Dewan Keamanan PBB menyepakati resolusi tentang Myanmar. China dan Rusia abstain. ASEAN harus bergerak cepat.
Oleh
LARASWATI ARIADNE ANWAR
·3 menit baca
NEW YORK, KAMIS - Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa akhirnya mengeluarkan resolusi terkait Myanmar. Rusia dan China memilih abstain dan hal ini dianggap sebagai sesuatu yang positif. Kini, Himpunan Bangsa-bangsa Asia Tenggara atau ASEAN harus lebih gencar melakukan pemastian penerapan Lima Poin Konsensus.
Resolusi itu ditandatangani oleh tiga anggota tetap DK PBB dan sepuluh anggota tidak tetap di New York, Amerika Serikat, Rabu (21/22/2022) petang waktu setempat atau Kamis (22/12/2022) dini hari waktu Indonesia. Di dalamnya tertulis keharusan junta militer di Myanmar menghentikan segala jenis kekerasan, menghormati hak asasi manusia, dan membebaskan semua tahanan politik termasuk Pemimpin Liga Nasional Demokrasi Myanmar (NLD) Aung San Suu Kyi.
Suu Kyi saat ini dipenjara di Naypyitaw atas berbagai tuduhan korupsi dan kecurangan pemilihan umum November 2020. Ia sudah diganjar 23 tahun penjara dan masih menghadapi tujuh persidangan lain. Junta tidak terima NLD memenangi pemilu November 2022 sehingga mereka melakukan kudeta pada 1 Februari 2021.
"PBB menginginkan laporan satu suara secara berkala mengenai Myanmar," kata Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres.
Maksud dia adalah Utusan Khusus (Utsus) PBB dan Utusan ASEAN soal Myanmar harus memberi laporan lisan maupun tulisan setiap 60 hari. Laporan pertama diharapkan bisa diberikan pada tanggal 15 Maret 2023.
Dalam pengambilan keputusan resolusi, China dan Rusia sebagai anggota tetap DK PBB memilih abstain. Duta Besar China untuk PBB Zhang Jun mengatakan, China tidak sepenuhnya cocok dengan hal-hal yang tertuang di dalam resolusi. Akan tetapi, Beijing tidak mau menghalangi upaya perdamaian di Myanmar.
Sebelumnya, pada tahun 2017, China dan Rusia memveto rancangan resolusi terkait krisis etnis Rohingya di Myanmar. Mereka beralasan ini adalah isu internal Myanmar. Isu bilateral penampungan etnis Rohingya juga sebaiknya didiskusikan antara Myanmar dan Banglades saja.
Dubes Myanmar untuk PBB Kyaw Moe Tun yang dipilih sejak era NLD memerintah menganggap resolusi kurang tegas kalimatnya. "Tetapi tidak apa-apa. Ini langkah awal berbagai upaya memastikan junta dan kekejaman mereka dihentikan," ucapnya.
Giliran ASEAN
Resolusi DK PBB secara gamblang menyebut agar Myanmar segera melaksanakan Lima Poin Konsensus ASEAN. Di dalam konsensus itu adalah penunjukan utusan khusus ASEAN untuk Myanmar yang membangun dialog dengan junta, oposisi, dan seluruh pihak pemangku kepentingan.
Kepala Departemen Luar Negeri Centre for International and Strategic Studies (CSIS) Lina Alexandra melihat abstainnya China dan Rusia sebagai hal positif. Semua anggota tetap DK PBB adalah mitra wicara ASEAN dan tampak mereka, dengan cara masing-masing, mendukung ASEAN sebagai ujung tombak penyelesaian persoalan di Myanmar.
"Sekarang, prioritas ASEAN harus menunjuk utusan khusus yang profesional dan menurunkan Lima Poin Konsensus menjadi petunjuk teknis serta tugas, pokok, dan fungsi yang jelas bagi utusan tersebut," ujarnya.
Mandat utusan khusus harus dituangkan dengan saksama, mulai dari kewenangan, tenggat pekerjaan, dan patokan capaian. Selain itu, lanjut Lina, perlu dibangun sistem pelaporan bagi utusan khusus. Misalnya, rutin melaporkan kepada dewan koordinator ASEAN yang terdiri dari para menteri luar negeri guna mencari jalan keluar apabila menemui hambatan di lapangan.
"Selama dua tahun terakhir, utusan khusus bekerja di bawah negara ketua ASEAN sehingga masa jabatan hanya satu tahun dan fungsi utusan sebatas penyampai pesan. Tidak ada target kerja," kata Lina.
Ia mengatakan, Indonesia sebagai Ketua ASEAN 2023 harus melakukan pendekatan konstruktif kepada semua anggota. Utusan khusus profesional berarti bekerja di bawah kelembagaan ASEAN dan tidak bisa bekerja sendiri. Minimal ada semacam misi untuk mendukung kinerjanya. (AFP/Reuters)