Tiga Tahun Ditutup, Perbatasan Hong Kong-China Dibuka Kembali
Setelah tiga tahun ditutup, perbatasan antara Hong Kong dan China akhirnya dibuka kembali 8 Januari mendatang. Namun, ada ketentuan kuota 60.000 orang per hari yang bisa melintasi perbatasan.
Oleh
LUKI AULIA
·4 menit baca
HONG KONG, KAMIS — Untuk pertama kalinya dalam tiga tahun, Hong Kong akan mulai membuka kembali perbatasannya dengan China daratan secara bertahap mulai 8 Januari 2023. Perjalanan bebas karantina antara Hong Kong dan China daratan ini akan dibatasi maksimal 60.000 orang per hari.
Sebanyak 50.000 warga Hong Kong harus mendaftarkan diri secara daring untuk melintasi perbatasan setiap hari di tiga pos pemeriksaan darat. Sementara 10.000 orang lain bisa masuk ke China daratan melalui laut, udara, atau jembatan tanpa perlu mendaftarkan diri terlebih dahulu. Pelancong juga harus mendapatkan hasil tes Covid-19 negatif dalam waktu 48 jam sebelum keberangkatan dan mendaftar secara daring untuk mengamankan kuota. Pos pemeriksaan perbatasan darat dan laut antara Hong Kong dan China daratan sudah ditutup sejak tiga tahun lalu karena adanya kebijakan nihil Covid-19 dinamis yang ketat.
Informasi terbaru ini diumumkan Kepala Eksekutif Hong Kong John Lee, Kamis (5/1/2023). ”Ketika pelancong memasuki Hong Kong, mereka tak perlu lagi menjalani karantina,” ujarnya.
Selama tahap pertama pembukaan kembali, empat pos pemeriksaan perbatasan akan kembali beroperasi sehingga jumlah pos pemeriksaan di Hong Kong menjadi tujuh. Hong Kong merupakan wilayah China semiotonom yang berbatasan dengan Provinsi Guangdong di China tenggara. Orang harus melewati imigrasi untuk bisa menyeberang. Orang-orang di Hong Kong hanya bisa mencapai daratan melalui bandara atau dua pos pemeriksaan, yakni di Teluk Shenzhen dan di jembatan Hong Kong-Zhuhai-Makau. Sebagian besar titik perbatasan lainnya, termasuk terminal kereta cepat West Kowloon, sudah ditutup sejak awal 2020.
Akibat pembatasan selama tiga tahun, perekonomian Hong Kong terpukul, terutama di sektor pariwisata. Untuk membantu Hong Kong, China disebutkan akan secara bertahap meningkatkan jumlah penerbangan antara Hong Kong dan China daratan serta menghapus batasan jumlah penumpang untuk penerbangan dari Hong Kong. Sebelum pandemi Covid-19 terjadi pada akhir 2019, terdapat lebih dari 236 juta perjalanan penumpang melintasi perbatasan dalam setahun.
China tidak lagi mewajibkan orang untuk menunjukkan hasil tes Covid-19 setiba di daratan dari Hong Kong. China juga akan mengeluarkan visa pariwisata dan bisnis khusus bagi penduduk daratan untuk mengunjungi Hong Kong. Menjelang pembukaan kembali perbatasan, penduduk Hong Kong dikabarkan berbondong-bondong ke klinik untuk mendapatkan vaksinasi Covid-19 karena khawatir tidak akan mendapatkan vaksin di daratan mengingat situasinya saat ini sedang kritis.
Transparan
Pemerintah China membantah tidak bisa mengendalikan penyebaran Covid-19. China juga sudah bekerja sama dengan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) untuk secara transparan dan cepat memberikan data Covid-19 yang terbaru. China kesal ketika Presiden Amerika Serikat Joe Biden menyuarakan keprihatinannya pada situasi Covid-19 di China. Ditambah lagi dengan pernyataan Direktur Kedaruratan WHO Mike Ryan yang mengatakan China tidak melaporkan jumlah kematian akibat Covid-19 yang sebenarnya.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Mao Ning, menegaskan, situasi epidemi China bisa dikendalikan dan ia berharap WHO mengedepankan sisi ilmiah, pandangan obyektif, dan tidak memihak. ”Fakta membuktikan China selalu, sesuai dengan prinsip legalitas, ketepatan waktu, keterbukaan dan transparansi, menjalin komunikasi yang erat dan berbagi informasi dan data yang relevan dengan WHO secara tepat waktu,” ujarnya.
Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus meminta China memberikan data rawat inap dan kematian yang lebih cepat, teratur, dan dapat diandalkan, serta pengurutan virus secara real-time yang lebih komprehensif. Hal ini diperlukan agar penyebaran Covid-19 bisa ditekan dan negara-negara lain bisa segera bertindak.
Banyak pihak yang meragukan data Covid-19 dari China karena data resmi yang dipublikasikan dengan kenyataan di lapangan dianggap tidak sesuai. Banyak rumah sakit yang dilaporkan kewalahan menangani pasien yang mayoritas orang lanjut usia. Salah satunya di rumah sakit di Distrik Qingpu, Shanghai, di mana para pasien tidur di tempat tidur berjejer di koridor area perawatan darurat dan lobi utama. Banyak dari mereka yang lansia dan beberapa harus bernapas dengan bantuan tangki oksigen.
Di papan pengumuman terbaca ”pasien harus menunggu rata-rata lima jam untuk bisa diperiksa”. Ada satu pasien lansia yang meninggal karena gagal pernapasan. Pejabat kesehatan China mengatakan, hanya kematian yang disebabkan oleh pneumonia dan gagal pernapasan pada pasien yang terkena Covid-19 yang diklasifikasikan sebagai kematian akibat Covid-19.
Padahal, menurut para ahli kesehatan di luar China, ada banyak jenis penyakit komplikasi lainnya yang bisa berujung fatal jika pasien tertular Covid-19. Ada pembekuan darah hingga serangan jantung serta sepsis dan gagal ginjal. Pakar kesehatan internasional memperkirakan setidaknya 1 juta kematian akibat Covid-19 di China tahun ini jika tidak ada tindakan cepat. Perusahaan data kesehatan yang berbasis di Inggris, Airfinity, memperkirakan sekitar 9.000 orang di China mungkin meninggal setiap hari akibat Covid-19. (REUTERS/AFP/AP)