Di China, Datang dari Luar Negeri Tak Perlu Karantina Lagi
China membuka "benteng pertahanan" terakhirnya dengan mencabut kewajiban karantina bagi siapa saja yang datang dari luar negeri. Hanya saja, aturan ini belum berlaku bagi wisatawan asing.
Oleh
LUKI AULIA
·4 menit baca
BEIJING, SELASA - Setelah tiga tahun mempertahankan protokol kesehatan yang ketat, pemerintah China akhirnya membuka "benteng pertahanan" terakhirnya. Kewajiban karantina bagi siapa saja yang datang dari luar negeri akhirnya dicabut.
Keputusan yang akan mulai diberlakukan, 8 Januari mendatang, ini disambut gembira rakyat China yang bersegera mendatangi agen-agen perjalanan untuk membeli tiket ke luar negeri. Kewajiban karantina inilah yang selama ini membuat orang luar enggan masuk China dan membuat rakyat China bak katak dalam tempurung. Hanya saja, China tetap belum membuka diri untuk menerima wisatawan asing.
Keputusan mencabut kewajiban karantina bagi mereka yang datang dari luar negeri ini diumumkan Komisi Kesehatan Nasional China, Senin (26/12/2022) malam. Padahal kasus Covid-19 di China sedang naik. Meski begitu, menurut statistik China, tidak ada kasus kematian baru akibat Covid-19 selama enam hari terakhir.
Data China ini diragukan oleh para pakar kesehatan dan warga China sendiri. Pasalnya, rumah sakit terlihat kewalahan menangani pasien yang jumlahnya 5-6 kali lebih banyak dari biasanya dan mayoritas orang lanjut usia.
Data dari platform perjalanan, Ctrip, menunjukkan dalam waktu setengah jam setelah kabar pencabutan karantina diumumkan, pencarian tujuan ke luar negeri meningkat 10 kali lipat. Makau, Hong Kong, Jepang, Thailand, dan Korea Selatan adalah daerah dan negara yang paling dicari. Adapun data dari platform lain, Qunar, menunjukkan pencarian penerbangan internasional melonjak tujuh kali lipat dengan Thailand, Jepang, dan Korsel di urutan teratas.
Kewajiban karantina bagi orang yang datang dari luar negeri ini dikurangi secara bertahap. Pada awal pemberlakuan, kewajiban karantina ditetapkan 21 hari. Lalu dikurangi menjadi 14 hari. Jumlah 14 hari itu hanya karantina setelah sampai di China. Sebelum berangkat, masih ada kewajiban karantina lima hari di negara asal.
Sebelumnya, ketentuannya adalah 14 hari. Ketika Kompas mendapat kesempatan ke China, Juni lalu, kewajiban karantina masih lima hari di hotel di Jakarta dan 14 hari karantina di Fuzhou, Fujian, sebelum akhirnya boleh masuk ke Beijing.
Kebijakan itu lalu berubah sekitar bulan Juli dengan ketentuan karantina lima hari di hotel kemudian dilanjutkan dengan karantina tiga hari di rumah. Komisi Kesehatan China menyebutkan keputusan ini diambil untuk mempermudah orang asing masuk ke China. Sayangnya, belum termasuk turis atau wisatawan asing.
Meski tak perlu karantina lagi, syarat tes Covid-19 negatif selama 48 jam keberangkatan tetap berlaku. Penumpang juga tetap diminta untuk mengenakan masker pelindung selama berada di dalam pesawat. Pengaturan bagi pendatang asing untuk bekerja dan bisnis akan segera diperbarui dan visa akan difasilitasi.
Perubahan aturan ini sebenarnya lebih untuk rakyat China yang hendak bepergian ke luar negeri. Karena China menutup perbatasan selama 2 tahun lebih, banyak warga China yang tak bisa bepergian ke luar negeri. Aturan ini juga membatasi pertukaran diplomatik tatap muka, dan mengurangi jumlah orang asing yang hendak bekerja dan belajar di China.
"Perjalanan internasional kemungkinan akan melonjak, tetapi butuh waktu lama lagi sebelum volumenya bisa kembali ke tingkat sebelum pandemi. Masih ada ancaman Covid-19 yang bisa mengganggu produktivitas lagi," kata Kepala Ekonom Hang Seng Bank China, Dan Wang.
"Akhirnya berakhir juga. Musim semi akan segera datang," tulis salah seorang pengguna media sosial Weibo, medsos yang mirip dengan twitter.
"Mulai menyiapkan perjalanan ke luar negeri!" tulis seorang pengguna Weibo lainnya. "Saya harap harga tiket pulang nanti tidak naik lagi!" tulis yang lain.
Antisipasi
China dalam waktu sangat cepat, tak sampai satu bulan, melonggarkan banyak protokol kesehatan. Otoritas kesehatan beralasan ini karena penanganan Covid-19 di China akan diturunkan ke Kategori B yang tidak terlalu ketat mulai 8 Januari mendatang. Alasannya, Covid-19 tidak lagi dianggap sebagai penyakit yang fatal mematikan. Perubahan itu berarti otoritas setempat tidak lagi dipaksa untuk mengkarantina pasien dan kontak dekat mereka serta mengunci wilayah (lockdown).
Sejak Januari 2020, China mengklasifikasikan Covid-19 sebagai penyakit menular Kategori B tetapi mengelolanya di bawah protokol Kategori A yang mencakup penyakit seperti wabah pes dan kolera. Ini memberikan otoritas lokal wewenang untuk mengkarantina pasien dan kontak dekat mereka serta mengunci wilayah.
Untuk mengantisipasi lonjakan kasus dan pasien, perawat dan dokter diminta untuk bekerja menggantikan pekerja medis yang sakit. Pensiunan perawat dan dokter yang berada di komunitas pedesaan juga dipekerjakan kembali untuk membantu. Sejumlah kota juga berjuang mengamankan persediaan obat anti demam.
“Lihat saja rumah duka di berbagai kota. Saya dengar kami harus mengantri selama 3-5 hari untuk kremasi di sini,” keluh seorang warga di Provinsi Shandong di media sosial.
Di sejumlah daerah seperti Shanghai dan Beijing dilaporkan banyak karyawan yang sakit sehingga toko terpaksa tutup. "Kami minta masyarakat untuk melindungi diri sendiri dengan baik dan tetap mematuhi langkah-langkah pencegahan dan pengendalian. Kami perlu mengalihkan fokus pekerjaan dari pencegahan dan pengendalian ke perawatan medis," kata ahli epidemiologi dan Kepala Ahli di Komisi Kesehatan China, Liang Wannian, kepada kantor berita Xinhua.
Jika kasus Covid-19 menjadi parah, pemerintah akan mengadopsi apa yang disebut "manajemen tertutup" untuk mencegah penyebaran infeksi. Selain itu, China juga akan terus meningkatkan tingkat vaksinasi di kalangan orang lanjut usia dan mendorong dosis kedua diantara orang-orang yang berisiko tinggi terkena penyakit parah. (REUTERS/AFP/AP)