Menanti Gaya Diplomasi China di Bawah Menlu ”Pendekar Serigala” Qin Gang
China mengganti menteri luar negerinya, Wang Yi, dan memercayakan jabatan itu kepada Qin Gang, yang sebelumnya menjabat Dubes China untuk AS. Dunia menanti cara diplomasi menlu baru China ini.
Oleh
LARASWATI ARIADNE ANWAR
·5 menit baca
China mengganti menteri luar negerinya dari Wang Yi (69) ke Qin Gang (56). Banyak kalangan meraba, seperti apa gaya diplomasi China ke depan. Ini lantaran Qin dikenal sebagai salah satu pelopor gaya retorika ala ”pendekar serigala”, yaitu sikap keras, bahkan condong agresif, baik di media arus utama maupun media sosial. Gaya komunikasi ini berpengaruh pada cara China menempatkan diri di peta geopolitik global.
Pada Jumat (30/12/2022), Wang Yi yang telah menjabat sebagai menteri luar negeri (menlu) selama periode 2012-2022 diangkat masuk Politbiro Partai Komunis China (PKC). Ini adalah lingkaran terdekat Presiden China sekaligus Sekretaris Jenderal PKC Xi Jinping. Wang dikabarkan menangani kebijakan politik luar negeri China.
Diangkat sebagai penerus kursi menlu adalah Qin Gang yang sebelumnya menjabat sebagai Duta Besar China untuk Amerika Serikat. Mengingat usianya, Qin juga merupakan menlu termuda dalam sejarah Republik Rakyat China.
Wang dan Qin memiliki gaya diplomasi yang berbeda. Pada Minggu (1/1/2023), Wang menulis di Qiushi, jurnal resmi PKC. ”Kunci dari hubungan bilateral China dengan AS adalah diplomasi yang menitikberatkan pada dialog,” ucap Wang.
Menurut Wang, China harus bisa menjadi teladan dalam menghadapi berbagai tantangan perkembangan geopolitik global. Ia turut menekankan pentingnya memperdalam hubungan diplomatik China dengan Rusia untuk memberi perspektif lain dalam dinamika global. Meskipun begitu, Wang tetap menilai perlunya menjaga hubungan yang baik dengan AS.
”AS banyak memiliki pandangan yang keliru mengenai China sehingga kita semua harus mengeksplorasi segala kemungkinan untuk mencapai hubungan yang sehat dan stabil,” kata Wang.
Satu pekan sebelum diangkat masuk Politbiro, Wang berbicara melalui telepon dengan Menlu AS Antony Blinken. Dalam dua pekan, Blinken dijadwalkan berkunjung ke Beijing. Beberapa masalah yang hendak dibahas dengan menlu baru, yakni Qin Gang, adalah perang dagang AS-China, rantai pasok global, Taiwan, dan perang Rusia-Ukraina.
”Tentu saja Taiwan menjadi landasan penting dalam hubungan China-AS sehingga harus dibuka pintu dialog selebar mungkin,” kata Wang.
”Pendekar serigala”
Kemampuan diplomasi Qin Gang untuk skala global akan diuji. Pasalnya, selama 2005-2010 menjabat sebagai Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China, Wakil Menlu China, dan Duta Besar China untuk AS, ia merupakan salah satu pelopor gaya retorika diplomasi ”pendekar serigala”. Ini adalah istilah yang diambil dari judul film aksi Zhan Lang yang berarti ’pendekar serigala’. Kisahnya mengenai seorang tentara China yang serba bisa dan jagoan dalam menaklukkan semua musuh.
Selama 2005-2010 menjabat sebagai Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China, Wakil Menlu China, dan Duta Besar China untuk AS, Qin Gang merupakan salah satu pelopor gaya retorika diplomasi ’pendekar serigala’.
Ciri khas gaya komunikasi ini ialah keras dan defensif ketika menghadapi kritik. Ekspresi ini tidak hanya digunakan ketika berbicara dalam jumpa pers, tetapi juga di media sosial tiap-tiap diplomat.
Qin memiliki 250.000 pengikut di Twitter. Sering kali, defensif terhadap kritik ini tidak diimbangi dengan data statistik ataupun landasan hukum sebuah tindakan politik. Para ”pendekar serigala” lebih banyak membalas dengan mengkritik balik suatu negara, pribadi si pengkritik, atau menyuruh pihak luar jangan ikut campur dengan urusan dalam negeri China.
Gaya komunikasi tersebut disikapi secara terbelah di China. Sebagian masyarakat menilai gaya itu kontraproduktif karena berisiko menutup pintu dialog dengan pihak lain untuk isu-isu yang penting. Akan tetapi, tidak sedikit pula masyarakat yang mendukung retorika diplomasi ala pendekar serigala itu karena, menurut mereka, menunjukkan ketegasan sikap para pejabat negara. Apalagi, Xi Jinping memberi angin ketika menyampaikan pidatonya pada Kongres PKC tahun 2017.
”China tidak akan mengikuti arah yang ditentukan oleh pihak lain dan China tidak akan tunduk di bawah tekanan,” ujar Xi kala itu.
Ketika diangkat menjadi menlu, Qin mengeluarkan keterangan pers pada laman Kemenlu China. ”Kita mengedepankan solusi yang berdasar pada kearifan, kekuatan, dan inisiatif China,” ujarnya.
Isu Taiwan
Pengangkatan Wang dan Qin dalam jabatan baru mereka bertepatan dengan kunjungan mantan Ketua Umum Kuomintang—salah satu partai politik di Taiwan—Lien Chan ke Beijing. Ia diterima oleh Xi Jinping. Dalam pertemuan itu, Xi mengatakan, dirinya percaya diri bahwa hubungan Beijing-Taipei berlangsung lancar serta menuju ke arah yang benar, yaitu penyatuan Taiwan kembali kepada China dengan cara damai.
Xi turut mengingatkan prinsip Satu China yang dicapai melalui konsensus kedua belah pihak pada tahun 1992. Selain itu juga ada konsensus kedua pada tahun 2005.
”Hasilnya adalah kedua belah pihak menyepakati prinsip Satu China. Oleh sebab itu, narasi kemerdekaan Taiwan ini harus dipadamkan karena menciptakan ketidakstabilan di Selat Taiwan,” ucap Xi, seperti dikutip surat kabar China Times.
Taiwan tersinggung dengan pernyataan tersebut. Melalui keterangan resmi Kemenlu Taiwan, Taipei mengatakan bahwa China menggaungkan narasi keliru mengenai Taiwan. ”Republik China (Taiwan) tidak pernah menjadi bagian dari RRC. Pemerintah RRC tidak pernah berkuasa di Taiwan,” kata pernyataan itu.
Beijing mengklaim Taiwan sebagai bagian dari wilayah teritorialnya. Namun, wilayah pulau itu memiliki pemerintahan secara mandiri sejak 1949. Pada tahun tersebut, pemimpin komunis Mao Zedong menguasai Beijing setelah mengalahkan pemimpin Kuomintang (KMT), Chiang Kai-shek, yang menyingkir dan mendirikan pemerintahan Taiwan.
Direktur Kajian China di Stimson Centre, AS, Yun Sun kepada media NPR menjelaskan bahwa hubungan China dengan berbagai pihak bagaikan berseluncur di atas es yang tipis. Dunia menantikan pendekatan China atas isu Taiwan, AS, Laut China Selatan, Rusia-Ukraina, dan negara-negara berkembang. Apabila tidak dinavigasi dengan baik dan tepat, bisa-bisa semakin banyak pihak yang antipati atau setidaknya membatasi diri dalam berhubungan dengan China. (REUTERS)