Gejolak Moneter Menurunkan Aksi Merger dan Akuisisi di Asia Pasifik
”Kami berharap akan ada kepastian seputar suku bunga, inflasi, geopolitik, dan harga komoditas mulai kuartal kedua 2023 dan seterusnya,” kata Raghav Maliah, Wakil Ketua Divisi Bank Investasi Goldman Sachs, Hong Kong.
Oleh
SIMON P SARAGIH S
·3 menit baca
Nilai transaksi merger dan akuisisi lintas batas di Asia Pasifik menurun sepanjang 2022. Hal itu merupakan efek dari gejolak moneter global, khususnya kenaikan suku bunga di Amerika Serikat. Pandemi Covid-19 di China dan gangguan pasokan global menambah kelesuan akusisi dan merger.
Penurunan yang terjadi pada 2022 tersebut merupakan yang terendah sejak 2014. Prospek pada 2023 akan tergantung pada perbaikan kondisi ekonomi makro secara global.
Nilai transaksi merger dan akuisisi pada 2022 mencapai 1 triliun dollar AS. Terjadi penurunan dari transaksi serupa pada 2021 yang mencapai 1,7 triliun dollar AS. Kenaikan nilai transaksi pada 2021 dari 2020 terjadi karena peredaan pandemi Covid, berdasarkan laporan McKinsey pada 17 Februari 2022.
Pada 2022 nilai transaksi menurun karena terganggu faktor pembiayaan. Efek kenaikan suku bunga global juga mengimbas ke bursa saham, ditambah pandemi yang meningkat di China serta gangguan pada pasokan barang dan jasa global.
Transaksi merger dan akuisisi lintas batas merupakan bagian dari aliran investasi asing langsung (FDI). Transaksi ini bertujuan memanfaatkan pasar Asia. Para investor asing ingin masuk lewat talenta lokal dengan memanfaatkan jaringan perusahaan yang telah ada lewat merger dan akuisisi.
Meski transaksi menurun pada 2022, transaksi pada 2023 diperkirakan pulih perlahan. Perusahaan-perusahaan global dan pemasok pendanaan untuk merger dan akuisisi sedang mengamati situasi makro. Perusahaan-perusahaan global asal China, yang selama ini sangat gencar melakukan merger dan akuisisi, diharapkan kembali melakukan merger dan akuisisi seperti sebelumnya.
Menunggu kepastian
Perusahaan multinasional lain juga sedang menunggu keadaan hingga membaik. ”Kami berharap akan ada kepastian seputar suku bunga, inflasi, geopolitik, dan harga-harga komoditas mulai kuartal kedua 2023 dan seterusnya,” kata Raghav Maliah, Wakil Ketua Divisi Bank Investasi Goldman Sachs yang berbasis di Hong Kong.
Semua isu tersebut telah memengaruhi kelancaran transaksi merger dan akuisisi. Kestabilan atas semua faktor itu, kata Maliah, ”Akan memberi ketenangan dan memicu pulihkan merger dan akuisisi lintas batas.”
Semua faktor tersebut memberi gangguan sepanjang 2022. ”Kemampuan perbankan untuk memberikan pinjaman besar guna mendorong transaksi masih terganjal. Agar transaksi pada 2023 lancar, sejumlah faktor harus ada, seperti suku bunga yang stabil, demikian juga bursa saham,” kata Samson Lo, Kepala Asia-Pacific M&A di UBS.
Gejolak harga saham turut menyulitkan penentuan nilai perusahaan yang hendak diakuisisi atau menyulitkan merger. Valuasi juga diperkirakan masih akan sulit dilakukan selama semester pertama 2023. Oleh karena itu, perbaikan kondisi bursa saham pada 2023 akan turut melancarkan merger dan akuisisi.
Pemulihan mobilitas
Kini ada pemulihan mobilitas di China yang diperkirakan turut melancarkan akuisisi dan merger. Thomas Chou, Kepala Divisi Saham Privat Asia dari perusahaan hukum Morrison Foerster, mengatakan bahwa pemulihan mobilitas di China akan didukung ekspansi usaha barang-barang konsumen, manufaktur, sektor industri, dan material lainnya.
Amit Khattar, Kepala Divisi Bank Investasi Asia-Pacific di Deutsche Bank, juga mengatakan bahwa ada potensi transaksi terkait usaha logistik, produk terbarukan, dan sektor manufaktur. Sepanjang 2022 gejolak suku bunga telah menghambat transaksi.
Pemerintah China, lewat The China Council for the Promotion of International Trade, telah menyatakan dorongan bagi perusahaan-perusahaannya untuk memanfaatkan pasar di seberang (Xinhua, 16 Desember 2022). Lembaga China tersebut mengatakan, bisnis yang dijajaki, antara lain, usaha tekstil, komponen otomotif, peralatan olahraga, barang-barang konsumen, dan elektronik. Negara-negara yang menjadi sasaran di antaranya negara berkembang dengan pasar yang bertumbuh. (REUTERS)