Piala Dunia Tidak Mengubah Derita Ekonomi Argentina
Seorang profesor ekonomi Javier Milei menggerakkan mekanisme pasar. Ia tidak segan menyebutkan pemerintahan adalah bagian dari masalah. Retorika keadilan sosial hanya kamuflase pejabat untuk mencuri uang rakyat.
Juara Piala Dunia 2022 tidak akan otomatis mengubah derita ekonomi Argentina. Juara Piala Dunia 1978 dan 1986 tidak mengubah apapun tentang perekonomian Argentina. Efek masuk final pada 1930, 1990 dan 2014 pun demikian, tidak mengubah peruntungan ekonomi.
Juara dunia hanya membuat rakyat mampu melupakan sejenak kesengsaraan ekonomi, tetapi tidak akan meredam inflasi 100 persen, salah satu yang terburuk di dunia. Kumpulan gelandangan di Argentina tidak akan menjelma menjadi warga kelas menengah.
Argentina adalah negara dengan dualisme ekonomi secara ekstrem. Sekelompok warganya kaya raya. Sebagian lainnya adalah gelandangan yang berserakan mulai dari jalanan di Buenos Aires dan di berbagai lokasi lainnya yang bertahan hidup dengan mengais barang-barang bekas.
Akan tetapi, nestapa terhibur sejenak, bagi rakyat papa. “Sepak bola adalah penyelamat kami. Apapun yang ada di sekitar kami memang semakin memburuk saja, tetapi pekan ini kami sangat bahagia,” kata Portillo (22), dikutip The Financial Times, 12 Desember. Ucapan Portillo masih pada tahap Argentina hendak memasuki babak semi final.
Julio Roger (51), pelayan di Caffé Tabac, Buenos Aires, yang dulu tempat langganan Diego Maradona, mengatakan bahwa Argentina sedih dengan kepergian Maradona pada 2020 dan derita ekonomi sekarang ini. Akan tetapi, momen piala dunia memberi rasa lain. Warga menaruh perhatian besar. “Ilusi kebesaran kembali memuncak begitu kuatnya,” kata Roger.
Bahkan pemerintah pun ikut terlena. Menteri Tenaga Kerja Kelly Olmos mengatakan, kebijakan mengatasi inflasi sedang menunggu. Prioritas pertama adalah kemenangan piala dunia, kata dia. Walau kemudian, Olmos meminta maaf karena pernyataannya.
Tak bisa berkata-kata
Kebahagiaan mencapai klimaks saat Argentina menang atas Perancis. “Serasa tak percaya, saya tak bisa berkata-kata. Kemenangan ini sangat berarti bagi kami,” kata Henrique Ferenz didampingi putranya, Ignacio, saat duduk di sebuah bar. “Teringat kembali peristiwa 1986. Sungguh sebuah kelegaan besar di tengah situasi yang kami hadapi,” lanjut Ferenz.
Baca juga: Warisan Kekal Lionel Messi untuk Argentina
Rasa frustrasi dan kegagalan ekonomi sirna akibat Piala Dunia. “Kami juara! Seluruh dunia melihat kami hari ini!” kata Angelica Lopez di Buenos Aires, seperti dikutip Politico, 19 Desember.
“Argentina Tangguh”, demikian pekik massa di Buenos Aires saat kiper Emiliano Martinez menepis satu tendangan penalti Perancis dan juga ketika Zonzalo Montiel memastikan kemenangan dengan tendangan penalti terakhir Argentina ke gawang Perancis.
“Serasa di surga, kami adalah juaranya, terhebat di dunia,” demikian seruan Juan Pablo Iglesias. Suara haru lainnya terdengar dengan kalimat, “Saya serasa tak percaya dan ini takdir bagi orang yang menderita. Inilah kondisi menjadi orang Argentina.”
Akan tetapi, warga tidak lupa sama sekali akan derita ekonomi. Lucrecia Presdiger (38), seorang pekerja di sebuah rumah sakit, mengatakan bahwa warga tetap paham akan derita. Sepak bola dan situasi ekonomi berjalan paralel, tidak ada titik temu. Banyak warga perlu rasa eforia, tetapi tidak buta akan situasi. Mereka paham bahwa ini hanya sepak bola dan tidak akan mengubah situasi ekonomi.
Baca juga: Warga Argentina Siap Berpesta Juara dengan Trofi Piala Dunia
Dan benar, meski sangat bahagia, warga berharap prestasi sepak bola akan membawa keberuntungan. “Mungkin dengan sedikit keberuntungan, kemenangan hari ini kiranya menjadi pemicu perbaikan dalam sistem politik dan ekonomi yang sangat dibutuhkan,” kata Guillermo Alberto, seorang fanatik sepak bola.
Sistem harus berubah
Untuk mengubah peruntungan ekonomi, Argentina harus mengubah sistem politik. Sejak dekade 1940-an trias politika melemah. Kekuatan politik semakin terpusat pada lembaga eksekutif, disebut “hyperpresidentialist”. Seorang presiden bisa menciptakan hukum dengan mengabaikan parlemen.
Terpilihnya Jenderal Juan Domingo Peron mengubah sistem sebelumnya yang sempat memakmurkan Argentina. Perdagangan bebas dianulir, perusahaan swasta dinasionalisasi. Anggaran pemerintah dinaikkan dengan mencetak uang dan meminjam. Akibatnya, terjadi inflasi tinggi, yang merupakan perampasan otomatis penghasilan rakyat.
Argentina menjadi sarang kuat oligarki. Penentu arah negara hanya terletak di tangan para petinggi, jenderal, dan pebisnis. Pertarungan dan persaingan berlangsung di antara oligarki yang memunculkan kudeta demi kudeta mulai pada 1930, 1943, 1955, 1962, 1966,1976. Arsip The George Washington University, pada 23 Maret 2021 menyebutkan kudeta dan pelakunya didukung AS. Setiap pemimpin baru militer Argentina wajib menjadi interlocutor bagi AS.
Nasib ekonomi Argentina tragis. Pernah menjadi termakmur dan setara bahkan lebih maju dari Perancis dan Jepang, kini menjadi negara langganan Dana Moneter Internasional (IMF) untuk meraih dana talangan.
Baca juga: Sepak Bola, ”Mantra” Peredam Derita Rakyat Argentina
Sistem perekonomian tercekik karena pemerintahan bersikap anti-pasar. Indeks Kebebasan Ekonomi yang diluncurkan Fraser Institute of Canada, pada 2020 memperlihatkan Argentina berada pada posisi ke 161 di antara 165 negara (Newsweek, 19 Desember 2022).
Jika Argentina ingin mengubah keadaan, trias politika harus dipulihkan. Apakah kaum oligarki rela mengubah status quo, itulah yang menjadi persoalan.
Memulihkan figur Alberdi
Kebijakan Presiden sekarang Alberto Fernández mirip pengulangan kesalahan masa lalu. Fernandez mencoba menstabilkan mata uang peso dengan membatasi pertukaran mata uang asing. Hasilnya adalah munculnya kurs di pasar uang gelap. Fernandez juga melanjutkan kebijakan blunder masa lalu dengan menghambat atau memajaki ekspor dan memunculkan proteksionisme.
Tentu praktik korupsi dari waktu ke waktu tidak pernah sirna. Akibatnya adalah dari 17 juta warga Argentina, sebanyak 40 persen berada dalam kemiskinan. Menghindari kehidupan berat, Argentina mengalami brain drain, akibat eksodus warga berkelas dan cerdas yang dibutuhkan negara.
Baca juga: Kemenangan Argentina Sepadan dengan Obat Kesulitan Ekonomi Rakyatnya
Harus muncul orang baru seperti Juan Bautista Alberdi (1810-1884), bapak intelektual Argentina, peletak dasar pergerakan bebas modal, tenaga kerja dan lahan, agen utama produksi. Ia juga peletak kuat dasar trias politika. Akan tetapi, sejak Domingo Peron sistem itu tidak pernah dipulihkan.
Kini ada harapan. Seorang profesor ekonomi Javier Milei menggerakkan nuansa mekanisme pasar. Ia tidak segan menyebutkan bahwa pemerintahan adalah bagian dari masalah. Retorika keadilan sosial yang disuarakan pemerintah, menurut Milei, hanya kamuflase pejabat untuk mencuri uang rakyat.
Apakah impian Milei akan terwujud? Sejarah menunjukkan, kemenangan Argentina pada Piala Dunia 1978 dan 1986 malah dipakai sebagai alat membius rakyat yang didera penculikan demi penculikan. Andai eforia Piala Dunia 2022 bisa memunculkan konsensus nasional soal perombakan oligarki, hanya itu obat manjur bagi perekonomian Argentina. (REUTERS/AP/AFP)