Uni Eropa Denda Meta Gara-gara Personalisasi Iklan
Meta diganjar denda lagi di Uni Eropa. Raksasa digital ini terus berhadapan dengan hukum di kawasan tersebut.
Oleh
LARASWATI ARIADNE ANWAR
·3 menit baca
DUBLIN, KAMIS — Meta, perusahaan induk media sosial Facebook, Instagram,dan Whatsapp, didenda 390 juta euro oleh Uni Eropa. Mereka dinyatakan bersalah menggiring para pengguna jaringan media sosialnya agar menyetujui konten-konten iklan dengan dalih personalisasi. Meta masih menghadapi 12 tuntutan lagi di blok ekonomi tersebut.
Keputusan itu dijatuhkan di pengadilan di Dublin, Irlandia, Rabu (4/1/2023). Komisi Perlindungan Data Irlandia (DPC) menjadi badan Uni Eropa yang dikhususkan memantau kinerja perusahaan-perusahaan teknologi yang erat berhubungan dengan data para pengguna.
Dilansir dari surat kabar The Irish Times, Meta diganjar denda 210 juta euro untuk Facebook dan 180 juta euro untuk Instagram. Adapun keputusan denda untuk Whatsapp dijadwalkan ditentukan pada akhir Januari 2023. Selama 16 bulan terakhir, Meta sudah terkena denda sebesar 1,3 miliar euro.
Dari pihak Meta, mereka mengeluarkan pernyataan sedih dengan keputusan Uni Eropa. Menurut perusahaan itu, Meta sudah berusaha mematuhi segala aturan di blok ekonomi itu. Terkait keputusan ini, Meta berencana naik banding.
DPC dalam gugatannya mengatakan bahwa Meta melanggar Aturan Pengelolaan Data Umum Uni Eropa (GDPR). Aturan itu mewajibkan semua perusahaan media sosial maupun perusahaan berbasis teknologi agar menyediakan pilihan kepada setiap pengguna.
Ini merupakan bentuk kebebasan pengguna untuk setuju atau tidak setuju data pribadinya dipakai oleh perusahaan untuk menjajakan iklan-iklan yang oleh algoritma dianggap sesuai dengan selera pribadi pengguna.
Awalnya, sebelum GDPR berlaku pada 2018, Meta menyediakan pilihan tersebut. Akan tetapi, setelah 2018, Meta dan anak-anak perusahaannya mengubah persyaratan penggunaan. ”Pengguna dipaksa mengklik ‘setuju’ jika mereka tetap ingin memakai media sosial yang dikelola oleh Meta,” demikian bunyi gugatan DPC.
Setelah mengklik ”setuju”, laman akun media sosial pengguna akan kebanjiran iklan. Terlepas dari iklan itu sesuai selera pengguna ataupun disukai, hal ini tidak etis karena berlandaskan pemaksaan. GDPR mengharuskan bahwa pemilihan semestinya berdasar keinginan konsumen, bukan perusahaan. Tugas perusahaan adalah menyediakan berbagai alternatif layanan.
Perlindungan data pribadi menjadi aspek serius yang dibahas di banyak negara. Selain di Uni Eropa, Amerika Serikat dan China juga mengetatkan aturan mengenai persoalan ini. Bedanya, di China, pemerintah menjadi pemantau dan pengelola seluruh data yang beredar di internet.
Hal ini membuat sejumlah perusahaan dari negara-negara Barat, antara lain, Yahoo dan LinkedIn tidak nyaman karena tidak ada jaminan Pemerintah China tidak akan menyalahgunakan data pribadi pengguna situs-situs itu. Akibatnya, kedua perusahaan ini memutuskan menutup usaha mereka di China.
Terkait dengan Meta, sejumlah pengamat industri digital berpendapat bahwa denda itu tidak ada apa-apanya bagi perusahaan berskala raksasa itu. Sebagai gambaran, pendapatan bersih Meta pada 2021 saja mencapai 118 miliar dollar AS atau setara dengan 111,2 miliar euro.
Namun, pakar hukum perlindungan data pribadi dari firma hukum DMH Sallard di AS, Jonathan Compton, menjelaskan bahwa GDPR akan berdampak serius bagi Meta dan perusahaan-perusahaan teknologi. ”Contohnya Facebook yang memperoleh 80 persen pendapatannya dari iklan-iklan yang dipersonalisasi. Jika dalam tiga bulan Meta harus memberlakukan GDPR, pola pemasangan iklan di Facebook terdampak dan omzet berisiko turun drastis,” ujarnya kepada harian The Nationals.
Pengacara sekaligus pegiat perlindungan data pribadi di Austria, Max Schem, mengatakan, tidak boleh ada perusahaan yang menganggap diri mereka di atas hukum, terlepas sekaya dan sebesar apa pun mereka. Semua penyedia layanan digital wajib mematuhi aturan dan menghormati data pribadi pengguna.
”Pengguna berhak memilih di awal pemakaian layanan daring itu dan juga berhak mengubah pilihan tersebut, misalnya dari yang awalnya setuju datanya dipakai untuk memilih iklan menjadi tidak setuju atau sebaliknya,” kata Schrem. (REUTERS/AP)