdana Menteri Italia Mario Draghi juga bertandang ke Kyiv dalam situasi sama. Tiba beberapa hari sebelum Jokowi, lawatan trio pemimpin Uni Eropa itu juga disambut dengan jeda serangan oleh Rusia.
Serangan hanya terjadi selama lawatan Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-bangsa Antonio Gutteres. Akibat serangan itu, sejumlah pegawai PBB cedera dan tewas.
Biden, Jokowi, dan para pemimpin negara lain menempuh rute sama. Terbang ke perbatasan Polandia-Ukraina, lalu naik kereta malam hari dari Przemysl, Polandia menuju Kyiv. Seperti Jokowi dan para pemimpin lain, Biden tiba di stasiun besar Kyiv pada pagi hari.
Penghentian
Kecuali pada lawatan Guterres, seluruh muhibah itu menunjukkan jeda serangan bisa diwujudkan. Meski hanya terjadi beberapa jam, jeda serangan dimungkinkan jika AS atau negara lain berkomunikasi dengan Rusia dan meminta Moskwa meredam serangan.
Jeda serangan juga bisa dilakukan selama beberapa evakuasi warga sipil selama perang. Perundingan soal koridor kemanusiaan memang butuh waktu panjang. Sebab, Kyiv-Moskwa lama bersepakat soal kapan dan di mana baku tembak dihentikan.
Faktor lain yang memperpanjang perundingan adalah soal pasukan. Rusia tidak mau jeda dimanfaatkan untuk memperkuat pasukan Ukraina di garis depan. Mokswa meminta evakuasi hanya dilakukan oleh kendaraan kosong. Tidak boleh ada muatan dalam bentuk apa pun dalam kendaraan untuk mengangkut orang yang dievakuasi. Hal itu untuk memastikan kendaraan pengevakuasi tidak malah mengangkut pasukan baru atau perbekalan tambahan untuk pasukan di garis depan.
Meski panjang, beberapa kali proses evakuasi terjadi. Selama proses itu, gencatan senjata bisa diwujudkan. Gencatan senjata juga bisa terwujud selama ada komunikasi dengan Rusia. Fakta-fakta itu menjadi modal sekaligus pemicu pertanyaan : mengapa gencatan senjata tidak kunjung diwujudkan secara meluas di Ukraina?
Tidak Mau
Peneliti senior RAND Samuel Charap mengatakan, posisi Kyiv-Mokswa saat ini menjadi faktor perintang perundingan untuk sekadar menyepakati gencatan senjata sekali pun. Faktor lain, pasokan senjata AS dan sekutunya ke Ukraina.
Para penyokong Ukraina cenderung menolak perdamaian dengan Rusia. Dilaporkan Deutsche Welle pada Senin (20/2/2023), sikap itu antara lain ditunjukkan Jerman. Mantan Kanselir Jerman Angela Merkel mengakui Berlin dan mitranya menyiapkan Kyiv selama beberapa tahun agar bisa berperang seperti sekarang.
Pengakuan itu disampaikan Merkel secara tidak sengaja pada 12 Februari 2023. Kantor Merkel membenarkan pengecoh Rusia, Vladimir Kuznetsov and Alexei Stolyarov, menghubungi Merkel. Kuznetsov dan Stolyarov mengaku bekerja di kantor mantan Presiden Ukraina Pyotr Poroshenko. Rekaman pembicaraan itu disiarkan saat Biden melawat ke Kyiv.
Kepada duet pengecoh yang telah mengelabui berbagai tokoh dunia itu, Merkel mengakui Berlin tidak benar-benar mau perdamaian kala Kesepakatan Minsk diteken pada 2014. Padahal, kala itu Jerman dan Perancis menjadi mediator Rusia-Ukraina. Kesepakatan Minsk adalah hasil perundingan selepas Rusia menduduki Semenanjung Krimea dan milisi pendukung Rusia di Donetsk dan Luhansk angkat senjata.
“Untuk mencegah keadaan memburuk, semua meneken kesekapatan itu. Apakah mungkin menghentikan perang? Pertanyaan itu sudah tidak relevan. Saya yakin Kesepakatan Minsk memberi Ukraina kesempatan membangun (kekuatan) di antara 2014 sampai 2021. Sekarang, Ukraina bisa menangkis sekaligus mendapat dukungan,” kata Merkel kepada duet pengecoh Rusia itu.
Pengakuan itu menambah bukti ketidakseriusan Eropa Barat mengupayakan perdamaian di Ukraina. Scholz yang menggantikan Merkel juga disebut tidak mau ada perundingan Ukraina-Rusia. Tudingan itu disampaikan mantan PM Israel Naftali Bennett. Pada awal Februari 2023, Bennett mengungkap perannya sebagai mediator Kyiv-Moskwa di periode awal perang. Ia berkonsultasi dengan Biden dan Scholz. Setiap perkembangan disampaikan secara terperinci oleh Bennett kepada Biden dan Scholz.
Pada Mei 2022, menurut Bennett, Kyiv-Moskwa hampir sepakat berdamai. Rupanya, Berlin-Washington menjegal upaya itu. Akibatnya, perang terus berlangsung sampai sekarang. Baku tembak hanya terhenti saat pemimpin negara asing datang ke Ukraina. Setelah itu, nyawa rakyat Ukraina kembali menjadi taruhan. (AP/REUTERS)