Perkembangan lowongan kerja segmen HCI rata-rata 25 persen per tahun sampai setidaknya 2030. Kekurangan tenaga kerja mencapai jutaan orang per tahun. Keamanan sibernatika termasuk paling parah kekurangannya.
Oleh
KRIS MADA
·5 menit baca
AFP/ROBYN BECK
Foto pada 3 Januari 2023 menunjukkan para pekerja menata pajangan Google menjelang CES 2023 di Las Vegas Convention Center di Las Vegas, Nevada, Amerika Serikat. Induk perusahaan Google, Alphabet, Jumat (20/1/2023), mengumumkan pemangkasan 12.000 pegawai secara global.
Badai pemecatan dan kebangkrutan tengah melanda industri teknologi. Ditambah peluang resesi ekonomi beberapa kawasan serta perang dagang yang dilancarkan Amerika Serikat dan sekutunya, harapan seolah sirna dari industri itu. Padahal, industri bernilai lebih dari 5 triliun dollar AS per tahun itu masih punya banyak peluang berkembang dan beradaptasi. Karena itu, tenaga kerja akan terus dibutuhkan industri tersebut.
Para investor industri teknologi memang mendesak pemangkasan tenaga kerja. Hal itu, antara lain, tecermin dalam surat pimpinan Altimeter Capital Brad Gersner kepada Meta. Gersner menilai, Meta, perusahaan induk Facebook dan Instagram, sudah kelebihan orang. ”Kami mendorong perusahaan bergerak cepat dan memangkas biaya terkait pekerja paling sedikit 20 persen pada 1 Januari 2023,” tulis Gersner, yang memimpin salah satu perusahaan permodalan yang paling awal mendanai Meta.
Desakan sejenis disampaikan TCI Fund Management kepada Alphabet. Dalam surat salah satu pemegang induk perusahaan Google itu, TCI Fund Management menilai Alphabet tetap bisa bekerja lebih baik meski ada pengurangan pegawai.
Desakan para pemegang saham membuat raksasa teknologi memberhentikan ribuan pekerja. Dalam beberapa bulan terakhir, lama-laman media sosial pekerja industri teknologi mengumumkan mereka dipecat. Bahkan, insinyur yang sudah bekerja 1,5 dekade di Google pun terkena pemecatan massal.
Harapan dan peluang
Gelombang pemecatan itu mencemaskan banyak orang, terutama mahasiswa program studi teknologi informatika dan komputer (TIK). Meski demikian, harapan masih ada seperti tecermin dalam hasil kajian lembaga konsultansi Deloitte.
Dalam laporan yang diterbitkan pada Januari 2023 itu, Deloitte, antara lain, menyoroti isu tenaga kerja. Deloitte menemukan 58 persen perusahaan kesulitan menemukan pekerja dengan keterampilan yang sesuai kebutuhan mereka. Sementara 48 persen perusahaan kesulitan menemukan pekerja tetap. Temuan Deloitte menunjukkan, ada ketidaksesuaian kebutuhan pasar dengan pasokan tenaga kerja.
KOMPAS/RIZA FATHONI
Anggota staf bagian radiologi Rumah Sakit Jantung Harapan Kita, Jakarta, mengoperasikan alat MRI (magnetic resonance imaging) untuk proses pemeriksaan pasien, Kamis (19/1/2023). Kesehatan termasuk sektor yang masif menggunakan kemajuan teknologi informatika.
Lembaga konsultansi lain, McKinsey, malah memaparkan keterampilan sektor TIK yang akan terus dibutuhkan sesuai perkembangan industri. Bukan hanya industri teknologi, keterampilan terkait TIK juga dibutuhkan sektor lain. Pelayanan kesehatan, otomotif, hingga media membutuhkan orang-orang dengan keterampilan tertentu di sektor TIK.
Organisasi internasional pekerja sektor TIK, IEEE Computer Society, juga membuat kesimpulan yang mirip dengan McKinsey soal peluang kerja di masa mendatang. Bukan di peringkat pertama, tetapi dibutuhkan lintas sektor industri, tenaga TIK yang paling dicari adalah terkait pengolahan data—orang yang bisa menggali, menganalisis, dan memvisualkan mahadata dicari oleh industri TIK, kesehatan, keuangan, hingga media.
Di daftar pertama kebutuhan tenaga TIK, menurut MsKinsey dan IEEE Computer Society, adalah orang berketerampilan keamanan sibernatika. National Institute of Standard Tecnology AS menyebut, kekurangan tenaga keamanan sibernatika amat parah. Secara global paling tidak dibutuhkan 2,7 juta orang lagi untuk mengurusi keamanan sibernatika. Hingga 700.000 orang di antaranya dibutuhkan AS.
NIST menemukan, hingga 91 persen perusahaan AS setuju membayari pelatihan pekerja di segmen keamanan sibernatika gara-gara kekurangan tenaga di segmen itu. Sebab, 78 persen perusahaan mengakui sulit sekali mencari tenaga di segmen tersebut.
Lembaga pemerintahan dan swasta menyadari kebutuhan pekerja keamanan sibernatika karena peretasan dan pencurian data kian marak. Nyaris tidak ada hari tanpa informasi peretasan yang juga menyasar perusahaan teknologi itu. Bahkan, di beberapa negara, perusahaan penyedia jasa keamanan sibernatika beberapa kali kebobolan.
Interaksi manusia
Peningkatan penggunaan TIK di berbagai sektor tidak hanya membutuhkan tenaga keamanan. Fenomena itu membuat keperluan teknisi rekayasa interaksi komputer dengan manusia (HCI) juga melonjak. Berbagai lembaga menaksir, perkembangan lowongan kerja segmen HCI rata-rata 25 persen per tahun sampai setidaknya 2030.
KOMPAS/HERU SRI KUMORO
Peralatan dan perlengkapan yang menunjang kegiatan belajar mengajar, seperti mata pelajaran teknologi dan informasi, dipamerkan di area Seminar Nasional dan Rapat Kerja Guru TIK dan KKPI (Keterampilan Komputer dan Pengelola Informasi) di Kantor Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta, Selasa (27/12/2016).
Masih terkait HCI, setiap perusahaan yang mempunyai laman internet atau menyediakan jasa melalui internet membutuhkan pengembang interaksi produk mereka dengan konsumen. Segmen yang dikenal sebagai UX/UI masih akan terus berkembang seiring perubahan pola konsumsi melalui internet.
Konsumen berharap produk semakin mudah diakses. Para pengembang di perusahaan diharapkan bisa menemukan cara untuk memenuhi keinginan itu. Pengembangan bisa dari hal mendasar sampai sekadar sedikit modifikasi tampilan. Untuk kebutuhan mendasar jelas dibutuhkan perekayasa dan pengembang perangkat lunak.
Perusahaan intelijen bisnis, IDC, menaksir akan ada kekurangan hingga 4 juta pengembang secara global dalam tiga tahun mendatang. Kekurangan sebanyak itu memusingkan direksi dan manajer berbagai perusahaan yang menyediakan jasa melalui internet. Banyak aplikasi di ponsel bermasalah karena kekurangan pengembangan. Aplikasi berbasis sistem operasi Apple paling banyak kekurangan pengembang.
Keterampilan lain yang tidak kalah penting adalah terkait otomatisasi. Di Indonesia, tidak sampai 10 perguruan tinggi yang menyediakan program studi yang memungkinkan aneka peralatan bekerja secara otomatis itu.
Otomatisasi jelas membutuhkan komputer yang bisa mengolah berbagai informasi dinamis dalam jumlah banyak. Karena itu, industri TIK membutuhkan tenaga terkait kecerdasan buatan (AI) dan mesin yang dapat belajar (machine learning). Sektor ini disebut paling berkembang dan menjadi penentu tren masa depan. Tentu saja, sulit menjalankan industri berbasis internet tanpa dukungan infrastruktur. Karena itu, teknik jaringan komputer tetap menjadi segmen yang dibutuhkan.
Keterampilan lain
Di luar kemampuan teknis, para pekerja sektor TIK membutuhkan keterampilan lain. IDC dan Forbes menemukan, salah satu penyebab perusahaan kesulitan menemukan pengembang adalah pengembang tidak mampu berkolaborasi dalam tim. Padahal, pengembangan produk membutuhkan kerja sama lintas sektor. Berbagai laporan juga mengungkap banyak pengembang tidak mau berkonsultasi dengan manajemen soal pengembangan produk. Padahal, manajemen perlu memantau pengembangan itu agar sesuai kebutuhan perusahaan.
Di sektor HCI dan UX/UI, persoalan utama adalah calon pekerja tidak cakap berkomunikasi. Padahal, inti HCI dan UX/UI justru soal komunikasi.
KOMPAS/SAIFUL RIJAL YUNUS
Mita (23), warga Kendari, Sulawesi Tenggara, menunjukkan aplikasi JARI untuk pelayanan administrasi, Jumat (10/6/2022). Berbagai terobosan dalam pelayanan dilakukan Pemkot Kendari selama beberapa tahun terakhir. Salah satu hasilnya, IPM di daerah ini menduduki peringkat empat di Indonesia.
Ketidakmampuan berkomunikasi dan berkolaborasi menjadi salah satu penyebab banyak pemecatan pengembang. Sebab, perusahaan menilai pengembang tidak memahami visi mereka. Sementara pengembang menilai manajemen tidak mampu menangkap tawaran dan peluang yang dianggap terbaik oleh pengembang.
Hambatan lain dalam proses perekrutan adalah manajemen menilai kemampuan calon pekerja menemukan solusi amat rendah. Padahal, tujuan perekrutan pekerja adalah mencari solusi yang dihadapi perusahaan dalam menyajikan produk kepada konsumen.
Setiap perusahaan memang harus memastikan konsumen bisa memakai produk mereka dengan mudah. Aplikasi yang rumit jelas akan membuat pelanggan meninggalkannya. Penyajian aplikasi dan aneka produk teknologi lain yang mudah digunakan konsumen jelas membutuhkan tenaga sektor TIK. (AFP/REUTERS)