Israel kembali mendapat kemenangan diplomatik di Perserikatan Bangsa-bangsa. Sementara di Uni Afrika, Israel dipermalukan secara serius
Oleh
KRIS MADA
·3 menit baca
ADDIS ABABA, SENIN - Israel menuai hasil diplomatik berbeda sepanjang akhir pekan ini. Di Etiopia, delegasi Israel diusir dari sidang Uni Afrika. Di Amerika Serikat, Perserikatan Bangsa-bangsa batal membahas permukiman ilegal.
Sidang Dewan Keamanan PBB soal permukiman ilegal di Tepi Barat sedianya dijadwalkan pada Senin (20/2/2023). Presiden DK PBB periode Februari 2023, Uni Emirat Arab, mendadak menarik rancangan naskah yang akan dibahas. Padahal, UEA mengajukan naskah itu setelah berkoordinasi dengan Palestina.
“Karena sudah ada perkembangan positif di antara para pihak, maka pembicaraan kini fokus pada upaya mencari konsensus. Karena itu, tidak ada pemungutan suara pada Senin ini,” demikian tercantum dalam naskah yang dikirimkan UEA kepada anggota DK PBB pada Minggu (19/3/2023) siang waktu New York.
Naskah itu diajukan untuk menyikapi persetujuan Israel memperluas permukiman di Tepi Barat. Pemerintahan Benjamin Netanyahu menyetujui pendirian 10.000 rumah di berbagai lahan milik warga dan badan usaha Palestina.
Amerika Serikat sekali pun kecewa dengan keputusan Israel itu. Meski demikian, AS menolak jika masalah itu dibahas di DK PBB. Pemerintahan AS juga dilaporkan membujuk pemerintah Palestina menarik tuntutannya di DK PBB. Times of Israel melaporkan, awalnya Palestina bersama UEA meminta DK PBB membuat resolusi yang melarang penambahan permukiman di Tepi Barat.
Sebagai imbalannya, AS mendukung pernyataan tidak mengikat oleh DK PBB. Selain soal soal permukiman Israel di Tepi Barat, pernyataan itu juga akan mengecam serangan oleh penduduk kedua negara. Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken juga disebut menjanjikan pertemuan Presiden AS Joe Biden dengan Presiden Palestina Mahmoud Abbas. Pertemuan disebut akan berlangsung pada akhir 2023 di AS. Sebaliknya, AS menunda undangan kepada Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu.
Diplomat AS dilaporkan terus mendesak Israel-Palestina meredakan ketegangan. Selama beberapa bulan terakhir, kekerasan terus meningkat di antara warga Palestina dan Israel. AS mau ketegangan mereda menjelang Ramadhan. Rangkaian kekerasan telah menewaskan setidaknya 50 warga Palestina pada Januari-Februari 2023 saja.
Diusir
Kemenangan di New York terjadi sehari selepas Israel dipermalukan di Addis Ababa. Wakil Direktur Afrika pada Kementerian Luar Negeri Israel Sharon Bar-li dan rombongannya diminta keluar dari ruang pertemuan Uni Afrika. Video pengusiran Bar-li beredar di media sosial beberapa jam selepas pengusiran pada Sabtu pagi itu.
Juru bicara Ketua Uni Afrika Ebba Kalondo mengatakan, Bar-li tidak diundang dalam pertemuan itu. Uni Afrika mengundang Duta Besar Israel di Addis Ababa Aleli Admasu untuk hadir di pertemuan tersebut. Undangan tersebut tidak dapat diwakilkan atau diberikan kepada orang lain.
Sementara seorang pejabat sekretariat Uni Afrika menyebut, kehadiran Bar-li merupakan penyalahgunaan kewenangan. Pejabat yang menolak identitasnya diungkap itu mengatakan, Uni Afrika menyesalkan tindakan Israel itu.
Sementara Kemlu Israel mengatakan, Bar-li berhak hadir di pertemuan itu. Sebab, Israel memandang undangan dari Uni Afrika ditujukan kepada Israel. Admasu dianggap diundangan dalam kapasitas sebagai wakil Israel, bukan sebagai pribadi.
Juru bicara Kemlu Israel Lior Hayat mengatakan, Israel memandang serius pengusiran itu. Bar-li dinyatakan berhak hadir sebagai pemantau di pertemuan tersebut.
Kemlu Israel menyatakan akan segera memanggil Kuasa Usaha Kedutaan Besar Afrika Selatan di Tel Aviv. “Tidak ada dasar apa pun untuk membatalkan status pemantau bagi Israel. Jelas ada dukungan luas di Uni Afrika atas status pemantau atas Israel,” demikian pernyataan itu.
Israel menuding pengusiran itu dipelopori Aljazair dan Afrika Selatan. Sejak lama, kedua negara kuat Afrika itu dikenal sebagai pendukung Palestina. Afsel sejak lama menyebut Israel sebagai negara apartheid.
Keputusan memberi status pemantau pada Israel memicu perdebatan di Uni Afrika. Tahun lalu, rencana pemungutan suara soal status itu mendadak dibatalkan. Dalam pertemuan di Addis Ababa, seharusnya status Israel sebagai pemantau dibahas. Sementara juru bicara Presiden Afsel Vincent Magwenya menuntut Israel membuktikan tuduhannya. Pretoria menyebut, Israel belum punya status sebagai pemantau di Uni Afrika. (AFP/REUTERS)