”Diplomasi Gempa” Mendobrak Sekat-sekat Permusuhan dengan Turki-Suriah
Bencana gempa di Turki dan Suriah menyatukan warga dunia melalui bantuan kemanusiaan yang mengalir ke dua negara itu. Bahkan, negara-negara musuh pun tergerak mengulurkan bantuan. Muncul istilah ”diplomasi gempa”.
Setelah 35 tahun tutup, pintu perbatasan Turki-Armenia dibuka kembali sebagai jalan truk-truk pembawa bantuan kemanusiaan ke Turki. Yunani, rival Turki, juga mengirim menteri luar negerinya ke Turki. Adapun Suriah di bawah Presiden Bashar al-Assad membuka akses ke beberapa wilayah yang dikontrol pasukan oposisi. Hal ini memungkinkan negara-negara lawan Assad, seperti Arab Saudi atau Jordania, juga mengirim bantuan ke Suriah.
Akses penyeberangan Turki-Armenia terakhir kali dibuka ketika Armenia dilanda gempa pada 1988. Pada waktu itu, gerbang juga dibuka untuk memberi jalan pengiriman bantuan dari lembaga Bulan Sabit Merah Turki ke Armenia. Ketika pintu perbatasan ditutup, biasanya truk-truk transit melalui Georgia atau Iran.
Kali ini, lima truk bermuatan bantuan, termasuk bantuan makanan, obat-obatan, air bersih, dan kebutuhan darurat lain dengan total berat 100 ton, tiba dengan aman di Turki melalui pintu perbatasan Alican.
Hingga Rabu (15/2/2023), lebih dari 41.000 orang di Turki dan Suriah tewas akibat gempa bermagnitudo 7,8 pada 6 Februari lalu. Selain itu, jutaan warga lain juga sangat membutuhkan bantuan kemanusiaan.
Baca juga : Akhirnya Rute Baru untuk Bantuan Gempa Suriah Dibuka
Utusan Khusus Turki untuk Armenia Serdar Kilic, melalui akun Twitter-nya, mengunggah foto-foto truk yang melewati pos pemeriksaan Alican setelah menyeberangi Sungai Aras yang memisahkan kedua negara. ”Saya akan selalu mengingat bantuan yang dikirimkan oleh rakyat Armenia untuk membantu meringankan penderitaan rakyat kami di wilayah yang dilanda gempa,” kata Kilic, Sabtu (11/2/2023).
Ia berterima kasih kepada rakyat Armenia dan Wakil Presiden Majelis Nasional Armenia Ruben Rubinyan. ”Senang bisa membantu,” balas Rubinyan di Twitter.
Selain membantu dengan barang, Rubinyan menyebutkan, Armenia juga sudah mengirimkan 27 anggota tim pencari dan penyelamat ke Turki serta 29 orang ke Suriah pada 12 Februari lalu. Bekerja sama dengan tim dari Turki dan Amerika Serikat, mereka telah menyelamatkan dua perempuan muda di kota Adiyaman.
Pada tahun 1998, saat gempa mengguncang Armenia dan menewaskan 25.000-30.000 orang, Turki juga mengirimkan bantuan. Meski kedua negara itu bermusuhan sejak lama, ketika bencana terjadi dan rakyat membutuhkan bantuan dalam waktu cepat, pintu perbatasan dua negara itu dibuka.
Turki dan Armenia tidak pernah menjalin hubungan diplomatik formal atau komersial sejak tahun 1990-an. Sejak itu, perbatasan bersama mereka ditutup. Kedua negara berselisih, terutama karena Armenia menuding Kekaisaran Ottoman—sebelum Turki modern—melakukan genosida dengan membunuh 1,5 juta warga Armenia pada tahun 1915.
Turki mengakui, banyak warga Armenia yang tinggal di wilayah Ottoman tewas dalam bentrokan dengan pasukan Ottoman selama Perang Dunia I. Namun, Turki membantah jumlah korban yang tewas dan menyangkal bahwa hal itu dilakukan secara sistematis.
Mencoba memulihkan hubungan bilateral, pada Desember 2021, kedua negara menunjuk utusan khusus. Hal ini dilakukan setahun setelah Armenia kalah dari sekutu Turki, Azerbaijan, dalam perang untuk memperebutkan wilayah Nagorno-Karabakh yang menjadi sengketa.
Kemudian, pada tahun lalu, pemimpin Turki dan Armenia bertemu secara informal di Eropa setelah pertemuan tingkat menteri luar negeri. Pada Februari 2022, Turki dan Armenia membuka kembali penerbangan komersial pertama mereka dalam dua tahun.
Baca juga : Turki Terlibat Konflik Armenia-Azerbaijan
Perdana Menteri Armenia Nikol Pashinian dan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengadakan kontak langsung untuk pertama kalinya pada 11 Juli 2022. Keduanya berjanji akan memulai proses baru yang bertujuan untuk menormalkan perjalanan, perdagangan, dan hubungan diplomatik kedua negara.
Peluang normalisasi
Setelah pintu perbatasan dibuka, walau hanya sebentar, ada harapan normalisasi hubungan antara Turki dan Armenia. Meski masih belum jelas, muncul harapan yang mengarah pada pembukaan perbatasan secara permanen.
Menteri Luar Negeri Armenia Ararat Mirzoyan, Rabu (15/2/2023), berkunjung ke Turki. Ini kunjungan keduanya di negara itu sejak Maret 2022 saat ia menggelar pembicaraan dengan Menlu Turki Mevlut Cavusoglu di sela-sela forum diplomatik di Antalya.
”Saya sekali lagi ingin mempertegas kesiapan dan keinginan Armenia untuk membangun perdamaian di kawasan, khususnya menormalisasi hubungan secara penuh dengan Turki, guna menjalin hubungan diplomatik dan membuka secara penuh perbatasan Armenia dan Turki,” kata Mirzoyan.
Gayung pun bersambut. Cavusoglu menyebut bantuan kemanusiaan dari Armenia dapat mendorong upaya normalisasi hubungan kedua negara. ”Armenia telah mengulurkan tangan persahabatan, memperlihatkan solidaritas dan kerja sama dengan kami pada masa yang sulit ini. Kita harus melanjutkan solidaritas ini,” ujar Cavusoglu dalam jumpa pers bersama Mirzoyan di Ankara.
Armenia telah mengulurkan tangan persahabatan, memperlihatkan solidaritas dan kerja sama dengan kami pada masa yang sulit ini. Kita harus melanjutkan solidaritas ini.
Anggota parlemen Turki dari etnis Armenia, Garo Paylan, menilai pembukaan perbatasan bakal menjadi langkah bersejarah bagi kemanusiaan. ”Saya harap langkah kemanusiaan ini akan mengarah pada pembukaan perbatasan untuk selamanya,” ujarnya.
Baca juga : RI Kirim Dua Gelombang Bantuan untuk Korban Gempa Turki-Suriah
Meski pintu perbatasan sudah dibuka, walau hanya sebentar, prospek normalisasi hubungan antara Turki dan Armenia masih belum jelas. Ada harapan hal itu akan mengarah pada pembukaan perbatasan yang permanen. Anggota parlemen Turki dari etnis Armenia, Garo Paylan, menilai pembukaan perbatasan ini adalah langkah bersejarah bagi kemanusiaan. ”Saya harap langkah kemanusiaan ini akan mengarah pada pembukaan perbatasan untuk selamanya,” ujarnya.
Pada Juli 2022, Kilic dan Rubinyan menyetujui semacam proyek percontohan untuk membuka perbatasan, mengizinkan warga menyeberang, dan mengizinkan penerbangan kargo udara antara kedua negara. Namun, prosesnya terhenti di tengah meningkatnya ketegangan antara Armenia dan Azerbaijan menyusul serangan besar-besaran Azerbaijan terhadap Armenia pada September 2020.
Ada sedikit kemajuan kecil pada awal 2023 ketika Turki setuju untuk mengizinkan penerbangan kargo. Sementara proses perundingan terus berlanjut. Akan tetapi, seperti proses-proses sebelumnya, ada yang gagal, ada yang terhenti begitu saja tanpa kejelasan kelanjutan. Proses normalisasi Turki-Armenia berlangsung paralel dengan pembicaraan antara Armenia dan Azerbaijan untuk mencapai kesepakatan damai secara komprehensif guna menyelesaikan konflik.
Ketika Armenia dan Turki mengumumkan akan membuka perbatasan mereka untuk sementara, Juli lalu, Azerbaijan mengumumkan menutup perbatasannya dengan Turki dengan alasan pandemi Covid-19.
Baca juga : Pelajaran dari Gempa Turki
Selain mulai bergandengan dengan Armenia, Turki juga mulai berbulan madu dengan Yunani. Yunani dan Turki bersitegang soal gas alam di Laut Aegea dan Laut Tengah bagian timur. Pada Minggu (12/2/2023), Menlu Yunani Nikos Dendias berkunjung ke area-area terdampak gempa dengan didampingi Cavusoglu.
Daerah konflik
Pengiriman bantuan kemanusiaan untuk korban gempa di Suriah lebih pelik. Ini terkait keadaan Suriah yang masih menjadi daerah konflik.
Syukurlah, akhirnya konvoi 11 truk bantuan PBB bisa masuk dari Turki melalui penyeberangan Bab al-Salama ke wilayah Suriah utara yang dikuasai kelompok oposisi. Bantuan kemanusiaan yang dikirimkan termasuk bahan tempat berlindung, kasur, selimut, dan karpet.
Baca juga : Gempa Turki-Suriah: Tantangan dan Kompleksitas Politik di Balik Evakuasi
Selama tiga tahun terakhir, Bab al-Hawa menjadi satu-satunya penyeberangan perbatasan yang masih terbuka untuk bantuan internasional ke wilayah Suriah yang berada di luar kendali pemerintah. Sebelum 2014, ada empat pintu yang bisa diakses.
Juru bicara Organisasi Internasional untuk Migrasi PBB (IOM), Paul Dillon, menjelaskan, Bab al-Hawa adalah satu-satunya cara bantuan PBB bisa menjangkau warga sipil tanpa melewati wilayah yang dikuasai pasukan Pemerintah Suriah. Kini, Suriah mengizinkan PBB untuk tidak hanya menggunakan penyeberangan Bab al-Hawa, tetapi juga Bab al-Salama dan Al-Raee guna mengirimkan bantuan, tetapi untuk sementara selama tiga bulan. Kawasan ini dikendalikan oposisi yang didukung Turki di Provinsi Aleppo Utara dan penyeberangan ini digunakan untuk perdagangan dengan Turki dan kepentingan militer.
Sebagai latar belakang, pada 2014, Dewan Keamanan (DK) PBB menetapkan empat pintu perbatasan—dua dari Turki, satu dari Jordania, dan satu lagi dari Irak—untuk memasok bantuan bagi warga di Suriah barat laut. Pada Januari 2020, Rusia—sekutu Suriah—mengancam akan memveto guna mengurangi akses bantuan itu menjadi dua pintu perbatasan via Turki. Pada Juli kemudian, China dan Rusia memanfaatkan veto mereka untuk menguranginya lagi menjadi tinggal satu pintu perbatasan.
Perubahan Assad
Keputusan Assad memperluas akses bantuan PBB ke Suriah menandai perubahan Suriah yang selama ini menentang pengiriman bantuan lintas negara ke wilayah-wilayah pasukan oposisi. Pengamat menilai hal itu merupakan salah satu cara bagaimana tanggap bencana dimainkan dalam diplomasi seputar Suriah dan konfliknya yang sudah berlangsung selama 12 tahun.
Assad tampaknya mendapatkan keuntungan secara politik. Dijauhi oleh Barat, Assad justru menerima curahan dukungan negara-negara Arab yang sudah menormalisasi hubungan dengan Suriah beberapa tahun terakhir, terutama Uni Emirat Arab (UEA). Arab Saudi, Selasa lalu, mengirimkan pesawat pengangkut bantuan ke Aleppo yang dikuasai pasukan Assad.
Baca juga : Cerita-cerita Penyelamatan Ajaib pada Korban Gempa di Turki dan Suriah
Bantuan Arab Saudi sejauh ini hanya diberikan ke daerah oposisi. UEA sudah menjanjikan bantuan 50 juta dollar AS untuk Suriah serta bantuan tim pencari dan penyelamat.
Bukan hanya Arab Saudi dan UEA. Pada Rabu (15/2/2023), Menlu Jordania Ayman Safadi juga berkunjung ke Damaskus, Suriah. Ini kunjungan pertamanya sejak konflik Suriah meletus. ”Safadi akan membahas kebutuhan dan bantuan kemanusiaan yang diperlukan kedua negara,” sebut pernyataan Kemenlu Jordania.
Aron Lund, peneliti di lembaga penelitian Century International, mempertanyakan ”niat baik” Assad itu dan apa yang diinginkan Assad sebagai balasannya. Membuka penyeberangan sementara waktu, kata Lund, tidak merugikan Assad dan bisa jadi itu upaya Assad meraih dukungan lebih luas.
AS meragukan keputusan Assad ikhlas tanpa minta balasan. Washington beralasan, selama ini rezim Assad selalu menolak pembuka penyeberangan untuk bantuan kemanusiaan.
Terkait hal itu, Kantor Kepresidenan Suriah hanya menyebutkan, Damaskus menginginkan agar bantuan bisa menjangkau ke seluruh wilayah Suriah untuk membantu warga yang terdampak. Gempa yang melanda Suriah memperparah krisis kemanusiaan Suriah yang sudah akut akibat konflik selama lebih dari satu dekade. (REUTERS/AFP/AP/SAM)