Adu Wisata Mewah-Megah di Timur Tengah
Negara-negara Teluk terus menggenjot industri pariwisatanya. Upaya mendiversifikasi ekonomi dari sekadar minyak dan gas bumi ditempuh dengan agresif. Pengalaman wisata mewah dan megah jadi salah satunya.
Selama ratusan tahun, Timur Tengah menjadi tujuan pelesir manusia dari berbagai negara. Sejak dulu sampai sekarang, alasan utama orang ke sana karena ziarah dan sejarah. Kini, sejumlah negara di kawasan ingin menarik pelancong dengan kemegahan dan kemewahan.
Pembangunan pariwisata memang menjadi salah satu prioritas para pemimpin negara-negara kaya di kawasan itu. Arab Saudi, Qatar, dan Uni Emirat Arab (UEA) berlomba menghadirkan atraksi baru untuk menarik semakin banyak orang berleha-leha ke tempat mereka.
Sejak beberapa tahun lalu, Etihad, Emirates, dan Qatar Airways bersaing menawarkan kelas penerbangan termewah. Pemerintah secara paralel juga terus menggenjot pembangunan pariwisata.
Arab Saudi, Qatar, dan Uni Emirat Arab berlomba menghadirkan atraksi baru untuk menarik semakin banyak orang berleha-leha ke tempat mereka.
Dalam Travel and Tourism Development Index (TTDI) 2021, UEA menempati peringkat ke-25. Arab Saudi melonjak dari 43 ke peringkat ke-33 dalam kurun waktu tiga tahun. Sementara Qatar di peringkat ke-43. Sebagai pembanding, TTDI Indonesia pada 2021 di peringkat ke-34.
Mengacu pada laporan World Travel and Tourism Council (WTTC) 2022, trio Arab Saudi-Qatar-UEA meraup 38,4 miliar dollar Amerika Serikat dari pelancong asing. UEA mendapat paling banyak, yakni 18,3 miliar dollar AS. Arab Saudi paling sedikit, 6,1 miliar dollar AS. Pariwisata memberikan pekerjaan untuk 2,19 juta orang di tiga negara itu.
WTTC mencatat, Timur Tengah merupakan kawasan dengan 7,4 persen dari keseluruhan investasi kawasan ditanamkan di sektor pariwisata. Kecuali Karibia, tidak ada kawasan dengan porsi investasi pariwisata sebesar Timur Tengah.
Lembaga investasi Arab Saudi, Public Investment Fund (PIF), adalah salah satu lembaga yang paling getol menanamkan uang di pariwisata. Riyadh menanamkan 36,8 miliar dollar AS untuk pariwisata dalam beberapa tahun terakhir.
Pertumbuhan rata-rata sektor pariwisata Arab Saudi ditaksir 11 persen per tahun hingga 2030. ”Kami akan menghadirkan tujuan wisata kelas dunia, seiring dengan Visi 2030 Arab Saudi,” kata Kepala Divisi Investasi Timur Tengah PIF, Raid Ismail, sebagaimana dikutip Saudi Press Agency (SPA).
Selepas piala dunia, salah satu yang tetap berfungsi di Qatar adalah hotel-hotel. Sebagian kamar hotel di Qatar bisa diinapi dengan tarif mulai dari Rp 20 juta per malam.
Dengan belanja itu, Riyadh menargetkan disambangi 100 juta pelancong per tahun pada 2030 dan seterusnya. Selain Mekkah dan Madinah, pelancong juga diharapkan datang ke berbagai lokasi baru yang sedang dikembangkan Arab Saudi.
Belanja PIF jadi amat kecil jika dibandingkan alokasi belanja Qatar. Sejak 2010, Doha menghabiskan 220 miliar dollar AS untuk persiapan sebagai tuan rumah Piala Dunia 2022. Bandara, jalan raya, rel kereta, dan stadion dibangun dengan uang itu.
Sudah pasti pula dibangun hotel. Selepas piala dunia, salah satu yang tetap berfungsi di Qatar adalah hotel-hotel. Sebagian kamar hotel di Qatar bisa diinapi dengan tarif mulai dari Rp 20 juta per malam.
Sementara di bawah arahan Putra Mahkota Arab Saudi Mohamed bin Salman, tengah dibangun berbagai tempat penginapan dan pelancongan mewah. Salah satu wujudnya adalah Sindalah, yakni pulau buatan seluas 84 hektar di Laut Merah. Menjadi bagian proyek NEOM yang digagas Mohamed bin Salman, Sindalah dikenalkan sebagai Taman Bermain Para Konglomerat.
Dalam laporan SPA, Sindalah akan dilengkapi dermaga pribadi untuk melayani konglomerat pemilik kapal pesiar. Kelompok yang dibidik menjadi tamu pulau itu memang konglomerat pemilik kapal pesiar.
Sindalah akan dilengkapi dermaga pribadi untuk melayani konglomerat pemilik kapal pesiar. Kelompok yang dibidik menjadi tamu pulau itu memang konglomerat pemilik kapal pesiar.
Sindalah bukan satu-satunya tempat pelancongan mewah yang ditawarkan Arab Saudi di Laut Merah. Ada pula destinasi wisata Pesisir St Regis. Di kawasan itu terdapat 90 vila dengan masing-masing kolam pribadi. Fasilitas bersamanya adalah tempat spa dan pusat kebugaran.
Jika tidak bisa menyewa vila di Sindalah atau di pesisir St Regis, pelancong bisa menyewa kamar hotel. Tarifnya mulai dari Rp 10 juta per malam, pilihannya antara lain Nujuma dan Six Senses.
UEA tentu saja tidak mau kalah. Di Dubai kini sedang dibangun sejumlah hotel mewah yang ditargetkan mulai beroperasi pada 2023. Salah satunya Jumeirah Marsa Al Arab. Dilengkapi pelabuhan pribadi, hotel itu membidik pengguna kapal pesiar dan pelancong yang datang dari darat.
Dengan 386 kamar, hotel itu disebut sebagai bagian akhir trilogi Dubai, yakni layar, ombak, dan kapal pesiar. Layar adalah julukan untuk Jumeirah Burj Al Arab, hotel di menara yang berbentuk seperti layar di perahu.
Dubai juga sedang menanti peresmian Atlantis the Royal yang disebut akan menjadi hotel termewah di UEA.
Dubai juga sedang menanti peresmian Atlantis the Royal yang disebut akan menjadi hotel termewah di UEA. Dengan 2 kilometer pantai pribadi di depan pulau buatan yang dikenal sebagai The Palm Jumeirah, hotel itu antara lain dilengkapi 44 kolam renang. Sebagian kolam khusus untuk tamu di griyatawang dan kamar mewah.
Dekorasi hotel antara lain akuarium dengan 4.000 ubur- ubur dan air mancur panas. Hotel itu ditargetkan beroperasi mulai Februari 2023.
Dubai juga menawarkan Ciel Hotel yang digadang menjadi hotel tertinggi di dunia. Di menara setinggi 365 meter, hotel itu sedang dibangun di kawasan Marina Dubai. Belanja dan jalan sore hari menikmati matahari terbenam adalah tawaran suasana di sekitar hotel.
Semua hotel itu dibangun dengan tujuan membuat pelancong mengeluarkan uang sebanyak mungkin. Pembangunan itu bagian dari kesadaran: pariwisata harus menawarkan pengalaman unik kepada wisatawan. Di Timur Tengah, pengalaman itu diwujudkan dengan kemegahan dan kemewahan.
UEA, Qatar, dan Arab Saudi dalam beberapa tahun terakhir semakin sadar bahwa perekonomiannya tidak bisa semata menggantungkan dari ekspor minyak dan gas bumi. Selain rawan terhadap dinamika harga energi, struktur ekonomi tersebut tidak akan berkelanjutan pada jangka panjang dalam menopang ekonomi nasional.
UEA, Qatar, dan Arab Saudi dalam beberapa tahun terakhir semakin sadar bahwa perekonomiannya tidak bisa semata menggantungkan dari ekspor minyak dan gas bumi.
Oleh karena itu, diversifikasi ekonomi mulai dilakukan. Pariwisata menjadi salah satunya. Globalinsight.com menyebutkan, pada era 1980-an dan 1990-an hanya Bahrain satu- satunya negara Dewan Kerja Sama Teluk (GCC) yang aktif mengembangkan industri pariwisatanya. Negara itu menjadi destinasi wisata kawasan.
Baru pada era 1990-an akhir, negara-negara Teluk lainnya mengikuti langkah Bahrain. UEA, misalnya, menyadari pentingnya mengembangkan industri pariwisata sebagai langkah diversifikasi ekonomi menyusul anjloknya harga minyak pada 1993 yang memukul ekonomi negara itu. Qatar dan Arab Saudi dengan konteksnya masing-masing juga menyusul. (AFP/REUTERS)