AS Dekati Jepang dan Belanda untuk Jegal Industri Cip China
Perang dagang AS-China memanas. AS ingin menghalangi kapasitas China memproduksi cip.
Oleh
LARASWATI ARIADNE ANWAR
·3 menit baca
AFP/MANDEL NGAN
Presiden Amerika Serikat Joe Biden semringah ketika mengetahui DPR mengesahkan Rancangan Undang-Undang Cip di Washington pada 28 Juli 2022. UU itu berlaku mulai Agustus 2022 yang mengatakan perlindungan industri cip dan semikonduktor AS.
WASHINGTON, JUMAT - Amerika Serikat ingin memastikan China tidak bisa memproduksi jenis-jenis cip yang supercanggih. Oleh sebab itu, dua negara produsen piranti pembuatan cip terbesar di dunia, yaitu Jepang dan Belanda, diajak untuk ikut serta menetapkan larangan ekspor peralatan produksi ke China.
Presiden AS Joe Biden berencana menggelar rapat dengan Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida pada hari Jumat (13/1/2023) waktu setempat atau Sabtu (14/1/2023) waktu Indonesia. Pekan depan, di hari Selasa, Biden akan mengadakan pertemuan dengan PM Belanda Mark Rutte.
Kedua negara itu adalah produsen piranti pembuat cip terbesar di dunia. Jepang memegang 27 persen dari pasar piranti cip global dengan perusahaan Tokyo Electron sebagai produsen terbanyak. Adapun Belanda paling terkenal dengan perusahaan ASML Holding. Sementara Taiwan merupakan produsen semikonduktor terbesar dunia saat ini.
AS dan China tengah mengalami perang dagang dan teknologi. AS khawatir dengan peningkatan kapasitas China memproduksi cip supercanggih, yaitu yang berukuran di bawah 5 nanometer. Alasannya karena cip adalah aspek utama dari semikonduktor yang kini dipakai di semua perangkat elektronik, mulai dari telepon genggam, peralatan kesehatan, mobil, hingga persenjataan.
AS tidak mau China menguasai teknologi kecerdasan buatan dan komputer kuantum. Salah satu alasannya karena takut teknologi ini dipakai untuk meretas data pribadi ataupun mengembangkan persenjataan yang berisiko menciptakan konflik terbuka baru.
STR/AFP
Suasana kerja di pabrik cip di kota Huaian, Jiangsu, China pada tanggal 16 Juni 2020.
Oleh sebab itu, pada Agustus 2022, AS mengeluarkan Undang-Undang Cip. Di dalamnya dijelaskan bahwa 75 persen cip AS diproduksi di Asia Timur. Pemerintah AS kemudian menyediakan dana subsidi sebesar 52,7 miliar dollar untuk mengembangkan penelitian dan pengembangan cip supercanggih guna memastikan AS melesat jauh di depan China.
AS menggaet Jepang, Korea Selatan, dan Taiwan untuk memenuhi ambisi tersebut. Perusahaan Samsung dari Korsel dan Taiwan Semiconductor Manufacturing Company (TSMC) dari Taiwan juga berinvestasi membuka pabrik di AS. Akan tetapi, pada saat yang sama, Samsung dan TSMC juga memiliki pabrik di China, meskipun bukan untuk membuat cip jenis supercanggih.
"Permintaan AS ini sukar dipenuhi karena AS tergantung kepada negara-negara lain, sementara negara-negara lain tergantung kepada China," kata Dan Hutcheson, wakil direktur TechInsights, firma analisis dan konsultasi industri digital AS kepada Al Jazeera.
Hutcheson menjelaskan, kondisi rantai produksi dan rantai pasok global saling terkait. Apabila satu dicabut, disrupsinya dirasakan seluruh dunia. Kemungkinan terburuk adalah proteksionisme ini menimbulkan kelangkaan komoditas. Kelangkaan piranti di satu negara bisa berakibat kelangkaan komoditas lain seperti pangan dan obat-obatan di negara lain. Risiko krisis besar sekali. Kecil kemungkinan negara-negara sahabat AS mau sepenuhnya berhenti mengekspor piranti cip ke China atau menutup pabrik mereka di sana.
AFP/NOEL CELIS
Ketua bergilir Huawei, Guo Ping berbicara selama KTT Global Analyst 2020 di markas besar Huawei di Shenzhen, provinsi Guangdong di China selatan pada 18 Mei 2020. Raksasa teknologi China, Huawei mengatakan langkah terbaru AS untuk memutus China dari pemasok semikonduktor sebagai serangan “merusak” yang akan menabur kekacauan di sektor teknologi global dan industri.
Menteri Perekonomian, Perdagangan, dan Perindustrian Jepang Yasutoshi Nishimura mengatakan akan bekerja sama dengan AS. Akan tetapi, Jepang belum menjelaskan penerapan nyata permintaan AS tersebut. China merupakan pasar piranti cip terbesar Jepang, meskipun mereka mengonsumsi piranti pembuatan cip reguler yang bukan supercanggih.
Mantan diplomat AS yang kini menjadi pengamat isu AS-Asia Daniel Russel menuturkan, Jepang sangat pemilih dalam jenis kerja sama yang mereka jalani. "Mereka ingin AS keras kepada China karena alasan keamanan di kawasan Asia Timur. Tetapi, di saat yang sama, Jepang tidak mau kepentingan ekonomi mereka terganggu," ujarnya. (REUTERS)