Mengapa Banyak Perusahaan Teknologi PHK Karyawan?
Mengapa raksasa teknologi ramai-ramai mengambil kebijakan PHK? Bahkan ini dilakukan pada saat perusahaan masih menangguk untung melimpah.

CEO Spotify Daniel Ek pada acara daring Spotify Stream On, Senin (22/2/2021).
Ramai pemberitaan pemutusan hubungan kerja di sejumlah raksasa teknologi belum selesai. Pekan ini, Spotify Technology berencana memutuskan hubungan kerja sejumlah karyawannya. Hal ini menambah daftar panjang perusahaan teknologi yang melakukan kebijakan serupa.
Sebelumnya, sejumlah raksasa teknologi global telah melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap ribuan karyawannya. Sebut saja misalnya, Alphabet Inc, Amazon.com Inc, Microsoft Corp, dan Twitter.
Laporan yang diterbitkan Bloomberg pada Senin (23/1/2023) pagi WIB, tidak menyebut secara spesifik jumlah karyawan yang di-PHK. Sampai berita diturunkan, Spotify belum memberikan respons atas permintaan tanggapan oleh Reuters.
Baca juga : Amazon PHK 18.000 Karyawan
Mulai tahun lalu, terjadi gelombang PHK pada berbagai raksasa teknologi global. Tahun ini, kebijakan PHK terus berlanjut di antara perusahaan-perusahaan teknologi. Apalagi, ekonomi di Eropa dan Amerika Serikat diperkirakan mengalami resesi.
Dalam beberapa pekan terakhir, Alphabet sebagai induk perusahaan Google mengumumkan akan melakukan PHK terhadap 12.000 orang karyawannya. Microsoft berencana melakukan PHK terhadap 10.000 orang karyawannya.
Sementara Amazon akan mem-PHK lebih dari 18.000 orang karyawannya. Raksasa teknologi lain, Meta sebagai induk Facebook dan Twitter telah merumahkan ribuan karyawannya pada tahun lalu.

Pengunjung memadati arena ekshibisi dalam ajang AWS (Amazon Web Services) re:Invent 2022 yang digelar di Las Vegas, Amerika Serikat, 28 November-2 Desember 2022. Selain pameran besar dari mitra bisnis AWS dalam layanan database, analisis data, machine learning, dan keamanan siber, re:Invent juga menampilkan sejumlah pembicara kunci dari AWS yang mengumumkan produk teknologi komputasi awan terbaru.
Pertanyaannya, mengapa raksasa teknologi ramai-ramai mengambil kebijakan PHK? Bahkan ini dilakukan pada saat perusahaan masih menangguk untung melimpah. Mengapa?
Alasannya tentu saja sangat spesifik dan khas setiap perusahaan. Namun, ada beberapa faktor yang secara umum berpengaruh terhadap perusahaan-perusahaan teknologi tersebut.
Mengutip Forbes, ada tiga faktor umum yang berpengaruh, yakni rekrutmen besar-besaran selama pandemi, realitas pasca Covid-19, dan situasi ekonomi muatkhir dan potensi resesi.
1. Rekrutmen karyawan besar-besaran selama pandemi
Selama pandemi, frekuensi dan jumlah pelaku kegiatan daring meroket. Seiring pembatasan hingga pelarangan kegiatan sosial-ekonomi yang bersifat tatap muka, masyarakat terpaksa menghabiskan waktu di dalam rumah.
Dalam situasi ini, berbagai kegiatan masyarakat banyak digantikan lewat model daring. Ini berlaku mulai dari pekerjaan, pendidikan, belanja, hingga rekreasi.
Dalam ledakan kebutuhan inilah, perusahaan-perusahaan teknologi mengambil peluang bisnis dan panen. Selama pandemi, perusahaan-perusahaan teknologi mencatatkan rekor penerimaan.
Banyak perusahaan menganggap model kerja di masa pandemi akan terus berlanjut sebagai normal baru. Model yang dimaksud adalah hampir semua karyawan bekerja dari rumah.

Sejumlah pekerja menyiapkan penampilan stan Google menjelang CES 2023 di Las Vegas Convention Center di Las Vegas, Nevada, Amerika Serikat, 3 Januari 2023.
Mereka lantas mengembangkan tim, bahkan membuat yang baru dan umumnya tumbuh sangat cepat. Kebijakan diperkuat dengan adanya fakta bahwa perusahaan besar memerlukan cadangan.
Gambarannya sebagai berikut. Sebuah tim di Meta sebenarnya cukup membutuhkan 25 anggota staf untuk menjaga agar aplikasi yang mereka kerjakan tetap berjalan dan stabil. Namun, Meta kemungkinan membutuhkan 30 orang atau lebih karyawan aktual.
Kemungkinan besar perusahaan mempekerjakan lebih banyak pekerja daripada yang sebenarnya mereka perlukan untuk tingkat penggunaan yang tinggi dan berkelanjutan.
Ini bukan karena ada cukup pekerjaan untuk 30 insinyur setiap hari. Namun, hal ini untuk memberikan perlindungan kepada perusahaan jika sejumlah staf kunci keluar.
Ini adalah praktik umum dalam industri teknologi. Artinya, kemungkinan besar perusahaan mempekerjakan lebih banyak pekerja daripada yang sebenarnya mereka perlukan untuk tingkat penggunaan yang tinggi dan berkelanjutan.

Suasana paviliun Meta di acara Pertemuan Tahunan Forum Ekonomi Dunia 2022 yang berlangsung 22-26 Mei 2022.
2.Realitas pascapandemi
Normal baru tidak seperti yang dulu banyak dibayangkan. Ya, model bekerja dari rumah semakin banyak diterima sebagai praktik baru. Banyak perusahaan menikmati keuntungan dengan menerapkan model ini.
Namun, model hibrida juga semakin populer. Banyak perusahaan dan karyawan menginginkan ada waktu bertemu di kantor untuk berkolaborasi, berbagi ide, dan membangun budaya perusahaan.
Zoom dan Google Meet masih banyak digunakan. Namun jelas, puncak penggunaannya sudah lewat. Di luar urusan kerja, situasi lebih gamblang lagi.
Beberapa level karyawan membutuhkan tenaga cadangan. Namun, jelas situasi pascapandemi, perusahaan sudah melangkah terlalu jauh.
Di banyak hal di luar urusan kerja, situasi benar-benar seperti sebelum pandemi. Bar dan restoran penuh kembali. Orang-orang berbondong-bondong keluar rumah di hari libur. Di banyak hal, masyarakat kembali gandrung bersosialisasi setelah hampir tiga tahun terkunci di rumah.
Ujung-ujungnya, perusahaan teknologi mempekerjakan terlalu banyak karyawan. Dan ini bukan kelompok karyawan administrasi dengan gaji 10 dollar per jam, melainkan insinyur-insinyur software dan developer berpengalaman dengan gaji yang tinggi. Belum lagi berbagai fasilitas dan tunjangannya.
Beberapa level karyawan membutuhkan tenaga cadangan. Namun jelas, situasi pasca pandemi, perusahaan sudah melangkah terlalu jauh.

CEO Baron Capital Group Ron Baron mewawancarai CEO Tesla Elon Musk pada Konferensi Investasi Baron Tahunan ke-29 di kota New York, Amerika Serikat, Jumat (4/11/2022).
3.Situasi ekonomi dan risiko resesi
Karyawan banyak sebenarnya tidak serta-merta menjadi persoalan besar jika prospek pertumbuhaan perusahaan teknologi mengindikasikan situasi yang bagus. Mempekerjakan terlalu banyak karyawan bukanlah persoalan jika itu terjadi untuk kebutuhan jangka menengah-panjang.
Tentu langkah ini bukan ideal. Namun, katakanlah kebijakan rekrutmen karyawan itu untuk kebutuhan perusahaan selama 6-12 bulan ke depan pun tidak akan menguras uang raksasa teknologi seperti Meta atau Alphabet.
Isunya adalah bahwa prospek ekonomi jangka pendek pun tidak menggembirakan.
Isunya adalah bahwa prospek ekonomi jangka pendek pun tidak memggembirakan. Berbagai proyeksi menyebutkan bahwa AS akan mengalami resesi. CEO Coinbase Brian Armstrong adalah salah seorang sejak awal memperkirakannya. Menyusul dengan proyeksi serupa pemimpin bisnis lain seperti Elon Musk, Mark Zuckerberg, dan Jeff Bezos.
Resesi berarti turunnya belanja konsumsi. Bagi perusahaan teknologi, ini berarti anjloknya penerimaan dari iklan. Meta memperkirakan, penerimaan perusahaan dari iklan pada triwulan IV-2022 dan awal 2023 akan turun. (REUTERS)