Dipicu Pembakaran Al Quran, Erdogan Tolak Dukung Swedia Masuk NATO
Swedia butuh dukungan Turki untuk masuk NATO. Sampai kini, dukungan belum diberikan Turki karena sejumlah permintaan Turki ke Swedia belum dipenuhi. Insiden pembakaran Al Quran di Swedia membuat dukungan Turki menipis.
Oleh
KRIS MADA
·4 menit baca
ANKARA, SELASA — Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan menegaskan menolak mendukung Swedia menjadi anggota Pakta Pertahanan Atlantik Utara. Pernyataan terbaru ini dikemukakan setelah politisi Swedia membakar Al Quran dalam unjuk rasa di depan Kedutaan Besar Turki di Stockholm, Swedia, akhir pekan lalu.
Dilaporkan Anadolu Agency dan Huriyet Daily pada Senin (23/1/2023) malam waktu Ankara, Erdogan menyebut Swedia tidak perlu lagi berharap bisa masuk Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO). ”Mereka yang menyebabkan hal memalukan di depan kedutaan kami tidak dapat mengharapkan kebaikan soal pendaftaran keanggotaan mereka di NATO. Jika Anda tidak menghormati agama di Republik Turki atau pada Muslim, Anda tidak akan mendapat dukungan apa pun (untuk menjadi anggota NATO),” tuturnya.
Dalam unjuk rasa di depan Kedutaan Besar Turki di Stockholm, Sabtu (21/1/2023), politisi sayap kanan, Rasmus Paludan, membakar Al Quran. Pembakaran itu dilakukan di depan aparat keamanan yang mengawal unjuk rasa tersebut. ”Tindakan keji di Swedia adalah penghinaan bagi siapa pun yang menghormati hak asasi dan kebebasan, khususnya Muslim,” kata Erdogan.
Aksi pembakaran Al Quran oleh Paludan juga mengundang kecaman keras negara-negara Arab dan negara berpenduduk mayoritas Muslim, termasuk Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Maroko, Jordania, Kuwait, dan Indonesia. Sikap serupa dikeluarkan oleh beberapa organisasi internasional, seperti Dewan Kerja Sama Teluk (GCC) dan Organisasi Kerja Sama Islam (OKI).
Pada hari Sabtu itu, selain unjuk rasa kelompok sayap kanan, juga berlangsung secara terpisah dua unjuk rasa. Satu unjuk rasa juga diikuti orang Kurdi di Swedia yang menentang rencana keanggotaan Swedia di NATO. Satu unjuk rasa lainnya digelar oleh kelompok pro-Turki. Ketiga unjuk rasa tersebut mendapat izin aparat kepolisian.
Dalam pidatonya, Erdogan juga menyoroti keengganan Swedia memenuhi tuntutan Turki soal Kurdi. Sejumlah pendukung dan pengurus Partai Pekerja Kurdi (PKK), kelompok yang ditetapkan sebagai teroris oleh Ankara, tinggal di Swedia. PKK juga ditetapkan sebagai kelompok teroris di Uni Eropa dan Amerika Serikat, tetapi simbol-simbolnya tidak dilarang di Swedia.
”Kami sudah sampaikan sejak awal, ada teroris di jalan-jalan Anda, di mana-mana, lalu Anda mengharapkan kami mendukung Anda masuk NATO. Tidak mungkin. Jangan harapkan dukungan dari kami,” kata Erdogan.
Menteri Pertahanan Turki Hulusi Akar juga telah menyatakan, sikap Turki amat jelas soal keanggotaan Swedia di NATO. Jika Stockholm terus membiarkan unjuk rasa pembakaran Al Quran atau tindakan lain yang tidak menghormati agama, Turki tidak akan mendukung lamaran Swedia ke NATO.
Akar juga mempersoalkan penolakan Swedia mendeportasi sejumlah anggota PKK ke Turki. ”Mereka meminta dukungan kami untuk keamanan dan pertahanan, walakin mereka menolak permintaan kami dalam pemberantasan teror,” ujar Akar.
Akar sedianya melawat ke Swedia pekan lalu untuk membahas lamaran Swedia ke NATO. Ulah Paludan membuat Akar membatalkan lawatan itu. Ankara juga menolak lawatan Menhan Swedia Pal Jonson ke Turki setelah insiden itu.
Butuh dukungan Turki
Bersama Finlandia, menyusul invasi Rusia ke Ukraina, Swedia pada tahun lalu mendaftar untuk bergabung NATO. Swedia mendadak mengubah netralitasnya dan meminta bergabung dengan NATO setelah Rusia menyerbu Ukraina hampir setahun lalu.
Keseluruhan 30 negara anggota NATO saat ini, termasuk Turki, harus menyetujui pendaftaran mereka. Sampai sekarang, dukungan belum diberikan Turki karena sejumlah permintaan Turki ke Swedia belum dipenuhi, termasuk soal isu warga dan aktivis Kurdi di Swedia.
Telah menjadi anggota NATO selama 70 tahun, Turki sekaligus menjadi negara dengan tentara terbesar kedua di organisasi itu. Tentara terbesar pertama dimiliki Amerika Serikat.
Pembakaran Al Quran oleh Paludan menambah alasan Turki menolak keanggotaan Swedia. Apalagi, sampai sekarang Stockholm tidak menindak pembakaran itu dengan alasan tidak ada pelanggaran hukum.
Menteri Luar Negeri Swedia Tobias Billstrom mengatakan, kebebasan berpendapat dijamin undang-undang di Swedia. Stockholm memandang tindakan Paludan sebagai bentuk kebebasan berpendapat.
”Pemerintah Swedia amat jelas bahwa ada kebebasan berpendapat di Swedia. Walakin, kami juga jelas tidak mendukung orang yang melakukan (tindakan) itu,” ujar Billstrom di Brussels, Belgia.
Menanggapi pernyataan terbaru Erdogan, Billstroom kepada kantor berita Swedia, TT, Senin (23/1/2023) malam, mengatakan, ”Saya tidak dapat mengomentari pernyataan (Erdogan) itu malam ini. Saya ingin memahami dulu secara persis apa yang dia katakan.”
Melalui cuitan di Twitter, Sabtu (21/1/2023) malam, Perdana Menteri Swedia Ulf Kristersson mengatakan, ”Kebebasan berpendapat adalah bagian fundamental dalam demokrasi. Namun, sesuatu yang legal belum tentu pantas dilakukan. Membakar buku-buku yang dianggap suci bagi banyak orang adalah tindakan yang sangat tidak hormat.”
”Saya ingin menyampaikan simpati kepada seluruh Muslim yang tersinggung oleh peristiwa yang terjadi di Stockholm hari ini,” kata Kristersson, Sabtu lalu.
Juru bicara Komisi Eropa, Johannes Bahrke, mengatakan, Stockholm harus bertindak soal pembakaran itu. Tindakan itu dinilai wujud kebencian pada keyakinan berbeda. Karena itu, tindakan tersebut tidak sesuai dengan nilai dasar UE.
Meski tidak mengecamnya, juru bicara Departemen Luar Negeri AS, Ned Price, juga menyebut aksi Paludan tidak bisa diterima. Ia menyebut tindakan itu tidak menyenangkan meski tidak melanggar hukum. (AP/AFP/REUTERS)