Iran Eksekusi Mantan Wamenhan yang Didakwa Menjadi Mata-mata Inggris
Iran mengeksekusi Alireza Akbari, mantan Menteri Pertahanan, yang dituduh sebagai mata-mata badan intelijen Inggris, MI6. Ia dihukum gantung dua hari setelah pengadilan memutuskan ia bersalah dan MA menolak bandingnya.
Oleh
MAHDI MUHAMMAD
·5 menit baca
TEHERAN, SABTU — Pengadilan Iran mengeksekusi Alireza Akbari, warga berkebangsaan Inggris-Iran, dua hari setelah pengadilan memutus dirinya bersalah atas tindakan spionase. Informasi ini pertama kali dilaporkan media Kementerian Kehakiman Iran, Mizan News, Sabtu (14/1/2023). Kantor berita resmi Iran, IRNA, dan kantor berita yang terafiliasi dengan pasukan Garda Revolusi Iran, Tasnim, juga melaporkan eksekusi tersebut.
Mahkamah Agung Iran menolak upaya banding Akbari. Putusan bersalah terhadapnya dijatuhkan, Rabu (12/1/2023).
Akbari (61) dihukum mati dengan digantung. Dalam putusan pengadilan, ia dinyatakan bersalah bertindak korup serta mengancam keamanan internal dan eksternal Iran. Tidak disebutkan kapan atau di mana eksekusi itu dilakukan.
Perdana Menteri Inggris Rishi Sunak mengatakan, dia terkejut dan mengecam eksekusi tersebut. ”Ini adalah tindakan tidak berperasaan dan pengecut, dilakukan oleh rezim barbar yang tak menghormati hak asasi manusia rakyatnya sendiri,” kata Sunak.
Menteri Luar Negeri Inggris James Cleverly melalui Twitter memperingatkan, Pemerintah Inggris akan membalas tindakan tersebut tanpa merinci tindakan balasan yang dimaksud.
Akbari digantung hanya beberapa jam setelah Amerika Serikat bergabung dengan sekutunya, Inggris, menyerukan agar Iran tidak melanjutkan eksekusi terhadap Akbari.
Diplomat AS, Vedant Patel, Jumat (13/1/2023), mengatakan bahwa Washington sangat prihatin dengan laporan bahwa Akbari telah mengalami penyiksaan selama menjalani tahanan dan dipaksa untuk membuat pengakuan palsu. Sementara lembaga advokasi hak asasi, Amnesty International, menyebut eksekusi itu sebuah tindakan yang menjijikkan.
Dakwaan mata-mata
Dilansir kantor berita IRNA, Akbari dijatuhi hukuman mati karena membahayakan keamanan nasional Iran, menjadi mata-mata badan intelejen Inggris, MI6. Selama menjadi mata-mata, menurut pengadilan Iran, Akbari menerima imbalan 1,805 juta euro, 265.000 poundsterling, dan 50.000 dollar AS.
”Hukuman mati dijatuhkan berdasarkan bukti yang sangat kuat,” kata lembaga pengadilan Iran saat pembacaan putusan.
Laman Tasnimnews melaporkan, Akbari diidentifikasi sebagai salah satu agen yang memiliki kemampuan penyusupan terbaik ke wilayah-wilayah paling sensitif dan strategis. Kementerian Intelijen Iran mengatakan, pengungkapan status Akbari sebagai bagian dari intelijen Inggris telah melalui proses panjang dan berlapis serta melibatkan operasi kontraintelijen.
Dalam pernyataannya, Kementerian Intelijen Iran menyebut, dalam menjalankan kegiatan spionasenya, Akbari menyadari sepenuhnya tindakan yang dilakukannya.
Mizan menyebut bahwa Akbari menjadi mata-mata kunci bagi badan intelijen Inggris, MI6, karena pernah menjabat beberapa posisi kunci di pemerintahan Iran. Tidak ada penjelasan soal kapan Akbari memulai perannya sebagai intelijen MI6, seperti yang diklaim oleh Pemerintah Iran.
Menurut media di Iran, Akbari merupakan seorang veteran Perang Iran-Irak tahun 1980-1988. Dia pernah menjadi penasihat komandan angkatan laut serta memimpin sebuah divisi di pusat penelitian Kementerian Pertahanan.
Posisinya sebagai wakil menteri pertahanan dijabat tahun 2000-2008 saat Iran dipimpin Presiden Mohammad Khatami. Dengan posisinya saat itu, Akbari diyakini oleh Kementerian Intelijen Iran leluasa memperoleh informasi sensitif tentang keamanan dan pertahanan negara.
Penunjukan Akbari sebagai wakil menhan Iran tidak terlepas dari peran Ali Shamkhani, Menhan Iran saat itu. Kini Shamkhani menjabat Sekretaris Dewan Keamanan Nasional Tertinggi Iran.
Setelah pensiun dari pemerintahan, Akbari meneruskan kegiatan penelitian dan perdagangan yang pernah ditinggalkannya. Menurut kantor berita IRNA, dia bekerja sama dengan sejumlah lembaga penelitian di London, Inggris, dengan tugas mengumpulkan berbagai informasi tentang Iran. IRNA menyebut direktur lembaga kajian itu adalah juga anggota intelijen Inggris.
IRNA melaporkan, Akbari diketahui menyuplai banyak informasi soal tokoh-tokoh penting keamanan dan pertahanan Iran. Setidaknya informasi 178 tokoh penting Iran, terutama dalam pengembangan program nuklir Iran, telah berpindah tangan ke intelijen Inggris. Termasuk di antaranya Bapak Nuklir Iran Mohsen Fakhrizadeh yang tewas dibunuh pada November 2020 oleh agen intelijen Israel, Mossad.
Media Pemerintah Iran menyiarkan video, Kamis (12/1), yang dikatakan sebagai pengakuan Akbari atas perannya dalam pembunuhan Fakhrizadeh. Dalam video tersebut, Akbari tidak mengaku terlibat dalam pembunuhan itu. Ia hanya mengatakan seorang agen Inggris telah meminta informasi tentang Fakhrizadeh.
Sebelum dijatuhi hukuman mati, Akbari telah ditahan selama dua tahun pascapenangkapannya tahun 2019. Ia ditangkap saat berkunjung ke Iran. Saudara laki-laki Akbari, Mehdi, dikutip dari kantor berita BBC, mengatakan, Akbari terbang ke Iran atas undangan dari Shamkhani.
Kantor berita BBC juga mengeluarkan rekaman suara yang diklaim merupakan suara Akbari. Dalam rekaman itu Akbari mengatakan, dirinya mengalami penyiksaan selama lebih dari 3.500 jam selama berada di tahanan. Dia dipaksa menenggak obat-obatan yang membuatnya terpaksa mengaku bahwa dirinya adalah bagian dari intelijen Inggris.
”Dengan menggunakan metode fisiologis dan psikologis, mereka membuat saya gila dan memaksa saya melakukan apa pun yang mereka inginkan. Dengan kekuatan senjata dan ancaman pembunuhan, mereka membuat saya mengakui klaim palsu dan korup,” kata Akbari dalam rekaman tersebut.
Pengacara terkemuka Iran, Saeid Dehghan, di Twitter, mengatakan, hukuman dan eksekusi warga negara ganda itu sebagai sebuah tindakan yang politis. Dia menilai, eksekusi berlangsung di tengah gerakan protes terhadap Pemerintah Iran yang belum usai dan juga adanya gerakan di parlemen Inggris untuk mendaftarkan Korps Pengawal Revolusi Islam Iran sebagai kelompok teroris atas perannya dalam tindakan keras yang mematikan terhadap protes.
Selain para pendemo pemerintah, sejumlah individu pemilik kewarganegaraan ganda lainnya juga menghadapi ancaman hukuman mati. Salah satunya adalah warga negara Swedia-Iran, Ahmadreza Djalali, yang ditahan sejak 2016. Pada 2017 ia divonis hukuman mati atas tuduhan spionase.
Pada awal Desember, Iran mengeksekusi empat orang yang dituduh bekerja dengan intelijen Israel. Mereka digantung empat hari setelah Mahkamah Agung Iran menguatkan hukuman mati mereka karena bekerja sama intelijen dengan rezim Zionis (Israel) dan penculikan. (AFP/REUTERS)