Powell mengatakan, pengalaman sejarah mengingatkan kita agar tidak buru-buru menghentikan kenaikan suku bunga.
Oleh
SIMON P SARAGIH S
·4 menit baca
WASHINGTON, RABU — Bank Sentral AS kembali menaikkan suku bunga inti sebesar 0,5 menjadi 4,25-4,5 persen dengan tujuan meredam inflasi. Besaran kenaikan suku bunga terbaru ini lebih rendah dari 0,75 persen dalam kenaikan berturut-turut empat kali sebelumnya. Penurunan besaran kenaikan suku bunga terbaru merefleksikan inflasi yang menurun.
Pada November, inflasi di AS sudah menurun menjadi 7,1 persen. Hal ini membuat bank sentral AS (Fed) juga menurunkan besaran kenaikan suku bunga menjadi 0,5 persen. Akan tetapi, Gubernur Fed Jerome Powell mengatakan, inflasi masih jauh dari level 2 persen. Dengan demikian, kenaikan suku bunga masih akan dilanjutkan pada 2023.
Kenaikan suku bunga terbaru menyebabkan suku bunga inti di AS berada pada kisaran 4,25 hingga 4,5 persen. Ini merupakan suku bunga tertinggi sejak 2007.
Pasar sudah mulai menginginkan penurunan suku bunga karena adanya ancaman resesi. Ekonom Jeremy Siegel, misalnya, sudah berkali-kali menyatakan, saatnya Fed menghentikan kenaikan suku bunga karena ancamannya pada perekonomian.
Akan tetapi, Fed memiliki pandangan lain. ”Pengalaman sejarah mengingatkan kita agar tidak buru-buru menghentikan kenaikan suku bunga. Saya bahkan tidak melihat penurunan suku bunga sebelum inflasi kembali ke level 2 persen,” kata Powell.
Ucapan Powell merujuk sejarah pada dekade 1970-an saat Fed menurunkan suku bunga di tengah tekanan inflasi yang tinggi. Hal itu menyebab inflasi spiral disertai kemandekan ekonomi sehingga memunculkan istilah stagflasi, kombinasi stagnasi dan inflasi. Akibatnya, Fed kemudian menaikkan suku bunga yang juga memukul perekonomian AS dengan efek global pada dekade 1980-an.
Tindakan Fed pada akhir dekade 1970-an itu menyebabkan banyak negara mengalami kebangkrutan karena kenaikan beban suku bunga utang luar negeri.
Kenaikan suku bunga kali ini juga telah memperlihatkan efek negatif terhadap penurunan ekonomi, yang juga telah berdampak secara global. Seberapa jauh resesi akan terjadi, Powell hanya bisa mengatakan, hal yang pasti akan terjadi penurunan pertumbuhan ekonomi. Seberapa jauh resesi akan terjadi, hal itu tidak bisa dipastikan meski tidak tertutup kemungkinan akan resesi yang bersifat ringan.
Akan tetapi, Powell mengatakan, fokus Fed tetap pada upaya untuk menaikkan suku bunga lanjutan. Hal yang terjadi sekarang hanyalah penurunan besaran kenaikan suku bunga karena inflasi yang menurun. Semakin rendah inflasi, semakin rendah besaran kenaikan suku bunga yang akan dilakukan pada tahap berikutnya. ”Hanya saja tidak ada yang bisa tahu apakah perekonomian kita akan mengarah pada resesi ringan atau berat,” ujar Powell melanjutkan.
Sikap Powell menunjukkan keseriusan untuk tidak lagi meremehkan tekanan inflasi. Pada 2021, Powell dan Menteri Keuangan AS Janet Yellen mengatakan, inflasi yang mulai naik saat itu hanya merupakan kejadian sementara. Powell dan Yellen terbukti salah karena inflasi terus meningkat hingga mencapai level tertinggi menjadi sebesar 9,3 persen pada Juni 2022.
Situasi itu membuat Powell dan Fed berubah sikap. Powell tidak memberikan indikasi tentang peredaan kenaikan suku bunga semenjak kesalahan tersebut. Pasar kini juga menangkap bahwa belum ada peredaan kenaikan suku bunga.
”Meski kita sudah mendekati garis akhir kenaikan suku bunga, kita masih belum mencapai tujuan. Fed mengingatkan kita bahwa kenaikan suku bunga belum berakhir. Inflasi memang menurun, tetapi masih jauh dari level 2 persen,” kata Mike Loewengart, ahli investasi dari Morgan Stanley Global Investment Office.
Powell mengatakan, keputusan soal lanjutan kenaikan suku bunga akan dilakukan pada Februari 2023. Besarannya juga tergantung pada perkembangan data pasar dan perekonomian.
Ekonom dari LPL Financial, Jeffrey Roach, mengatakan, sikap Fed masih akan terus bernada tegas. Chris Zaccarelli, seorang ekonom independen, mengatakan, kemungkinan potensi resesi yang bersifat ringan menurun karena Fed masih akan terus menaikkan suku bunga.
Tujuan Fed seperti berkali-kali disebutkan oleh Presiden Federal Reserve Minneapolis Neel Kashkari adalah juga untuk membuat pasar tidak buru-buru euforia soal peredaan kenaikan suku bunga. Bisnis dan konsumen juga diingatkan agar lebih waspada soal potensi resesi.
Masalahnya, jika pasar buru-buru optimistis, kerugian ekonomi berpotensi lebih besar di depan. Kashkari menekankan hal tersebut karena pasar pada awal 2022 tidak memperlihatkan aksi-aksi yang khawatir terhadap potensi kelesuan.
Fed bukan tidak khawatir terhadap resesi besar yang akan memukul banyak pihak. Hanya saja, Fed sekarang lebih fokus pada upaya penurunan suku bunga. Sebab, jika suku bunga buru-buru diturunkan, potensi inflasi spiral akan terjadi dan jauh lebih membahayakan perekonomian di depan. (REUTERS/AP/AFP)