Menjelang setahun perang Ukraina, Presiden Joe Biden berkunjung ke Kyiv. Lawatan yang tak diumumkan sebelumnya ini menegaskan kembali dukungan Washington ke Kyiv.
Oleh
LARASWATI ARIADNE ANWAR
·4 menit baca
KYIV, SENIN – Presiden Amerika Serikat Joe Biden melakukan kunjungan mendadak selama lima jam ke Kyiv, Ukraina, Senin (20/2/2023). Kunjungan tersebut sebagai langkah Washington untuk menegaskan kembali dukungannya kepada Kyiv saat perang Ukraina memasuki durasi setahun pada 24 Februari 2023.
”Satu tahun lalu, dunia mengkhawatirkan Ukraina akan hancur. Lihatlah, satu tahun berlalu dan Ukraina bertahan. Demokrasi bertahan karena seluruh dunia mendukungnya,” kata Biden dalam konferensi pers bersama Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy di Istana Mariinsky seusai pertemuan bilateral.
Biden juga mengimbau negara-negara sekutu mempercepat pengiriman bantuan ke Ukraina. Saat ini, negara-negara Eropa tengah dalam proses mengirim bantuan berupa tank, yaitu Leclerc dari Perancis, Challenger 2 dari Inggris, dan Leopard 2 dari Jerman. Belum diketahui kapan pastinya senjata-senjata berat itu akan tiba di Ukraina.
Pada kesempatan sama, Zelenskyy mengatakan, ia dan Biden membahas mengenai bantuan senjata dari AS dan sekutu untuk Ukraina. Biden datang membawa paket bantuan senilai 500 juta dollar AS yang antara lain terdiri dari meriam Howitzer, rudal untuk artileri pertahanan udara, dan rudal anti-tank.
”Ini adalah kunjungan pertama Presiden AS ke Ukraina setelah 15 tahun dan merupakan kunjungan terpenting dalam sejarah hubungan AS-Ukraina,” kata Zelenskyy.
Menurut Zelenskyy, ia dan Biden juga membahas penggunaan rudal jarak jauh. Akan tetapi, tidak ada penjelasan lebih lanjut mengenai topik tersebut.
Pada awal konflik Rusia-Ukraina, Biden menyatakan bahwa AS tidak akan mengirim pesawat tempur ataupun rudal jarak jauh ke Ukraina. Namun seiring waktu, wujud bantuan persenjataan AS terus berevolusi ke jenis-jenis yang makin agresif dan lebih mematikan.
Setelah konferensi pers, Biden dan Zelenksyy mengunjungi Katedral Santo Mikaelus untuk meletakkan karangan bunga dan mengheningkan cipta guna menghormati prajurit Ukraina yang gugur sejak konflik pecah mulai 2014 saat Rusia mencaplok Semenanjung Crimea. Ketika meninggalkan katedral, sirene di Kyiv berbunyi.
Jarang seorang presiden AS melakukan perjalanan ke zona konflik di mana AS atau sekutunya tidak memiliki kendali atas wilayah udara. Hanya ada detasemen kecil marinir AS yang menjaga kedutaan AS di Kyiv.
Hal ini membuat kunjungan Biden lebih rumit daripada kunjungan para pemimpin AS sebelumnya ke zona perang. Selama Biden di Ukraina, pesawat pengintai AS, termasuk radar udara E-3 Sentry dan pesawat elektronik RC-135W Rivet Joint, mengawasi Kyiv dari wilayah udara Polandia.
Pengamat isu politik Rusia di Institut Carnegie untuk Perdamaian Internasional (CEIP), Tatiana Stanovaya, mengatakan, kunjungan Biden ini menegaskan pendapat Rusia bahwa AS dan sekutu memang berusaha agar Rusia kalah. Ini memperkuat narasi mereka bahwa sesungguhnya perang ini antara Rusia dan negara-negara Barat, dengan Ukraina sebagai perpanjangan tangannya.
Ke Warsawa
Dari Kyiv, Biden berencana melanjutkan perjalanan ke Polandia, Selasa (21/2). Agendanya adalah pertemuan negara-negara anggota Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) untuk membicarakan cara mengintensifkan bantuan ke Ukraina.
Di Warsawa, Biden juga akan menggelar rapat dengan Bucharest Sembilan. Ini adalah kelompok sembilan negara NATO di Eropa Timur yang terbentuk pada 2015 atau satu tahun setelah Rusia mencaplok Semenanjung Crimea.
Sementara itu di hari sama, Ketua Komite Kebijakan Luar Negeri Komite Pusat Partai Komunis China Wang Yi dijadwalkan tiba di Moskwa, Rusia. Agenda kegiatannya belum diumumkan kepada publik.
Kedatangan Wang Yi dikonfirmasi oleh Juru Bicara Kremlin Dmitry Peskov. ”Ada kemungkinan Wang Yi akan berbicara dengan Presiden Vladimir Putin. Akan tetapi, agenda belum ditetapkan,” ujarnya.
Wang Yi terbang ke Moskwa setelah menghadiri simposium keamanan dunia di Muenchen, Jerman, yang turut dihadiri oleh Wakil Presiden AS Kamala Harris dan Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken. Di sela-sela simposium, Blinken dan Wang sempat menggelar pertemuan empat mata.
Dikutip dari surat kabar USA Today, Blinken mengatakan bahwa Wang sama sekali tidak meminta maaf soal insiden masuknya balon udara China ke AS. Balon yang dianggap AS sebagai alat mata-mata China itu ditembak jatuh dengan rudal dari pesawat Lockheed Martin F-22 ketika melayang di atas Pantai Myrtle, Negara Bagian Carolina Selatan, pekan lalu.
Dalam pertemuan bilateral di Muenchen, Blinken memperingatkan Wang. Intinya, jika China membantu Rusia di dalam pertempuran dengan Ukraina—misalnya dengan mengirim persenjataan—AS tidak akan tinggal diam.
Peringatan ini diperkuat oleh pernyataan Harris ketika memberi pidato sambutan di simposium. Ia mengatakan bahwa AS pasti terus membantu Ukraina meskipun DPR yang didominasi politikus Partai Republik telah mengatakan tidak akan menandatangani cek tanpa batas untuk Ukraina.
Wang langsung menanggapi peringatan AS tersebut ketika berbicara di depan forum. Ia mengatakan, China justru ingin semakin aktif terlibat dalam upaya mempercepat penghentian konflik dan mendudukkan Rusia beserta Ukraina untuk perundingan damai.
Situasi genting ini tidak bisa ditanggapi secara histeris.
”Situasi genting ini tidak bisa ditanggapi secara histeris. Tentunya, rekan-rekan di Eropa memahami hal tersebut. China tetap berhubungan baik dengan Rusia karena China hanya berpihak kepada perdamaian global,” ujarnya.
Kepada CNN, Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen menyataka tidak bisa memercayai perkataan Wang Yi begitu saja. China benar-benar harus terbuka dan membuktikan tidak mengirimi Moskwa persenjataan. (AP/REUTERS/DNE)