Pemerintah Amerika Serikat semakin membatasi penggunaan Tiktok di sarana dan prasarana mereka. Kekhawatiran soal peretasan dan penambangan data pribadi jadi penyebabnya.
Oleh
LARASWATI ARIADNE ANWAR
·3 menit baca
(AP PHOTO/KIICHIRO SATO
Dalam arsip pada 28 September 2020, logo aplikasi Tiktok muncul di Tokyo, Jepang. Selama pandemi Covid-19, semakin banyak orang menggunakan media sosial Tiktok.
Mississippi menjadi negara bagian ke-23 di Amerika Serikat yang melarang pengunduhan dan pemakaian aplikasi Tiktok di perangkat milik pemerintah. Mereka mengkhawatirkan peretasan dan penambangan data pribadi maupun informasi sensitif yang dilakukan oleh perusahaan induk Tiktok, ByteDance, untuk Pemerintah China.
Pengumuman itu disampaikan oleh Gubernur Mississippi Tate Reeves di ibu kota negara bagian, Jackson, pada Rabu (11/1/2023) waktu setempat atau Kamis (12/1/2023) dini hari waktu Indonesia. ”Penyelidikan membuktikan Tiktok memantau data pribadi pengguna. Ini berbahaya karena data bisa disalahgunakan untuk menyebar misinformasi ataupun narasi pro-Pemerintah China,” kata Reeves.
Pelarangan itu mencakup tidak boleh mengunduh maupun memakai Tiktok di seluruh gawai elektronik dan jaringan internet yang dikelola pemerintah negara bagian. Belum ada larangan bagi pegawai negeri sipil memakai Tiktok selama pengoperasiannya menggunakan gawai milik pribadi.
Selain Mississippi, sebelumnya sudah ada 22 negara bagian yang melarang pemakaian Tiktok di sarana milik pemerintah. Beberapa di antaranya ialah Wisconsin, New Jersey, Ohio, dan Kansas. Kongres AS juga mengeluarkan aturan serupa, melarang pemakaian Tiktok di jaringan internet mereka. Ini keputusan yang disepakati oleh Faksi Partai Republik maupun Faksi Partai Demokrat.
Mata-mata
AP PHOTO/NG HAN GUAN
Dua perempuan melewati markas besar ByteDance, pemilik Tiktok di Beijing, China, 7 Agustus 2020.
Kekhawatiran Pemerintah AS ini ada alasan. Kasus mata-mata oleh Tiktok yang paling terkenal adalah yang terungkap di majalah Forbes pada Oktober 2022. Sebelumnya, pada 2020, media daring Buzzfeed News menerbitkan artikel yang menyebutkan bahwa Tiktok memata-matai penggunanya. Sumber dari pemberitaan ini berupa rekaman rapat para petinggi Tiktok yang didapat dari sumber anonim di dalam perusahaan ByteDance.
Setelah artikel itu terbit, beberapa wartawan Buzzfeed News yang bergabung di tim investigasi Tiktok mengundurkan diri dan pindah kerja ke media lain. Ada yang masuk, antara lain, ke majalah Forbes dan FinancialTimes. Mereka kemudian memperoleh bocoran bahwa Tiktok mengawasi pergerakan mereka.
Berdasarkan informasi itu, Forbes melakukan penyelidikan internal dan menemukan setidaknya ada tiga wartawan mereka yang pergerakan fisik dan keluar-masuk informasi di gawainya dipantau oleh Tiktok. Forbes memutuskan menerbitkan artikel mengenai hasil penyelidikan itu pada Oktober 2022.
Tiktok maupun induknya, ByteDance, tidak menanggapi. Akan tetapi, sejumlah petinggi di Tiktok dan ByteDance mengundurkan diri, termasuk Direktur Utama ByteDance Rubo Liang. Ia kemudian bersurat kepada Forbes dan mengonfirmasi bahwa segala kecurigaan majalah itu benar dan Forbes menerbitkan artikel lanjutan pada Desember 2022.
Tiktok di bawah pengelolaan yang baru membantah pernyataan Liang. ”Tiktok maupun ByteDance sebagai perusahaan tidak mengetahui perbuatan oknum-oknum tersebut. Mereka menyalahgunakan kekuasaan dan melanggar aturan perusahaan,” demikian surat resmi Tiktok kepada Forbes.
Pemuda beraksi di depan kamera ponsel saat membuat video untuk media sosial Tiktok di rumah mereka di Hyderabad, India, 14 Februari 2020.
Sejauh ini, negara yang sepenuhnya melarang Tiktok adalah India. Tidak hanya itu, India juga memblokir 59 aplikasi lain buatan China yang mencakup WeChat, gim PUBG, dan Clean Master. Larangan berlaku sejak Juni 2020. Kementerian Informasi India, dikutip oleh New York Times, menyatakan, aplikasi-aplikasi tersebut melanggar kedaulatan, pertahanan, dan keamanan India. Tiktok juga dianggap meresahkan masyarakat karena mengandung konten pornografi dan misinformasi.
Walaupun demikian, patut dipahami bahwa tindakan India juga dilandasi unsur politik. New Delhi dan Beijing tengah berebut wilayah Aksai Chin yang terletak di antara Ladakh (India) dan Xinjiang (China). Pada tahun 2017, militer kedua negara terlibat konflik bersenjata. (AP)