Covid-19 Kembali Melonjak, China Genjot Vaksinasi Lansia
Setelah melonggarkan berbagai protokol kesehatan yang ketat, kini pemerintah China berpacu dengan waktu memvaksinasi kelompok penduduk lansia. Masih banyak dari kelompok ini yang belum vaksin komplit.
Tiga pekan setelah aksi protes besar-besaran menentang kebijakan Covid-19 di sejumlah kota besar China, Pemerintah China meresponnya dengan melonggarkan protokol kesehatan. Pelonggaran berlangsung secara drastis dan cepat.
Bagi sebagian masyarakat, langkah ini menggembirakan. Sebab, berbagai pembatasan ketat terhadap kegiatan sosial-ekonomi yang telah berlangsung tiga tahun akhirnya dilonggarkan. Artinya, masyarakat bisa hidup bebas merdeka lagi. Setidaknya mobilitas sosial-ekonomi sudah bisa mendekati normal dibanding sebelumnya.
Namun ada juga yang justru was-was karena khawatir kasus Covid-19 melonjak. Sebab, pelonggaran prokes dilakukan ketika penyebaran kasus Covid-19 sedang naik. Beberapa hari terakhir, kasus kematian terkait Covid-19 bahkan bermunculan.
Baca juga: Wajib Absen Mulut Tiga Hari Sekali
Dalam situasi ini, warga lanjut usia (lansia) menjadi kelompok paling berisiko. Apalagi banyak di antara mereka yang belum menjalani vaksinasi penuh maupun penguat. Adalah kelompok lansia pula yang menjadi salah satu alasan pemerintah tetap mempertahankan kebijakan Covid-19 yang sangat ketatselama tiga tahun pandemi berlangsung.
Oleh sebab itu, Pemerintah China kini tengah mengejar penyelesaian vaksinasi bagi kelompok lansia. Dari sekitar 260 juta penduduk berusia di atas 60 tahun, data per November menunjukkan, 86,4 persen sudah divaksinasi dengan setidaknya dua dosis dan 69 persen dengan tiga dosis.
Namun banyak di antaranya yang sudah divaksin beberapa bulan silam sehingga efek daya tahannya sudah hampir hilang. Adapun jumlah penduduk di atas 80 tahun yang sudah divaksin tiga kali baru 40 persen.
Komisi Kesehatan Nasional China, 29 November, kemudian mendorong percepatan vaksinasi lansia, terutama mereka yang berusia di atas 80 tahun. Jarak antara suntikan kedua dan ketiga harus dipersingkat dari enam bulan menjadi tiga bulan. “Seluruh masyarakat” harus dimobilisasi untuk memastikan lansia mendapatkan vaksin.
Lambannya proses vaksinasi lansia, kata Ketua Panel Pakar Covid-19 China, Liang Wannian, salah satunya karena adanya keraguan terhadap efektivitas vaksin. Banyak lansia yang memiliki penyakit berat dan merasa tidak aman untuk divaksin.
Baca juga: Longgarkan Protokol, China Nonaktifkan Aplikasi Pelacak Perjalanan
"Kalau saya sehat dan aman untuk divaksin, saya sih mau tetapi saya punya penyakit jantung dan tekanan darah tinggi. Saya takut nanti malah berakibat buruk," kata warga Shanghai, Cai Shiyu (70).
Sebagai alternatif, banyak lansia lebih memilih mengobati atau mencegah penyakit dengan mengonsumsi obat tradisional dengan bahan alami. Menurut Xia Gang dari Badan Nasional Pencegahan dan Pengendalian Penyakit China, banyak lansia yakin berisiko rendah tertular Covid-19 karena sehari-hari hanya tinggal di rumah.
Sementara kenyataannya, tak sedikit lansia yang berkegiatan di luar rumah. Di banyak tempat publik seperti taman-taman di pusat Kota Beijing misalnya, terutama di pagi dan sore hari, kerap terlihat lansia berolahraga taichi, badminton, pingpong, jalan kaki, menari, bermain musik, atau sekadar duduk-duduk mengobrol dengan temannya.
Tidak seperti di negara lain yang menargetkan lansia terlebih dahulu untuk menerima vaksin, China memprioritaskan populasi usia kerja ketika memulai program vaksinasi pada 2020. Ini terkait alasan efektivitas vaksin yang pada waktu itu memang belum aman disuntikkan pada lansia yang berpenyakit berat.
"Sebenarnya ini ada juga kaitannya dengan budaya China. Orang tua itu tidak boleh dipaksa karena mereka memiliki hak menentukan kesehatannya sendiri. Kalau saya paksa, bisa dianggap durhaka," kata salah satu kawan di Beijing yang tak berani membujuk orangtuanya lagi untuk vaksin.
Budaya Asia Timur sangat kuat didasari ajaran Konfusionisme. Salah satu inti ajarannya adalah xiao atau berbakti kepada yang tua. Di dalam bahasa Inggris, istilah ini diterjemahkan ke menjadi filial piety.
Baca juga: Melindungi Tak Perlu Jadi Posesif
Psikolog Hwang Kwang-Kuo dalam artikelnya pada 2005 menjelaskan semasa Konfusius hidup, China masih terpecah menjadi kerajaan-kerajaan kecil yang saling berperang. Oleh sebab itu, keharmonisan harus diciptakan dan dijaga.
Konfusius mengambil konteks dari budaya penghormatan terhadap leluhur yang di masyarakat diturunkan menjadi penghormatan kepada yang tua. Dalam hal ini, anak membalas jasa orang tua yang mengasuhnya dengan bakti.
Pada 2019, Owen Bedford dan Yeh Kuang-hui menerbitkan analisis psikologis mereka di jurnal Frontiers in Psychology. Mereka menjelaskan, di dalam masyarakat China modern, bakti anak ini tetap menjadi acuan tolak ukur moral seseorang.
Komisi Kesehatan Nasional China akan melakukan vaksinasi langsung ke panti jompo dan fasilitas pensiun meski mereka hanya menyumbang sekitar 3 persen dari populasi lansia China. Pemerintah juga akan memberi layanan vaksinasi dari pintu ke pintu bagi mereka yang cacat atau tak bisa keluar rumah.
China berpacu dengan waktu karena pelonggaran prokes dikhawatirkan akan mengakibatkan ledakan kasus Covid-19 dan lebih dari satu juta kasus kematian hingga tahun 2023. Ini proyeksi baru dari Institute of Health Metrics and Evaluation (IHME) di Amerika Serikat.
Baca juga: Tepatkah Dunia Hidup Berdampingan dengan Covid-19?
Menurut proyeksinya, kasus Covid-19 akan mencapai puncaknya sekitar 1 April mendatang ketika jumlah kematian akan mencapai 322.000 orang. "Sekitar sepertiga populasi China akan terinfeksi pada saat itu, kata Direktur IHME, Christopher Murray.
Untuk mengantisipasi kemungkinan terburuk, selain menggenjot vaksinasi lansia pemerintah juga meningkatkan stok ventilator dan obat-obatan yang dibutuhkan. Kemungkinan kasus Covid-19 meledak sangat mungkin terjadi mengingat musim libur Tahun Baru China sudah dekat. Pada saat itu, warga China akan berbondong-bondong mudik pulang kampung untuk kumpul keluarga dan tentu saja bertemu orang tua.