Sampai sekarang belum ada perincian tugas dan target tugas utusan khusus. Padahal, petunjuk teknis terinci itu diperlukan untuk mengukur keberhasilan penugasan utusan tersebut.
Oleh
KRIS MADA, LARASWATI ARIADNE ANWAR
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — ASEAN perlu menetapkan secara permanen utusan khusus untuk mendampingi Myanmar menyelesaikan masalahnya. ASEAN juga perlu merinci target penugasan utusan khusus tersebut.
Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi mengatakan, Myanmar menjadi pembahasan pokok rangkaian pertemuan ASEAN beberapa hari terakhir. Para menlu dan sejumlah pejabat ASEAN berkumpul di Jakarta pada 1-4 Februari 2023 untuk membahas sejumlah hal dalam beberapa forum. ”Seperti dimandatkan para pemimpin, sebagai ketua, Indonesia mengusulkan rencana penerapan lima poin konsensus,” ujarnya setelah ASEAN Ministerial Meeting (AMM), Sabtu (4/2/2023), di Jakarta.
ASEAN sepakat penyelesaian krisis Myanmar tetap berpatokan pada konsensus itu. Salah satu poinnya adalah penunjukan utusan khusus ASEAN untuk Myanmar.
Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Dewi Fortuna Anwar, mengatakan, utusan khusus adalah mandat para pemimpin ASEAN. Sampai sekarang, belum ada aturan jelas soal penunjukannya. ”Penjabatnya perlu dipermanenkan dan bertugas profesional,” ujarnya.
Status permanen akan membuat utusan khusus lebih fokus bekerja. Status itu juga diperlukan untuk keberlanjutan pendampingan pada Myanmar dalam penyelesaian masalahnya.
Sejak disepakati pada April 2021, utusan khusus untuk Myanmar dijabat bergiliran. Ketua bergilir ASEAN menunjuk salah satu pejabatnya untuk menjadi utusan khusus. Setelah dipegang Brunei Darussalam dan Kamboja, utusan khusus 2023 akan berasal dari Indonesia.
Dewi mengatakan, status permanen akan membuat utusan khusus lebih fokus bekerja. Status itu juga diperlukan untuk keberlanjutan pendampingan pada Myanmar dalam penyelesaian masalahnya. Apalagi, krisis Myanmars sulit selesai selama dan setelah masa keketuaan Indonesia di ASEAN.
Di antara negara-negara ASEAN, Myanmar menjadi anggota yang paling muda sekaligus nyaris tidak pernah berhenti bermasalah. Sampai sekarang, negara itu dilanda perang saudara. Dulu antara pemerintah pusat dan milisi suku. Kini, lawan pemerintah pusat bertambah dengan milisi pendukung oposisi. Krisis, antara lain, membuat jutaan warga Myanmar mengungsi.
Beda kondisi
Dewi mengingatkan, kondisi Myanmar kini berbeda dengan beberapa tahun lalu. Dulu, junta berinisiatif membuka diri dan ASEAN memutuskan mendampingi Myanmar memulai transisi demokrasi. Sementara dua tahun ini, junta terus menutup diri selepas kudeta 1 Februari 2021. Bahkan, sampai sekarang junta terus menjadi salah satu faktor perintang pelaksanaan Lima Poin Konsensus ASEAN.
Peneliti CSIS, Lina Alexander, mengatakan, sampai sekarang belum ada perincian tugas dan target tugas utusan khusus. Padahal, petunjuk teknis terinci itu diperlukan untuk mengukur keberhasilan penugasan utusan tersebut.
Sampai sekarang, Indonesia belum secara resmi mengungkap penjabatnya. Sejauh ini, ada indikasi jabatan itu akan dipegang dua orang. Mantan Wakil Tetap RI di ASEAN yang kini menjadi Staf Khusus Menteri Luar Negeri untuk Diplomasi Kawasan, I Gede Ngurah Swajaya, akan menjadi kepala kantornya. Selain itu, Presiden Joko Widodo disebut akan mengutus jenderal atau pensiunan jenderal untuk berkomunikasi dengan junta.
Direktur Jenderal ASEAN Kemenlu RI Sidharto R Suryodipuro mengatakan, sampai sekarang belum ada pembahasan dengan anggota ASEAN soal penunjukan utusan khusus. Penunjukan juga merupakan kewenangan Presiden RI.
Adapun Swajaya mengatakan, Indonesia terus mengupayakan terobosan dalam penyelesaian masalah Myanmar. Indonesia tidak menutup semua opsi untuk mendampingi Myanmar menyelesaikan krisisnya. Hal itu termasuk berkomunikasi dengan semua pihak di Myanmar.
Wujudkan konsensus
Retno mengatakan, para menlu ASEAN sepakat lima poin konsensus harus dijalankan. Sebagai Ketua ASEAN 2023, Indonesia memakai tiga pendekatan untuk isu Myanmar. Indonesia terus mendorong komunikasi dengan semua pemangku kepentingan. Komunikasi itu langkah pertama mewujudkan dialog nasional Myanmar yang melibatkan semua pihak di sana. Indonesia sudah mulai berkomunikasi dengan sejumlah pemangku kepentingan di sana.
Perwujudan dialog juga membutuhkan penghentian semua jenis kekerasan sebagai pendekatan kedua. Penyaluran bantuan kemanusiaan tanpa pandang bulu kepada semua pihak yang membutuhkan juga diperlukan untuk mewujudkan dialog.
Pendekatan ketiga Indonesia adalah menyinergikan upaya penyelesaian krisis Myanmar dengan mitra-mitra ASEAN. ”Semua anggota (ASEAN) mendukung pendekatan Indonesia soal kondisi Myanmar,” katanya.
Para menlu ASEAN juga menekankan pelaksanaan Lima Poin Konsensus soal Myanmar. Konsensus itu disebut sebagai pendekatan bersama ASEAN soal Myanmar. Disepakati pada April 2021, sampai sekarang hampir semua poin itu belum terwujud.
Salah satu poinnya adalah penunjukan utusan khusus ASEAN untuk membantu Myanmar. Retno menyebut, sebagai Ketua ASEAN 2023, Indonesia membuka semua opsi soal tugas utusan khusus tersebut.