Insiden di Jenin Picu Ketegangan Baru antara Palestina dan Israel
Pejuang Palestina bertekad melakukan serangan balasan ke Israel setelah serangan di kamp Jenin. Arab Saudi juga menyatakan normalisasi hubungan tak bisa dilakukan selama tidak ada negara Palestina.
Oleh
MAHDI MUHAMMAD
·5 menit baca
TEPI BARAT — Di tengah rencana kunjungan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Antony Blinken ke Timur Tengah, militer Israel membombardir Jalur Gaza dengan roket yang ditembakkan dari jet tempur dan pesawat nirawak. Sebanyak 10 pengungsi Palestina di kamp Jenin tewas. Sebagai balasan, pejuang Palestina menembakkan sejumlah roket ke wilayah Israel dengan peralatan seadanya.
Beberapa roket ditembakkan dari Gaza, Jumat (27/1/2023) pagi, saat langit di atas wilayah Palestina dan Israel masih gelap gulita. Roket-roket itu melintas di atas kota Ashkelon yang berjarak sekitar 12 kilometer utara Gaza.
Serangan ini memicu sirene di sejumlah permukiman Israel yang berbatasan dengan Gaza, memperingatkan warga untuk mencari tempat berlindung. Tidak ada laporan warga cedera karena serangan itu digagalkan oleh sistem pertahanan Iron Dome milik Israel.
Stasiun televisi Israel, Channel 12, menyiarkan cuplikan sistem pertahaan Iron Dome bekerja, mencegat roket-roket yang diluncurkan oleh pejuang Palestina. Selang beberapa waktu kemudian, militer Israel mengatakan telah melakukan serangan di Gaza. Sejumlah saksi warga Palestina dan media menyebut serangan militer Israel menargetkan lokasi yang diduga sebagai kamp pelatihan kelompok Hamas. Tidak ada korban cedera yang dilaporkan.
Hamas sendiri menyatakan, serangan ke wilayah Israel itu sebagai balasan atas serangan pasukan komando Israel yang menewaskan 10 warga Palestina, termasuk seorang perempuan tua berusia 61 tahun dan melukai sedikitnya 12 orang. Serangan itu disebut sebagai salah satu serangan paling mematikan dalam beberapa tahun terakhir, termasuk dalam catatan Perserikatan Bangsa-Bangsa (Kompas.id, 26 Januari 2023).
Serangan yang mematikan dan tindakan kekerasan terhadap warga Palestina semakin menjadi setelah pemerintahan Israel dikuasai kembali oleh Benjamin Netanyahu yang menggandeng sejumlah politisi sayap kanan. Hampir setiap hari, di berbagai media lokal Palestina dan kantor berita asing mengabarkan kematian warga Palestina di tangan militer Israel. Tidak hanya orang dewasa yang menjadi korban, tetapi juga anak-anak.
Provokasi semakin menjadi-jadi setelah politisi sayap kanan yang kini menjabat sebagai Menteri Keamanan Nasional Isral Itamar Ben-Gvir mengunjungi kompleks Masjid Al Aqsa. Selain itu, pernyataan Ben-Gvir yang menyebut akan memberikan penghargaan bagi polisi atau militer Israel yang berhasil membunuh warga Palestina menimbulkan kecaman dari berbagai pihak.
Ben-Gvir bergeming dan beberapa hari lalu dia mengunggah sebuah foto yang menampakkan dirinya telah menyerahkan plakat kepada seorang polisi yang melakukan tindakan tersebut.
Tindakan dan provokasi yang dilakukan sejumlah pejabat tinggi Israel mendorong Otoritas Palestina untuk menghentikan kerja samanya dengan militer Israel. Kerja sama yang dimaksud adalah mengendalikan pejuang Palestina untuk tidak melakukan serangan terhadap Israel.
Otoritas Palestina juga memiliki kendali yang terbatas terhadap pejuang Palestina.
Juru bicara PA, Nabil Abu Rudeineh, mengatakan, tindakan penghentian itu diambil oleh Presiden Palestina Mahmoud Abbas karena menilai militer Israel telah berulang kali melanggar kesepakatan. Salah satunya adalah kesepakatan mengacu pada komitmen dari proses perdamaian Oslo pada 1990-an.
Dia juga mengatakan, Palestina berencana mengajukan pengaduan ke Dewan Keamanan PBB, Pengadilan Kriminal Internasional, dan badan internasional lainnya.
Serangan militer yang mematikan juga telah memancing reaksi dari kelompok Fatah yang sebenarnya lebih moderat. Dikutip dari laman Middle East Monitor, Fatah menyerukan pendukungnya untuk mengintensifkan konfrontasi melawan militer dan Pemerintah Israel.
”Biarkan rakyat kita bangkit di mana-mana, biarkan semua orang bertanggung jawab untuk mencegah agresi, serta biarkan jalanan kita menjadi arena konfrontasi dengan agresor dan pemukim,” kata Fatah dalam pernyataannya.
Menyusul pernyataan kelompok Hamas, pernyataan Fatah disampaikan beberapa jam sebelum roket diluncurkan ke wilayah Israel. ”Tindakan perlawanan atas apa yang terjadi hari ini di Jenin tidak akan ditunda,” kata pejabat tinggi Hamas, Saleh Arouri.
Juru bicara Jihad Islam, Tariq Salmi, menyatakan, kelompoknya bersumpah akan melakukan perlawanan di mana pun dan bersiap untuk konflik terbuka. Utusan Khusus PBB untuk Palestina, Tor Wennesland, mengungkapkan keprihatinannya terhadap situasi keamanan yang makin memburuk di Palestina.
”Saya sangat khawatir dan sedih dengan berlanjutnya siklus kekerasan di wilayah pendudukan Tepi Barat. Kematian sembilan warga Palestina hari ini, termasuk militan dan seorang wanita, selama operasi penangkapan Israel di Jenin adalah contoh nyata lainnya,” kata Wennesland dalam sebuah pernyataan, dikutip dari kantor berita Palestina, Wafa.
Dia mengatakan, sejak awal tahun, PBB terus menyaksikan tren negatif di wilayah tersebut, menyusul tindakan provokasi dan kekerasan yang dilakukan oleh militer dan warga sipil Israel terhadap warga Palestina. ”Sangat penting untuk segera mengurangi ketegangan dan mencegah lebih banyak korban jiwa,” ujarnya.
Menyusul kekerasan yang terjadi di Jenin, Dewan Keamanan PBB dikabarkan akan segera melakukan pertemuan darurat membahas insiden itu. Pertemuan tersebut diusulkan oleh Uni Emirat Arab dan mendapat dukungan dari Perancis dan China. Sementara Pemerintah Arab Saudi menyatakan tidak akan melakukan normalisasi hubungan dengan Israel.
”Kami telah mengatakan secara konsisten bahwa kami percaya normalisasi dengan Israel adalah sesuatu yang sangat menarik bagi kawasan. Normalisasi dan stabilitas sejati hanya akan datang dengan memberikan harapan kepada warga Palestina, dengan memberikan martabat kepada warga Palestina,” kata Menteri Luar Negeri Arab Saudi Pangeran Faisal bin Farhan al Saud kepada Bloomberg TV dalam wawancara yang diadakan di sela-sela Forum Ekonomi Dunia di Davos, Swiss, Kamis (26/1/2023).
Faisal mengatakan, normalisasi hanya bisa dilakukan di atas kesepakatan pembentukan negara Palestina yang merdeka dan berdaulat. Pernyataan ini disampaikan menyusul kecaman yang diserukan Pemerintah Arab Saudi atas serangan militer Israel di kamp pengungsi Jenin.
Pemerintah Arab Saudi mengecam serangan tersebut. Mereka juga menilai bahwa tindakan itu adalah pelanggaran serius terhadap hukum internasional oleh pasukan pendudukan Israel. Qatar, Kuwait, dan Oman juga mengecam tindakan itu.
Ketegangan di Timur Tengah terjadi menjelang kunjungan Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken ke sejumlah negara Timur Tengah, termasuk Palestina dan Israel. Sebelumnya, Penasihat Keamanan Nasional Jack Sullivan juga telah berkunjung ke Israel dan mendiskusikan beberapa hal. Salah satunya adalah normalisasi hubungan Arab Saudi-Israel.
Perjalanan Blinken akan dimulai Minggu (29/1/2023). Lawatan itu diperkirakan akan diwarnai suasana tegang setelah serangan Israel ke Jenin.
Asisten Menlu untuk Urusan Timur Dekat Barbara Leaf mengatakan, para pejabat AS telah menghubungi pejabat tinggi Israel dan Palestina sejak insiden itu terjadi. AS menekankan pentingnya menenangkan situasi. Dia mengatakan, korban sipil yang dilaporkan di Jenin ”sangat disesalkan”.
Namun, dia juga mengatakan, keputusan Abbas menghentikan semua kerja sama keamanan dengan Israel adalah sebuah kesalahan. Ia merujuk antara lain pada pernyataan Abbas yang hendak membawa masalah ini ke PBB dan Pengadilan Kriminal Internasional.
”Jelas, menurut kami ini bukan langkah yang tepat untuk diambil saat ini. Kami ingin melihat mereka bergerak kembali ke arah lain. Kami pikir tidak masuk akal untuk pergi ke forum internasional sekarang,” katanya.
Juru Bicara Departemen Luar Negeri AS Ned Price menggarisbawahi desakan agar para pihak mengambil langkah yang bisa mengurangi ketegangan di lapangan dan menghentikan sikus kekerasan. (AP/AFP/REUTERS)