Antisipasi Lonjakan Covid-19, China Genjot Produksi Obat Demam dan Batuk
Guna mengantisipasi lonjakan kasus Covid-19 selama dan setelah musim liburan Tahun Baru Imlek, pemerintah China menggenjot produksi obat-obatan demam dan batuk.
Oleh
LUKI AULIA
·4 menit baca
bEIJING, KAMIS - Produsen obat-obatan di China bergegas memproduksi obat demam, obat batuk, dan obat-obatan lain yang dibutuhkan untuk menangani Covid-19. Untuk memenuhi permintaan yang melonjak, para pembuat obat di China meningkatkan operasionalisasi produksi hingga tiga kali lipat dari kapasitas mereka.
Selain memproduksi obat-obatan sendiri, China juga selama ini mengandalkan vaksin buatan dalam negeri untuk memerangi Covid-19, seperti Sinovac dan Sinopharm. China tidak mau menggunakan vaksin buatan luar negeri yang menurut sejumlah penelitian justru lebih efektif. Sementara obat-obatan buatan asing juga sangat sulit diperoleh di China. Jikapun stoknya tersedia, hanya akan diberikan kepada pasien yang dirawat di rumah sakit.
Harian China Daily, Kamis (19/1/2023), menyebutkan, peningkatan produksi obat demam dan obat batuk ini dilakukan setelah Presiden China Xi Jinping mengutarakan kekhawatirannya pada banyaknya orang yang mudik ke kampung halaman yang berada di perdesaan.
Ia khawatir perdesaan tidak siap jika harus menghadapi lonjakan kasus Covid-19. Apalagi mengingat di perdesaan banyak orang lanjut usia yang belum divaksin. Komentar Xi ini muncul sebulan setelah pemerintah mencabut kebijakan nihil penyebaran Covid-19 yang sudah diberlakukan selama tiga tahun terakhir.
Perusahaan data kesehatan, Airfinity, yang berbasis di Inggris, memperkirakan selama liburan tahun baru Imlek akan ada sekitar 36.000 orang di China yang meninggal setiap hari akibat Covid-19. Dalam satu bulan saja, 8 Desember-12 Januari, sedikitnya 60.000 orang meninggal akibat Covid-19 di rumah sakit.
Itu hanya data dari pasien yang dirawat di rumah sakit, tidak termasuk korban yang meninggal di rumah. Para dokter di China juga mengatakan mereka tidak disarankan untuk mencantumkan Covid-19 sebagai penyebab kematian di akta kematian korban.
”Berdasarkan laporan rumah sakit yang kewalahan dan terlihat antrean panjang di luar rumah duka, kami dapat memperkirakan jumlah kematian akibat Covid-19 lebih banyak daripada yang dilaporkan pemerintah. Mungkin lebih dari 600.000 orang dan tak hanya 60.000 orang seperti yang dilaporkan,” kata ahli epidemiologi di Universitas Hong Kong, Ben Cowling.
Karena tidak ada lagi kebijakan dinamis nol-Covid yang di dalamnya termasuk kebijakan tes usap yang rutin, penguncian, dan pembatasan perjalanan, warga kini harus berjuang sendiri untuk menangani Covid-19, termasuk dalam mencari obat-obatan. Obat anti-virus Covid-19, Paxlovid Pfizer, sebenarnya tersedia di China, tetapi sangat sulit didapat melalui jalur resmi. Banyak orang yang bisa mendapatkan obat itu melalui pasar gelap.
Obat molnupiravir produksi Merck & Co sudah disetujui pemerintah untuk digunakan, tetapi belum tersedia secara luas. Administrasi Produk Medis Nasional China berjanji untuk menstabilkan harga obat untuk Covid-19 dan menindak penjualan obat palsu.
Penjualan obat melonjak karena orang mau menyimpan stok jika sewaktu-waktu dibutuhkan. Apalagi jika memiliki orang tua lanjut usia. Orang lanjut usia adalah kelompok rentan terhadap Covid-19 karena banyak yang belum divaksin. Kini, mereka terancam tertular dengan banyaknya orang yang pulang kampung. Pemerintah berjanji memprioritaskan kelompok ini.
”Pencegahan dan pengendalian Covid-19 di China masih dalam masa sulit, tetapi ada cahaya di depan dan dengan kegigihan kita akan menang. Saya paling khawatir dengan daerah perdesaan dan petani. Fasilitas medis relatif lemah di perdesaan sehingga pencegahannya sulit dan tugasnya berat,” tutur Xi ketika menyampaikan pesan dan ucapan selamat hari raya, Rabu (18/1).
Direktur Analitis di Airfinity, Matt Linley, memperkirakan beban layanan kesehatan akan berat dua minggu ke depan. Ada kemungkinan pula banyak pasien yang dirawat di rumah sakit bisa meninggal karena rumah sakit sesak dan kurang perawatan.
Pencegahan dan pengendalian Covid-19 di China masih dalam masa sulit, tetapi ada cahaya di depan dan dengan kegigihan kita akan menang.
Meski dikhawatirkan akan banyak orang yang sakit bahkan meninggal, ada nuansa optimisme dengan pembukaan kembali China yang diharapkan akan bisa memulihkan perekonomian. Wakil Direktur Pelaksana Dana Moneter Internasional Gita Gopinath mengatakan, perekonomian China akan bisa pulih dengan pertumbuhan pada triwulan kedua dan seterusnya.
Sentimen ini mendorong pasar saham utama China dan mata uang yuan ke level tertinggi selama beberapa bulan pada sesi terakhir sekalipun perdagangan sepi pada Kamis (19/1) karena libur. Sementara itu, Hong Kong yang sedang memulihkan kembali sektor keuangan dan ekonominya tidak akan mengharuskan orang sakit Covid-19 untuk dikarantina mulai 30 Januari mendatang. (REUTERS/AFP)