Kishida Gelar Lawatan ke Eropa dan AS Bahas Isu Keamanan
Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida melawat ke sejumlah negara Eropa dan Amerika Utara. Lawatan ini dilakukan setelah Jepang mengubah postur pertahanannya, dari sebelumnya defensif menjadi ofensif.
Oleh
MAHDI MUHAMMAD
·5 menit baca
JAPAN AIR SELF-DEFENSE FORCE VIA AP
Dua jet tempur AS F/A-18 dan jet tempur F-15 milik Angkatan Udara Bela Diri Jepang terbang di atas kapal induk USS Ronald Reagan milik AS dalam latihan militer bersama di lokasi yang tidak disebutkan, dalam foto yang dirilis Angkatan Udara Bela Diri Jepang, 10 November 2017.
TOKYO, SENIN — Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida, Senin (9/1/2023), memulai lawatannya ke sejumlah negara Eropa dan Amerika Utara untuk memperkuat hubungan militernya. Kunjungan akan berakhir di Amerika Serikat saat Kishida bertemu Presiden Amerika Serikat Joe Biden. Menurut rencana mereka akan membicarakan soal keamanan, perubahan kebijakan pertahanan Jepang, serta realisasi kerja sama AS-Jepang untuk Indo Pasifik yang bebas dan terbuka.
Substansi lawatan itu disampaikan Kishida kepada sejumlah wartawan jelang keberangkatannya, Minggu (8/1).
”Pembicaraan dengan Biden akan menegaskan kembali kerja sama AS-Jepang dan realisasi Indo Pasifik yang bebas dan terbuka,” kata Kishida. Dia menambahkan bahwa dirinya berharap kunjungan ke negara-negara Eropa dan Amerika Utara itu nantinya akan menjadi sebuah pertemuan yang blak-blakan, terbuka satu sama lain, agar kepercayaan antara Jepang dan para mitranya semakin kuat.
”Saya berharap untuk melakukan pembicaraan yang jujur, dari hati ke hati, dengan rekan-rekan G7 saya dan lebih memperdalam hubungan kepercayaan pribadi,” ujarnya.
Lawatan Kishida ke Eropa akan dimulai di Paris, Perancis, dan diakhiri dengan kunjungan ke Inggris serta Italia. Dua negara terakhir, yaitu Italia dan Inggris, selain menjadi bagian dari negara-negara kelompok G7, adalah partner Jepang dalam pengembangan jet tempur baru yang akan menjadi tulang punggung kekuatan udara Negeri Matahari Terbit ini di masa depan.
AFP/POOL/JOE GIDDENS
Perdana Menteri Inggris Rishi Sunak (dua dari kanan) berdiri di depan jet tempur Inggris, Typhoon, bersama sejumlah pejabat militer di Pangkalan Udara Militer RAF Coningsby, Lincoln, Inggris Timur, Jumat (9/12/2022). Inggris bersama Jepang dan Italia sepakat mengembangkan jet tempur bersama dan diharapkan bisa mengudara pada 2035. Inggris berharap jet tempur siluman baru bermesin ganda itu akan menggantikan peran Typhoon.
Jepang dan Inggris juga telah membahas Perjanjian Akses Timbal Balik yang akan menghilangkan hambatan untuk mengadakan latihan militer bersama kedua negara. Selain perjanjian keamanan Jepang-AS yang memungkinkan pasukan AS ditempatkan di Jepang, Tokyo memiliki perjanjian serupa hanya dengan Australia. Inggris akan menjadi negara ketiga.
Sementara dengan Presiden Perancis Emmanuel Macron, Kishida diperkirakan akan banyak berbicara soal aktivitas China di Pasifik Selatan dan kemungkinan latihan militer bersama.
Kishida menjelaskan, pertemuannya dengan Biden akan terfokus pada kerja sama yang lebih erat setelah mereka melakukan perubahan strategi keamanan dan pertahanan. Seusai Perang Dunia II, Jepang terikat pada sebuah kondisi yang membuat mereka tidak bisa mengembangkan kemampuan militer mereka. Kini, dengan reformasi pertahanan dan keamanannya, Jepang akan mengubah kemampuannya bertahan menjadi memiliki kemampuan untuk melakukan langkah ofensif. Hal itu tidak terlepas dari kondisi keamanan di lingkungan sekitarnya, terutama dari China dan Korea Utara.
Kishida mengatakan, dalam pertemuannya dengan Biden, dia akan menjelaskan soal strategi keamanan baru, termasuk pengamanan di pulau-pulau barat daya yang dekat dengan Taiwan, termasuk Yonaguni dan Ishigaki. Di dua lokasi itu, militer Jepang tengah membangun pangkalan militer baru.
KYODO NEWS VIA AP
Pesawat tempur F-2 Angkatan Udara Bela Diri Jepang terlihat di Pangkalan Tsuiki, Prefektur Fukuoka, Jepang, pada Maret 2010. Jepang mengumumkan akan bersama-sama mengembangkan jet tempur generasi baru dengan Inggris dan Italia karena Jepang ingin memperluas kerja sama pertahanan di luar sekutu tradisionalnya, Amerika Serikat.
”Saya percaya (pembicaraan dengan Biden) akan menjadi kesempatan berharga untuk mengonfirmasi kerja sama yang erat, memperkuat aliansi Jepang-AS dan upaya kita bersama untuk menjaga Indo Pasifik menjadi kawasan yang bebas dan terbuka,” kata Kishida. Dia berharap pertemuan itu nanti akan menjadi kesempatan memperlihatkan pandangan Jepang dan AS kepada masyarakat internasional.
Dalam kunjungannya nanti, Kishida juga akan membicarakan kesiapan Tokyo sebagai tuan rumah Konferensi TIngkat Tinggi G7 pada Mei mendatang. Beberapa agenda yang menurut rencana akan dibahas dalam KTT nanti adalah upaya mengatasi kenaikan harga pangan dan energi global yang disebabkan invasi Rusia ke Ukraina serta kondisi ekonomi global lain sebagai dampak ikutan invasi tersebut.
Perubahan postur keamanan
Kunjungan Kishida ke Eropa dan Amerika Utara dilakukan tidak lama setelah Pemerintah Jepang bertekad mengubah postur pertahanannya mulai tahun ini. Perubahan ini dilakukan sebagai upaya adaptasi Tokyo terhadap kondisi keamanan di sekelilingnya yang menurun, terutama karena program nuklir Korea Utara dan semakin agresifnya militer China.
Dikutip dari laman media Jepang, Kyodo News, Pemerintah Jepang berencana membelanjakan 43 triliun yen atau sekitar 326 miliar dollar AS selama lima tahun ke depan untuk meningkatkan kemampuan militernya. Tambahan suntikan dana itu dimulai sejak tahun fiskal 2023, meningkat sekitar 27,5 triliun yen dari dana yang dialokasikan untuk lima tahun anggaran dibandingkan dengan tahun 2019.
AP/KCNA
Rudal balistik antarbenua (ICBM) Hwasong-17 bersiap ditembakkan dari lokasi yang dirahasiakan di Korea Utara, Kamis (24/3/2022).
Salah satu perubahan mendasar dalam postur pertahanannya adalah kemampuan menyerang wilayah musuh jika terjadi keadaan darurat. Pemerintah Jepang menjelaskan, alasan mengubah postur pertahanan menjadi postur keamanan yang memiliki kemampuan serangan balik atau counterstrike itu adalah mencegah musuh potensial menyerang wilayah teritorial Jepang. Pemerintah meyakini bahwa kemampuan itu akan menangkal serangan itu terjadi dan mencegah serangan lebih lanjut jika pencegahan gagal.
”Langkah itu dilakukan karena Jepang bertujuan untuk mempertahankan status quo melawan negara-negara penantang. Kemampuan serangan balik sangat penting karena diharapkan menjadi salah satu komponen penting untuk meningkatkan pencegahan vis-a-vis China,” kata Satoru Mori, pakar keamanan internasional di Universitas Keio, Tokyo.
Mori mengatakan, untuk memperkuat pertahanannya, militer Jepang harus memiliki kemampuan sistem misil terpadu, kemampuan pertahanan dunia maya, dan kemampuan pencegahan lainnya yang kredibel.
Untuk mendapatkan kemampuan serangan balik yang mencakup China dan Korea Utara, Jepang dijadwalkan mengembangkan rudal buatan sendiri dengan jangkauan lebih dari 1.000 kilometer. Menurut rencana, program ini akan dimulai pada tahun fiskal 2026. Akan tetapi, hingga mampu memproduksi sendiri rudal tersebut secara massal, Jepang akan mengakuisisi rudal Tomahawk buatan AS yang memiliki daya jelajah hingga 1.600 kilometer.
Apabila Jepang memiliki kemampuan daya serang dengan jangkaun rudal jelajah lebih jauh dari rudal-rudal China atau Korea Utara, Kepala Divisi Kebijakan Pertahanan Institut Studi Pertahanan Nasional Sugio Takahashi memandang, hal itu akan membuat China dan Korut cenderung berkurang rasa percaya dirinya. Terutama untuk melakukan serangan lanjutan.
Jajak pendapat yang dilakukan Kyodo News baru-baru ini menunjukkan, sebanyak 50,3 persen responden mendukung kemampuan militer Jepang untuk melakukan serangan dan 42,6 persen tidak setuju. Akan tetapi, sebanyak 64,9 persen tidak sepakat apabila perubahan postur pertahanan itu terjadi dengan menaikkan pajak perusahaan.
Kenta Izumi, pemimpin oposisi utama Partai Demokratik Konstitusi Jepang, dalam sebuah pernyataan mengatakan, dirinya menentang memperoleh kemampuan tersebut. Dia berargumen bahwa, dalam praktiknya, persiapan untuk menyerang sulit dilihat dan serangan dalam keadaan seperti itu dapat dianggap sebagai serangan pertama serta dilarang oleh konstitusi. (AP/AFP)