Dengan populasi hampir 700 jiwa dan berstatus perekonomian terbesar ke-5 di dunia, ASEAN tak hanya bisa menjadi pasar menarik. Kawasan ini juga berpotensi menjadi basis manufaktur.
Oleh
KRIS MADA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - ASEAN perlu lebih fokus menjadikan anggotanya sebagai basis produksi untuk kebutuhan kawasan dan global. ASEAN juga bisa membuat standar produksi yang diterima secara global.
Kepala Departemen Ekonomi Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Fajar Hirawan mengatakan, investasi ke Asia Tenggara umumnya di sektor manufaktur. Selain oleh sesama anggotanya, investasi itu juga dikucurkan mitra-mitra ASEAN. ”ASEAN punya potensi besar,” ujar Fajar dalam dialog ”Potret ASEAN Terkini di Kancah Global”, Senin (6/2/2023), di Jakarta.
Dalam catatan Sekretariat Jenderal ASEAN, manufaktur menerima 45 miliar dollar AS investasi asing sepanjang 2021. Sementara sektor keuangan menerima 57 miliar dollar AS. Dengan porsi 26 persen, AS menempati peringkat pertama sebagai sumber investasi ASEAN. Setelah itu, baru diikuti sesama ASEAN dan China.
Dengan populasi hampir 700 jiwa dan berstatus perekonomian terbesar ke-5 di dunia, menurut Fajar, Asia Tenggara tak hanya bisa menjadi pasar menarik. Berbagai perusahaan memilih ASEAN sebagai basis produksi mereka untuk memasok ke pasar kawasan dan kebutuhan global.
Pada kesempatan sama, Direktur Jenderal ASEAN pada Kementerian Luar Negeri RI Sidharto Suryodipuro menyatakan, ASEAN perlu lebih fokus mengintegrasikan dirinya dengan rantai pasok global. Integrasi itu membuat produk ASEAN memiliki sumber pasokan dan potensi pasar yang jelas. ”Banyak ruang untuk meningkatkan rantai pasok,” katanya.
Peluang itu tak lepas dari fakta perdagangan sesama anggota ASEAN yang baru 25 persen dari seluruh transaksi di kawasan. Sebagai pembanding, perdagangan sesama anggota Uni Eropa menembus 50 persen. Investasi sesama anggota ASEAN masih 23 persen dari total modal asing di kawasan.
Berdasarkan catatan Sekretariat Jenderal ASEAN, salah satu industri yang menerima investasi asing dalam jumlah besar adalah kendaraan listrik. ”Karena teknologi ini masih baru, ASEAN perlu menciptakan ekosistem yang memiliki aturan sama atau minimal serupa,” kata Sidharto.
ASEAN Investment Report 2022 mencantumkan, Indonesia merupakan salah satu negara penting dalam rantai pasok industri kendaraan listrik di kawasan. Bahkan, Indonesia satu-satunya negara di kawasan yang memungkinkan proses produksi dari hulu bahan baku hingga ke hilir dalam bentuk produk jadi.
Bersama elektronik dan lokapasar, industri kendaraan listrik akan menjadi pendorong aliran investasi asing di ASEAN dalam beberapa tahun mendatang. ASEAN akan semakin berperan penting dalam ekosistem industri kendaraan listrik global.
Sekretariat Jenderal ASEAN juga mencatat, anggota-anggota ASEAN berusaha menjadikan negaranya sebagai simpul penting dalam rantai pasok industri kendaraan listrik global. ASEAN menarik sebagai basis produksi bukan karena dekat dengan sumber bahan baku.
Pemerintah di sejumlah anggota ASEAN agresif mengadopsi kendaraan listrik sebagai upaya menekan emisi karbon. Kebijakan itu menawarkan peluang pasar yang besar untuk produsen kendaraan listrik. Hal ini, menurut Fajar, tidak lepas dari fakta perekonomian ASEAN terus tumbuh. Ini menjadi pertimbangan penting berbagai pihak.
Pertumbuhan
Fajar mengatakan, fakta perekonomian ASEAN terus tumbuh menjadi pertimbangan penting berbagai pihak. Perekonomian ASEAN selalu tumbuh di atas rata-rata global. Saat perekonomian global ditaksir tumbuh tidak melebihi dua persen pada 2023, perekonomian ASEAN diproyeksikan tumbuh melebihi empat persen. Bahkan, beberapa anggota ASEAN malah diproyeksikan tumbuh di atas lima persen.
Sidharto menambahkan, ASEAN menjaga pertumbuhan ekonominya dengan berbagai cara. Salah satunya menjaga kestabilan dan keamanan kawasan. Tanpa kedua hal itu, pertumbuhan sulit dicapai.
Sementara Gubernur Lemhanas Andi Widjajanto mengatakan, ada tantangan serius pada upaya ASEAN menjadi pusat pertumbuhan. Mayoritas tantangan itu justru berasal dari luar kawasan.
Persaingan Amerika Serikat dengan Rusia dan China salah satu faktor di luar kawasan. Di internal ASEAN, ada persoalan Myanmar. Semua permasalahan itu belum jelas kapan akan selesai. Karena itu, ASEAN perlu menyusun skenario dengan mempertimbangkan berbagai persoalan geopolitik masih lama akan selesai. Apalagi, sebagian masalah geopolitik itu terbukti berimbas pada kawasan.
Sejauh ini, ASEAN bisa mengelola aneka persoalan itu lewat berbagai saluran diplomasi dan dialog. Semua saluran itu memastikan tetap ada pelantar diplomasi dan kerja sama di antara kekuatan berseberangan. “Kekuatan ASEAN di kemampuan mendorong prosesnya tetap berjalan, tidak berhenti, walau hasilnya mungkin dianggap lama,” ujar Andi.
ASEAN bisa menghadirkan pelantar-pelantar yang memungkinkan kerja sama lintas kekuatan. “Pelantar diplomasi inklusif penting dalam menjaga keamanan, kestabilan, dan kedamaian kawasan,” ujar Sidharto.
Beberapa tahun terakhir,ASEAN berusaha mendorong AS-China bersama-sama terlibat dalam proyek infrastruktur kawasan. Kerja sama sektor ekonomi masih berpeluang dilakukan di tengah ketegangan Beijing-Washington.
Pangan
Fajar mengatakan, salah satu dampak masalah geopolitik di luar kawasan adalah krisis pangan. Oleh karena itu, Indonesia perlu lebih terbuka pada berbagai alternatif penyediaan pangan.
“Fokusnya adalah ketahanan pangan. Cara pasokannya adalah alternatif-alternatif yang perlu dibuka seluasnya,” kata dia.
Sidharto mengatakan, Indonesia memang berusaha mendorong kerja sama dengan negara-negara produsen pangan. Belajar dari pengalaman pandemi Covid-19, ASEAN perlu menciptakan mekanisme agar anggotanya bisa saling tolong. “Tidak malah menutup diri seperti waktu pandemi,” kata dia.
Oleh sebab itu, pertemuan para menteri luar negeri ASEAN pekan lalu sepakat bahwa ASEAN akan memperluas fungsi dana tanggap daruratnya. Dari hanya untuk penanganan Covid-19, dana itu bisa dipakai untuk berbagai krisis lain yang mungkin melanda kawasan di masa mendatang. (RAZ)