China Kian Gencar, AS Lewat Pintu Samping
China kian gencar menggelar latihan militer di sekitar Taiwan. Sementara Amerika Serikat menempuh strategi lewat pintu samping, yakni meningkatkan bantuan militer ke Taipei. Situasi frontal merugikan semua pihak.
TAIPEI, SENIN - Peningkatan aktivitas militer China di sekitar Taiwan berbanding terbalik dengan Amerika Serikat. Penurunan itu seiring kesimpulan bahwa perang di Taiwan bisa menewaskan ribuan tentara AS dan sekutunya.
Manuver terbaru Tentara Pembebasan Rakyat (PLA) China dilakukan pada Minggu (8/1/2023). PLA mengerahkan 57 jet tempur serta empat kapal perang dalam latihan serangan udara dan laut ke Taiwan.
Juru bicara Kantor Kepresidenan Taiwan, Xavier Chang, mengecam latihan itu. Latihan itu dinilai sebagai bentuk tindakan tidak bertanggung jawab. ”Taiwan akan teguh menjaga kedaulatan dan keamanan nasionalnya sembari menghindari ketegangan di kawasan,” ujarnya sebagaimana dikutip Focus Taiwan, Senin (9/1).
Baca juga Menjauhkan Perang dari Tanah Air
Chang menyebut alasan latihan itu tidak berdasar. Taipei menyebut, kestabilan Selat Taiwan menjadi tanggung jawab bersama Beijing dan Taipei.
Sementara PLA menyebut latihan itu sebagai tanggapan atas provokasi kelompok luar dan kelompok pro-kemerdekaan Taiwan. Lewat latihan itu, PLA meningkatkan kemampuan menyerang Taiwan dari laut dan udara. PLA tidak menyebut siapa pihak luar itu.
Juru bicara Komando Operasi Timur PLA, Kolonel Shi Yi, mengatakan, aktivitas itu fokus pada latihan serangan laut dan udara di sekitar Taiwan. ”Latihan itu menguji kemampuan operasi gabungan pasukan dan untuk menangkal serangan bersama kekuatan luar dengan pihak pendukung kemerdekaan Taiwan,” ujarnya.
PLA, antara lain, mengerahkan enam jet tempur J-11, J-12, J-16, dan dua SU-30. Selain itu, dikerahkan pula sejumlah pesawat nirawak.
Latihan di sekitar Taiwan digelar beberapa hari setelah dua gugus tempur laut (guspurla) China berlatih di dua tempat berbeda. Guspurla yang dipimpin kapal induk Liaoning berlatih di dekat Guam pada akhir Desember 2022. Adapun guspurla yang dipimpin kapal induk Shandong berlatih di Laut China Selatan, Kamis (5/1).
Baca juga Kapal Perang AS Melintas, Selat Taiwan Kembali Tegang
Fokus latihan sama-sama pada kemampuan melancarkan serangan udara dan laut yang berpusat dari kapal induk. Dalam latihan itu, guspurla Shandong dan Liaoning sama-sama fokus meningkatkan kemampuan lepas landas dan pendaratan jet-jet tempur di kapal induk.
Shandong memulai latihan bersamaan dengan kapal perusak AS, Chung-Hoon, melintasi Selat Taiwan. Kapal itu merupakan kapal perang pertama AS yang melintasi Selat Taiwan pada 2023.
Sebelum mengerahkan kapal itu, Washington juga mengumumkan penyediaan pagu kredit hingga 10 miliar dollar AS untuk Taipei. Alokasi itu bisa dipakai Taiwan untuk mengimpor aneka persenjataan dari AS dalam lima tahun ke depan.
Di sisi lain, AS mengurangi pengerahan aset militernya di sekitar Taiwan. Sepanjang 2022 hanya sembilan kali kapal perang AS melintasi Selat Taiwan.
Sebaliknya, di periode sama, 1.727 pesawat tempur dan aneka pesawat militer China terbang di selat itu dan mendekati Taiwan. China hanya mengerahkan 380 pesawat tempur di selat itu pada 2020 dan 960 unit pada 2021.
Baca juga AS-China Adu Latihan Perang
Pengerahan terakhir dilakukan China pada 25 Desember 2022. Di hari Natal 2022, China mengerahkan 71 jet tempur. Sebanyak 41 pesawat itu melintasi garis batas imajiner yang ditetapkan AS pada 1996.
Dulu, AS menetapkan garis itu sebagai garis terjauh pesawat dan kapal China boleh mendekati Taiwan. Sepanjang 2022, Beijing berulang kali mengabaikan garis itu dengan berulang kali mengerahkan kapal perang dan jet tempur melintasinya.
Simulasi
Penurunan kehadiran militer AS di Selat Taiwan seiring dengan berulang kali simulasi soal perang di sekitar Taiwan. Berbagai simulasi menyimpulkan AS dan sekutunya mengalami kerusakan serius jika sampai terlibat perang di Taiwan.
Simulasi terbaru dilakukan Center for Strategic and International Studies (CSIS) AS. Dalam 24 simulasi disimpulkan, AS dan China sama-sama menderita jika perang pecah di Taiwan. AS juga mustahil menerapkan skenario Ukraina untuk membantu Taiwan.
Dalam 24 simulasi disimpulkan, AS dan China sama-sama menderita jika perang pecah di Taiwan. AS juga mustahil menerapkan skenario Ukraina untuk membantu Taiwan.
”Begitu perang pecah, mustahil mengirimkan bantuan seperti untuk Ukraina. Situasi di Taiwan sama sekali berbeda dengan Ukraina. Di Ukraina, AS dan sekutunya bisa tetap mengirimkan bantuan. Taiwan hanya bisa mengandalkan persenjataan yang dimiliki sebelum perang meletus,” kata salah satu tim ahli simulasi itu, Kolonel (Purn) Mark Cancian.
Dalam 24 simulasi oleh tim CSIS pimpinan Cancian disimpulkan, setidaknya dua kapal induk hingga 20 kapal perang dan sedikitnya 3.000 tentara AS akan tewas jika perang meletus di Taiwan. Sementara Jepang, sekutu terdekat AS di sekitar Taiwan, bisa kehilangan 100 pesawat dan 26 kapal perang. Kehilangan itu terjadi kala China menyerang pangkalan-pangkalan AS di Jepang.
Adapun Taiwan akan kehilangan semua kapal perangnya jika sampai diserang China. Sedikitnya 3.500 tentara Taiwan pun akan tewas. China juga disimpulkan akan rugi besar. Sebanyak 10.000 tentara tewas serta 155 pesawat dan 138 kapal perang hancur dalam perang itu.
”Semua akan rugi besar jika perang sampai meletus. Ada puluhan ribu tentara akan ditawan, cedera, hingga tewas karena perang di Taiwan. Belum lagi kerugian akibat kerusakan aneka fasilitas sipil atau dipakai bersama militer dan sipil,” tutur Cancian.
Oleh karena itu, sejumlah pakar AS menganggap China akan menahan diri menyerang Taiwan. Serangan ke Taiwan tidak hanya merugikan China secara militer.
Kalau pun harus bersaing, China akan memakai instrumen lain, seperti ekonomi. China tidak akan memakai instrumen militer untuk bersaing dengan AS.
”Perdagangan internasional China akan terganggu. China sangat mengandalkan ekspor-impor untuk menjaga perekonomiannya. Gangguan pada ekspor-impor bisa melumpuhkan perekonomian China,” ujar peneliti pada Project on Government Oversight (POGO), Dan Grazier.
China, antara lain, mengandalkan impor minyak, batubara, hingga kacang kedelai untuk ekonominya. ”China akan melakukan semua hal untuk menghindari perang. Kalau pun harus bersaing, China akan memakai instrumen lain, seperti ekonomi. China tidak akan memakai instrumen militer untuk bersaing dengan AS,” ujarnya. (AFP/REUTERS/RAZ)