Singapura Naikkan Pajak Penjualan, Konsumen Bergegas Belanja
Pajak penjualan Singapura dinaikkan 1 persen mulai 1 Januari 2023. Sebelum naik, warga Singapura bergegas belanja barang-barang kebutuhan sebelum harga naik menjadi lebih mahal.
SINGAPURA, RABU – Soif Noor 928), warga Singapura, sudah belanja segala macam keperluan rumah barunya seperti furnitur dan perlengkapan lainnya, Rabu (28/12/2022). Padahal ia baru bisa pindah ke rumah barunya, empat bulan lagi. Seperti warga Singapura lainnya, ia bersegera belanja semua kebutuhan sebelum pajak penjualan dinaikkan 1 persen mulai 1 Januari mendatang. Kenaikan pajak penjualan ini baru pertama kalinya terjadi di Singapura dalam 15 tahun terakhir.
Mulai tahun depan, pajak penjualan untuk segala macam barang dan jasa, mulai dari bahan makanan hingga cincin berlian naik dari 7 persen menjadi 8 persen. Pada tahun 2024, akan dinaikkan lagi 1 persen hingga menjadi 9 persen. Kecuali jika perekonomian dunia membaik tahun depan. Pemerintah Singapura beralasan langkah ini harus dilakukan untuk meningkatkan pendapatan demi membantu populasinya yang menua. Pemerintah memperkirakan seperempat dari jumlah total populasi 5,6 juta jiwa akan berusia 65 tahun ke atas pada tahun 2030.
Baca juga: Singapura Resesi, Indonesia Lebih Kuat karena Konsumsi
Secara keseluruhan, para ekonom menilai dampak dari kenaikan pajak satu poin prosentasi ini bisa diredam dengan lonjakan belanja konsumen sebelum kenaikan. Kenaikan pajak 1 persen terlihat kecil, tetapi bagi Soif membeli sekarang akan bisa menghemat nantinya dan ini akan membantu Negara dalam situasi inflasi.
Dengan belanja sekarang sebelum kenaikan pajak, Soif mengaku bisa menghemat hingga 185 dollar AS. Karena belum bisa masuk ke rumah barunya, semua barang-barang yang dibelinya untuk rumah barunya terpaksa dititipkan ke toko untuk sementara. Karena prinsip “beli sekarang daripada nanti mahal”, banyak teman-temannya yang membeli cincin pertunangan karena didesak pacarnya yang meminta mereka untuk melamar sekarang daripada nanti semua harga mahal.
Pajak penjualan Singapura yang kini 8 persen itu sedikit lebih tinggi dari Thailand yang 7 persen dan lebih rendah dari Indonesia yang mencapai 11 persen. Di banyak negara di Eropa, pajaknya mencapai 20 persen sementara Jepang 10 persen. Pemerintah Singapura terus melanjutkan rencana kebijakan ini ketika negara lain seperti Thailand dan Italia justru menyetujui keringanan pajak konsumsi untuk membantu warganya mengatasi krisis biaya hidup yang meningkat.
Ekonom OCBC, Selena Ling, mengatakan “lonjakan positif” dalam pembelian besar-besaran konsumen memang baik untuk sektor ritel. Namun, dampaknya terhadap perekonomian secara keseluruhan mungkin tak terlalu terasa. Apalagi karena penjualan atau sewa properti pemukiman dibebaskan dari pajak ini. Sementara dampaknya terhadap penjualan mobil masih belum pasti karena harga mobil yang mencapai rekor tertinggi pada tahun ini. Ling memperkirakan pertumbuhan ekonomi pada kuartal pertama tahun depan akan melambat karena konsumen mengurangi belanja yang berlebihan hingga ketidakpastian situasi ekonomi mereda.
Iklan promosi
Untuk mendorong belanja konsumen, banyak pertokoan mulai dari busana hingga furnitur yang menggemakan iklan promosi “belanja cerdas”. Iklan-iklannya mendorong konsumen untuk “mengalahkan kenaikan pajak barang dan jasa”. Di butik perhiasan LeCaine Gems yang berada di mal kelas atas di dekat kawasan Marina Bay, salah satu pendiri Michael LeCaine mengatakan ia mendorong pelanggan yang tidak berkomitmen untuk membeli dengan menaikkan pajak sehingga mereka akan membuat keputusan saat itu juga.
Dari data statistik pemerintah, sektor ritel berjalan baik. Pada September lalu, tingkat penjualan naik 11,2 persen dibandingkan dengan bulan yang sama pada tahun sebelumnya. Kemudian tumbuh 10,4 persen tahun-ke-tahun di bulan Oktober. Bank Sentral Singapura menyebutkan saldo kartu kredit terutang di Singapura naik 16 persen tahun-ke-tahun pada kuartal ketiga 2021.
Baca juga: Konsumsi Penyangga Resesi
LeCaine Gems mengalami peningkatan penjualan sebesar 15 persen bulan lalu dibandingkan dengan bulan yang sama pada tahun 2021. Sementara rantai pertokoan perhiasan, SK Jewellery Group, melaporkan ada peningkatan sebesar 25 persen tahun-ke-tahun untuk periode September hingga November.
Bagi warga yang keberatan dengan kenaikan pajak ini, pengeluaran warga untuk belanja itu bukan sesuatu yang menggembirakan karena dilakukan atas dasar khawatir harga barang naik dan menjadi sangat mahal. Namun, bagi kalangan yang mendukung kebijakan ini menilai Singapura tidak mempunyai pilihan lain selain meningkatkan pendapatan Negara untuk mengatasi lonjakan populasi yang menua.
Untuk membantu rakyat, pemerintah berjanji memberikan kepada hampir 3 juta warga Singapura setidaknya 700 dollar Singapura atau Rp 8,2 juta uang tunai selama lima tahun sebagai bagian dari “paket jaminan” dengan total sebesar 8 miliar dollar Singapura atau Rp 93 triliun. Pemerintah juga berjanji akan meninjau kenaikan pajak yang kedua jika situasi perekonomi dunia membaik tahun depan.
“Bagi kami, yang penting sudah belanja barang-barang kebutuhan kami saja sehingga nanti kami tak perlu lagi memikirkannya,” kata Soif.
Situs Channel News Asia, Rabu, menyebutkan pajak penjualan yang dinaikkan adalah Pajak Barang dan Jasa Singapura atau yang biasa disingkat dengan GST. GST adalah pajak atas konsumsi dalam negeri yang bisa berupa barang atau jasa, termasuk impor. Pajak ini dibebankan oleh semua bisnis dengan perputaran kena pajak sebesar 1 juta dollar Singapura atau lebih.
Namun, ada beberapa pengecualian seperti penjualan dan sewa properti pemukiman dan jasa keuangan. Pemerintah juga menyerap GST untuk layanan kesehatan dan pendidikan yang disubsidi publik.
Persoalan akan menjadi sedikit rumit ketika, misalnya, memesan sesuatu pada akhir tahun 2022 tetapi barang atau jasa akan dikirimkan pada 2023. Menurut situs Inland Revenue Authority (IRAS), konsumen akan dikenakan 7 persen GST jika pembayaran dilakukan 2022 dan 8 persen jika pembayaran pada 2023. Namun, jika membayar dengan cicilan selama 2022 dan 2023 maka dua tarif GST terpisah akan dibebankan.
Baca juga: Dampak Resesi Singapura
IRAS juga mengatakan GST akan dikenakan biaya sebesar 8 persen untuk layanan yang dilakukan dan dibayar pada atau setelah 1 Januari 2023 meskipun faktur dikeluarkan pada 2022. Untuk layanan yang mencakup tahun 2022 dan 2023, konsumen dapat membayar 8 persen jika tanggal penagihan pada 2023, atau dapat membayar 7 persen untuk satu bagian tagihan dan 8 persen untuk bagian terakhir. Jika menginap di hotel selama Malam Tahun Baru dan Hari Tahun Baru, hotel dapat membebankan biaya 8 persen untuk seluruh masa inap karena pembayaran ditagih pada 2023. Tetapi juga dapat memilih untuk membebankan GST sebesar 7 persen dari nilai menginap hotel pada 31 Desember 2022, dan 8 persen untuk malam 1 Januari 2023.
GST juga diberlakukan untuk pembelian secara online dan layanan impor. Aturan yang mewajibkan penyedia layanan digital luar negeri untuk membebankan GST telah dimulai pada 2020, tetapi sekarang juga meluas ke layanan non-digital. Untuk barang, GST saat ini dipungut Bea Cukai Singapura atas barang yang diimpor melalui udara atau pos dengan nilai di atas 400 dollar Singapura. Mulai tahun 2023, vendor luar negeri harus membebankan GST atas penjualannya kepada konsumen lokal untuk barang dengan harga berapapun. Kementerian Keuangan Singapura menyatakan ini dilakukan untuk memastikan “lapangan bermain” yang setara bagi bisnis lokal untuk bersaing dengan pemasok barang dan jasa luar negeri.
GST mulai dipergunakan di Singapura pada 1 April 1994 sebesar 3 persen lalu meningkat menjadi 4 persen pada 2003 dan 5 persen pada 2004 lalu 7 persen pada Juli 2007. Peningkatan pajak menjadi 9 persen itu sudah diumumkan sejak APBN 2018 dan pemerintah memperkirakan akan mulai diberlakukan antara tahun 2021 dan 2025. Kemudian pada Anggaran 2022, Wakil Perdana Menteri dan Menteri Keuangan Singapura, Lawrence Wong, mengumumkan kenaikan itu akan terjadi dalam dua langkah, yakni tahun 2023 dan 2024.
Wong menjelaskan GST perlu naik karena pendapatan dari kenaikan GST itu akan digunakan untuk mendukung pengeluaran perawatan kesehatan Singapura dan merawat manula. Ia juga mengatakan kenaikan GST tidak akan cukup untuk menutupi kenaikan belanja kesehatan dan sosial. Kenaikan GST dari 7 menjadi 9 persen pada 2024 diharapkan menghasilkan pendapatan pajak sebesar 3,5 miliar dollar Singapura setiap tahun. “Tanpa kenaikan GST, kita akan menghadapi risiko kesenjangan pendanaan struktural yang terus berlanjut, yang akan terus melebar dari tahun ke tahun,” kata Wong.
Baca juga: Menghindari Resesi Ekonomi
Paket jaminan yang akan diberikan pemerintah itu, kata Wong, dimaksudkan untuk mengimbangi biaya GST tambahan untuk sebagian besar rumah tangga Singapura setidaknya selama lima tahun dan sekitar 10 tahun untuk rumah tangga berpendapatan rendah.
Skema Voucher GST permanen juga akan ditingkatkan untuk membantu membiayai pengeluaran GST rumah tangga berpenghasilan rendah hingga menengah di Singapura, di luar dukungan transisi yang tercakup dalam Paket Jaminan. Skema Voucher GST permanen diperkenalkan pada 2012 untuk membantu rumah tangga Singapura membiayai pengeluaran mereka. Voucher GST memiliki empat bagian, yakni Rabat tunai, U-Save atau utilitas, isi ulang MediSave, dan rabat untuk biaya layanan dan pemeliharaan.
Mulai tahun 2022, ambang pendapatan yang dapat dinilai untuk komponen tunai dinaikkan dari 28.000 dollar Singapura menjadi 34.000 dollar Singapura untuk mencakup lebih banyak warga Singapura. Isi ulang MediSave adalah untuk lansia Singapura berusia 65 tahun ke atas. Komponen tunai dan MediSave dibayarkan pada bulan Agustus setiap tahun. U-Save dan rabat untuk biaya layanan dan pemeliharaan dibayarkan setiap tiga bulan ke rumah tangga, pada Januari, April, Juli, dan Oktober. Mereka yang tinggal di flat dengan tiga kamar atau lebih kecil akan mendapatkan lebih dari pemilik flat yang lebih besar atau perumahan pribadi. (REUTERS)