Tantangan sekarang adalah tidak mengencangkan ”America First”, tetapi menghidupkan rezim perdagangan global. ”Sikap saling memahami adalah syarat untuk kerja sama internasional,” kata Wakil PM China Liu He mengingatkan.
Oleh
SIMON P SARAGIH S
·4 menit baca
Forum Ekonomi Dunia semakin tidak relevan, demikian sindiran CNN, 16 Januari 2023. Namun, hal yang lebih tepat sebenarnya adalah semboyan America First yang sangat tidak relevan. Para pakar Center for Strategic and International Studies (CSIS) Amerika Serikat sendiri pernah mengernyit saat mendengar pertama kali America First diusung oleh Presiden Donald Trump.
Situs CSIS menampilkan opini William Reinsch, Ketua International Business CSIS, pada 30 September 2019 yang mempertanyakan America First. Dan lebih tidak relevan lagi adalah langkah AS di bawah Presiden Joe Biden yang mengupayakan unilateralisme AS dalam geopolitik. Lebih tidak relevan lagi ialah upaya Biden membentuk Kerangka Ekonomi Indo-Pasifik atau Indo-Pacific Economic Framework (IPEF) yang hanya untuk melakukan decoupling ekonomi global.
Juga tidak relevan sikap AS meninggalkan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), hanya karena tidak menemukan cara untuk mendikte rezim perdagangan dunia. AS lebih memilih negosiasi bilateral untuk memaksakan kehendaknya, seperti yang pernah diusung Kepala Perwakilan Dagang AS (2017-2021), Robert Emmet Lighthizer.
Di balik semua upaya AS itu, untunglah perekonomian dunia tidak mengalami decoupling. Perdagangan dunia mencapai 32 triliun dollar AS sepanjang 2022 saat dunia diwarnai isu pertarungan keras geopolitik, invasi Ukraina, dan perang cip. Perdagangan tetap dinamis dan mencapai angka 32 triliun dollar AS atau meningkat dari 28,5 triliun dollar AS pada 2021, berdasarkan laporan Konferensi Perdagangan dan Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNCTAD), 17 Februari 2021.
Perdagangan meningkat
Agaknya mekanisme pasar tetap jalan di tengah hiruk-pikuk global. Korporasi global tetap bisa mengelakkan berbagai hambatan dalam perdagangan global. Maka, Direktur Pelaksana Dana Moneter Internasional (IMF) Kristalina Georgieva menyerukan agar korporasi global terus mendorong perdagangan.
Senada dengan itu, tidak semua pihak di AS sepakat dengan decoupling. Kepala Perwakilan Dagang AS Katherine Tai mengingatkan bahwa rezim perdagangan global hanya butuh sentuhan baru. Ini menunjukkan AS tidak seragam soal isu decoupling.
Itulah suara-suara yang bermunculan dalam pertemuan Forum Ekonomi Dunia (World Economic Forum), 16-20 Januari 2023, yang juga dihadiri Ketua Komisi Eropa Ursula von der Leyen. Bahwa Uni Eropa tetap ingin mendorong globalisasi. Sebab, menurut Dirjen WTO Ngozi Okonjo-Iweala, asas multilateral tetap lebih penting. Hal itu akan melancarkan urusan perdagangan dan investasi global. ”Jika tidak ada sistem multilateral, perdagangan dunia bisa anjlok 5 persen,” kata Okonjo-Iweala di WEF, 21 Januari.
Untuk mendorong multilateralisme, Ketua WEF Klaus Schwab, yang juga pendiri WEF pada 1971, mengatakan bahwa tema WEF tahun ini adalah ”kerja sama di tengah dunia yang mengalami perpecahan”. Dengan demikian, seruan-seruan WEF tetap relevan.
Jika tidak ada sistem multilateral, perdagangan dunia bisa anjlok 5 persen.
Untunglah, perdagangan global dan aliran investasi tetap jalan, tidak terhambat decoupling. Maka, Georgieva tetap optimis bahwa ekonomi global tidak akan menghadapi resesi parah, hanya mengalami penurunan pertumbuhan.
Ancaman sisi moneter
Meski demikian, bayang-bayang resesi tetap mencuat. AS masih akan meneruskan kenaikan suku bunga. Presiden Bank Sentral Eropa (ECB) Christine Lagarde juga menyuarakan kelanjutan kenaikan suku bunga. Ini karena UE masih memiliki angka inflasi sekitar 10 persen.
Kelanjutan kenaikan suku bunga berisiko mengacaukan perekonomian global. Sebab, kenaikan suku bunga mengacaukan kinerja korporasi zombi, demikian juga keluarga dan individu yang selama ini mengandalkan uang murah. Kenaikan suku bunga juga menyebabkan kenaikan bunga pinjaman perbankan yang berdampak pada penurunan keuntungan sepanjang 2022. Citigroup, Goldman Sachs, Morgan Stanley, dan Wells Fargo menunjukkan penurunan keuntungan sepanjang 2022.
Maka, untuk mencegah resesi, ada pemikiran agar suku bunga tidak dinaikkan dengan tempo cepat. Bahkan, ada usulan agar target inflasi 2 persen jangan dipaksakan. Muncul ide agar target inflasi dinaikkan menjadi 3-4 persen. Namun, pandangan ini dianggap berbahaya.
Mantan Menteri Keuangan AS Lawrence Summers mengatakan, pengalaman dekade 1970-an, di mana tekanan inflasi diabaikan, maka hanya soal waktu saja resesi akut akan muncul. Ia mengingatkan, kelonggaran sikap soal inflasi agar jangan dipertahankan.
Jika ada risiko resesi akibat kenaikan suku bunga, ada alternatif lain untuk mengurangi efek kenaikan suku bunga. Menkeu Janet Yellen dan Menteri Perdagangan AS Gina Raimunda pernah mengusulan agar AS menurunkan tarif dagang.
Jadi, tantangan sekarang adalah tidak mengencangkan America First, tetapi menghidupkan kembali rezim perdagangan global. ”Sikap saling memahami adalah syarat untuk kerja sama internasional,” demikian seruan Wakil Perdana Menteri China Liu He, di WEF, 17 Januari 2023. (AFP/REUTERS)