Tenaga Alih Daya di Medan Laga, Bisnis Menggiurkan di Tengah Konflik
Di tengah berbagai konflik bersenjata yang seolah tak pernah habis, penyediaan tentara bayaran telah menjadi bisnis menggiurkan. Dalam setahun nilai bisnisnya bisa mencapai 224 miliar dollar AS atau Rp 3.493 triliun.
Oleh
KRIS MADA
·6 menit baca
Terlacak sejak era Yunani kuno, bisnis penyediaan tentara bayaran terus berkembang. Pada abad ke-21, bisnis itu bernilai miliaran dollar AS per tahun. Amerika Serikat, Inggris, Kanada, hingga Rusia adalah sebagian negara tempat perusahaan penyedia jasa tentara swasta bermarkas. Jasa mereka dimanfaatkan dari sekadar untuk mengamankan lokasi penambangan hingga membantu kudeta dan pemberontakan.
Konvensi Geneva dan Kelompok Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Tentara Bayaran dengan jelas menetapkan kriteria tentara bayaran. Secara ringkas, mereka adalah setiap orang asing yang mendapat bayaran untuk berperang atau setidaknya menyandang senjata untuk negara lain. Apabila tertangkap, mereka tidak berhak mendapatkan status tawanan perang.
Ditemui di Kyiv, Ukraina, pertengahan 2022, sejumlah warga asing mengaku mendapat bayaran dari Pemerintah Ukraina untuk berperang. Meski demikian, mereka menolak disebut tentara bayaran.
Sementara di mata Rusia dan kelompok milisi separatis Ukraina, warga asing itu jelas tentara bayaran. Sebagian dari orang asing tersebut ditangkap, lalu dibebaskan oleh milisi separatis. Sebagian lagi tewas di sejumlah pertempuran.
Orang yang mendapat bayaran untuk berperang di negara lain bukan hanya di Ukraina. Pada Juli 2021, sejumlah mantan tentara Kolombia menyerbu Istana Kepresidenan Haiti dan membunuh Presiden Jovenel Moïse.
Di Suriah, ribuan orang dari sejumlah negara datang dan dijanjikan bayaran hingga 2.000 dollar AS per bulan. Tugas mereka: membantu Pasukan Pembebasan Suriah (FSA) memerangi pasukan Pemerintah Suriah. FSA disokong Turki, AS, serta sejumlah negara di Eropa dan Timur Tengah.
Dipelopori Inggris
AS dan Inggris lama tercatat pada berbagai dokumen soal tentara bayaran. Bahkan, Inggris disebut sebagai pelopor bisnis tentara bayaran yang kini dikenal sebagai perusahaan militer swasta atau private military company (PMC). Pensiun dari pasukan khusus Inggris, Special Air Service (SAS), David Stirling mendirikan Watchguard International pada 1965.
Didirikan di tengah Perang Dingin, Watchguard disebut sebagai PMC modern yang polanya diikuti lembaga sejenis. Setelah Perang Dingin selesai, bisnis PMC semakin merebak seiring limpahan pensiunan tentara gara-gara pengurangan pasukan oleh sejumlah negara Eropa. Belakangan, para pensiunan itu bekerja, antara lain, di Sandline International, Blackwater, atau KAS international.
Disebut PMC karena bisnis mereka bukan sekadar menyediakan petugas satpam. Sandline International berkoordinasi dengan London dan Washington selama kudeta 1997 di Sierra Leone. Dalam dokumen yang antara lain diungkap The New York Times, Sandline International membantu Presiden Sierra Leone Ahmad Tejan Kabbah menghadapi kudeta. Belakangan, Sandline diselidiki karena diduga melanggar embargo senjata yang diterapkan Dewan Keamanan PBB terhadap Sierra Leone.
Lewat laporan lain pada 2020, The New York Times menulis soal sekelompok mantan tentara AS, Inggris, dan Australia di Libya pada Juni 2019. Dengan kontrak 80 juta dollar AS, mereka diminta membantu pasukan pimpinan Khalifa Haftar menyerbu Tripoli.
Dalam laporan The New York Times tersebut dicantumkan, kelompok tentara bayaran lintas negara itu dikontrak melalui perusahaan yang dikendalikan Christiaan Durrant. Warga Australia ini dikenal dekat dengan Erik Prince, warga AS yang memimpin Blackwater. Perusahaan yang didirikan pada 1997 itu kini menjadi bagian Constellis, yang juga perusahaan penyuplai tentara bayaran.
Selain didukung perusahaan yang dikendalikan Durrant, pasukan Haftar juga dibantu Wagner, perusahaan Rusia penyedia jasa militer swasta. Selama bertahun-tahun, perusahaan itu jadi sorotan AS.
Perang masa kini semakin licik dan tentara bayaran adalah cara terbaik untuk menyelesaikannya secara diam-diam.
Prince dilaporkan beberapa kali berkoordinasi dengan petinggi Wagner meski sudah diingatkan perusahaan itu disebut milik Rusia. Prince dan pejabat Wagner disebut bertemu terkait operasi di sejumlah negara Afrika.
Jalankan tugas militer
Wagner, Blackwater, hingga Sandline adalah sebagian lembaga yang kerap disebut sebagai PMC. ”Sebutan PMC adalah upaya pengecohan hukum nasional dan internasional yang melarang penggunaan tentara bayaran,” kata Sean McFate, mantan tentara bayaran yang menjadi peneliti senior pada Atlantic Council.
Ia menyampaikan hal itu dalam laporan kepada Kelompok Kerja PBB tentang Penggunaan Tentara Bayaran. ”Perang masa kini semakin licik dan tentara bayaran adalah cara terbaik untuk menyelesaikannya secara diam-diam,” ujar McFate yang juga dosen pada Georgetown University, AS, itu.
Ia mengatakan, AS dan Rusia bolak-balik saling tuding soal penggunaan tentara bayaran. Padahal, Washington dan Moskwa sama-sama menggunakan tentara bayaran, baik melalui lembaga maupun kontrak perorangan.
”Kita (AS) mengesahkan industri ini dan tidak bisa menuding Moskwa lalu berkata, ’Jangan pakai tentara swasta’. Kita tidak bisa melakukan hal itu kepada siapa pun,” kata McFate, mantan tentara bayaran yang lama bertugas di Amerika Latin dan Afrika.
Seperti PBB, McFate juga menyebut setiap orang asing yang mendapat bayaran untuk berperang atau setidaknya angkat senjata untuk negara lain adalah tentara bayaran. ”Anda tidak ke negara lain untuk menjaga pusat perbelanjaan. Anda terlibat pertempuran atau setidaknya masuk ke medan tempur, melatih pasukan. Jelas itu tugas militer,” ujarnya.
Saat masih menjadi tentara bayaran, McFate kerap menemui mantan anggota pasukan AS, Inggris, Spanyol, hingga negara lain di Amerika Latin dan Afrika. Ia dan orang-orang itu pernah dikontrak pemerintah, orang kaya, hingga perusahaan.
Mantan bos Nissan-Renault, Charles Ghosn, adalah contoh orang kaya yang menggunakan jasa tentara bayaran. Pada Desember 2019, Michael Taylor yang pernah menjadi anggota pasukan khusus AS membantu Ghosn kabur dari Jepang. Menurut McFate, Taylor jelas tentara bayaran dalam arti lain.
Kasta dan bayaran
Industri tentara bayaran mengenal setidaknya tiga kasta. Di kasta terendah adalah orangorang seperti Taylor dan banyak mantan tentara atau polisi. Mereka biasanya bekerja pada kondisi dengan risiko rendah, seperti menjaga lokasi tambang atau pengawal konglomerat. Di kasta tengah ada orang-orang yang dikirim ke pinggiran medan perang. Di kasta tertinggi hanya ada mantan anggota pasukan khusus. ”Bayaran mereka (mantan pasukan khusus) paling tinggi,” kata McFate.
Pada 2005, AS dan Inggris sampai kewalahan karena banyak anggota pasukan khususnya keluar, lalu menjadi tentara swasta di Irak dan Afghanistan. Seperti disebut McFate, bayaran besar jadi penyebab utama mereka keluar.
Sebagai tentara swasta, mantan anggota pasukan khusus bisa menerima gaji hingga 15.000 dollar AS atau sekitar Rp 234 juta per bulan. Penghasilan itu setara hampir sembilan kali lipat dari gaji sebagai tentara negara. Ironisnya, tawaran besar itu diberikan perusahaan yang dikontrak Departemen Pertahanan AS. Padahal, salah satu tugas Dephan AS adalah mengelola ketersediaan anggota bagi militer AS.
Kantor Badan Pemeriksa Keuangan AS (Government Accountability Office/GAO) dan Kongres AS memang berulang kali menyoroti kontrak miliaran dollar AS dari Dephan ke PMC. Sorotan itu salah satu indikasi tentara bayaran adalah bisnis besar.
Dalam laporan pada Juli 2022, Transparency International menaksir bisnis tentara bayaran bernilai 224 miliar dollar AS pada 2020 saja. Pada awal abad ke-21, nilai bisnis itu masih 100 miliar dollar AS per tahun.
Konsorsium Jurnalis Investigatif Internasional (ICIJ) pernah melaporkan, mayoritas PMC bermarkas di Inggris dan AS. ICIJ menemukan, Dewan Panel Ahli Dephan AS pada 1995 merekomendasikan peningkatan penggunaan tenaga alih daya di medan laga. Dengan kata lain, Dephan AS diminta mengurangi penggunaan tentara organik dan meningkatkan penggunaan tentara swasta.
Rekomendasi itu dituruti sampai sekarang. Selama menduduki Irak dan Afghanistan, AS menggunakan lebih banyak tenaga alih daya dibandingkan pasukan organik. Washington juga menggunakan tentara swasta di negara-negara lain untuk berbagai tugas. Menjaga kedutaan besar dan fasilitas khusus di luar negeri, melatih dan memasok pasukan asing, hingga membantu perawatan peralatan tempur adalah sebagian kontrak yang diberikan kepada PMC.
Perusahaan-perusahaan itu bukti nyata bahwa perang adalah bisnis besar. Sebutan bisnis semakin layak karena keterlibatan pihak swasta semakin membesar. Bukan hanya di pabrik sepatu dan baju, tenaga alih daya juga tersedia di medan laga. (AFP/REUTERS)