ASEAN Menanti Langkah Nyata Korsel di Indo-Pasifik
Korea Selatan ingin meningkatkan hubungan dengan ASEAN menjadi mitra strategis komprehensif. Presiden Yoon memiliki pendekatan yang lebih dinamis dan menginginkan Korsel menjadi pemain aktif dalam geopolitik global.
Oleh
LARASWATI ARIADNE ANWAR
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Korea Selatan baru-baru ini mengeluarkan rencana strategis Indo-Pasifik yang berpusat pada Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia Tenggara atau ASEAN. Korsel juga menyatakan, per tahun 2024, hubungan antara Korsel dan ASEAN akan naik derajat menjadi kemitraan strategis komprehensif. Oleh karena itu, ASEAN menantikan langkah dan tindakan nyata Korsel menghadapi berbagai isu strategis di kawasan.
Rencana Korsel terhadap Indo-Pasifik itu dituangkan dalam Inisiatif Solidaritas Korsel-ASEAN (KASI) yang mencakup sembilan aspek. Beberapa di antaranya adalah penanganan krisis iklim, peralihan ke energi terbarukan, ekonomi, dan koordinasi dalam menerapkan peraturan serta hukum internasional di kawasan.
”Memang ada kritik bahwa KASI ini berat di aspek ekonomi, padahal Korsel dan ASEAN sudah memiliki kerja sama ekonomi yang kuat sehingga beberapa aspek KASI dianggap mubazir,” kata Direktur Jenderal Urusan ASEAN dan Asia Tenggara Kementerian Luar Negeri Korsel Eui-hae Cecilia Chung dalam seminar daring The Habibie Center (THC), Selasa (13/12/2022). Seminar ini membahas kebijakan Korsel terhadap ASEAN beserta kesempatan ataupun tantangannya.
Menurut Chung, Korsel memutuskan pendekatan yang lebih komprehensif mengingat situasi keamanan di kawasan. Salah satu kekhawatiran besar Korsel ialah risiko perang nuklir. Hal ini karena tetangganya, Korea Utara, pada 2022 sudah tujuh kali melakukan uji coba rudal balistik yang bisa dimuati hulu ledak nuklir.
”Kami menyadari pentingnya meragamkan sekaligus memperkuat hubungan dengan ASEAN, termasuk di sektor keamanan dan pertahanan. KASI berencana memulai dengan kerja sama keamanan kelautan,” tutur Chung.
Langkah besar
Kepala Kajian ASEAN dan India di Akademi Diplomatik Nasional Korsel (KNDA) Choe Wongi menjelaskan, strategi Indo-Pasifik ini adalah langkah besar bagi Korsel di bawah kepemimpinan Presiden Yoon Suk Yeol yang dilantik pada Mei 2022. Sebelumnya, Korsel cenderung menghindari terlalu terlibat dalam isu strategis kawasan karena tidak mau menyinggung China. Walhasil, Korsel fokus ke kerja sama ekonomi.
”Yoon memiliki pendekatan yang lebih dinamis dan menginginkan Korsel menjadi pemain aktif dalam geopolitik global. Ini termasuk mengambil tanggung jawab internasional lebih besar, contohnya berkomitmen menegakkan berbagai hukum internasional,” ujarnya.
Terkait hubungan Korsel-China, ada kemungkinan memburuk atau justru membaik. Menurut Choe, semua bergantung pada cara Korsel menerapkan KASI dan menjaga atau mungkin menambah komunikasi dengan China guna menghindari gesekan serius.
Di sini muncul pertanyaan sejauh apa Korsel berani mengambil langkah dalam strategi Indo-Pasifik yang juga mencakup China. ”Apa yang akan Korsel tanggapi mengenai isu kemanusiaan di Xinjiang dan Hong Kong ataupun isu sengketa di Laut China Selatan? Sikap ini yang menentukan arah KASI,” kata Choe.
Pertanyaan serupa diajukan oleh Ketua Dewan Direksi THC Dewi Fortuna Anwar. Korsel dikenal dekat dengan Amerika Serikat dan Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO). Ini membuat Korsel harus menjelaskan kepada ASEAN jika mereka akan memakai pendekatan demokrasi melawan otokrasi atau narasi liyan ”kami melawan mereka”, seperti yang kerap dipakai negara-negara Barat. Misalnya, dalam menghadapi isu Myanmar yang saat ini menjadi isu utama ASEAN.
”Korsel sama seperti ASEAN yang merupakan kekuatan menengah dalam geopolitik. Ada baiknya bersikap netral, tetapi tidak pasif. Artinya, aktif mengupayakan penyelesaian sengketa dengan jalan damai dan mewujudkan kesejahteraan bersama yang inklusif,” katanya.
Terkait langkah Korsel, Khun Kavi Chongkittavorn dari Institut Kajian Keamanan dan Hubungan Internasional Thailand (ISIS) mengusulkan beberapa kesempatan membuat program nyata. Mengingat Asia Tenggara adalah pusat dari Indo-Pasifik, bisa diupayakan kerja sama keamanan nonmiliter sehingga tidak perlu terbawa isu politis.
Selain itu, juga perlu lebih banyak hubungan antara warga Korsel dan ASEAN. Sejauh ini, Khun melihat hubungan kedua pihak kering dan dingin. ASEAN dianggap sebatas pasar budaya populer Korsel, tetapi di luar aspek itu, penduduk di kedua wilayah tidak mengenal satu sama lain. Diplomasi halus bisa masuk ke dalam upaya ini.
Sementara itu, Penasihat Bidang Asia Tenggara untuk Institut Kajian Ekonomi ASEAN dan Asia Timur (ERIA) Lili Yan Ing menekankan pentingnya Korsel lebih banyak menanam modal di ASEAN. Pada saat yang sama, ASEAN juga harus menyiapkan program-program kerja yang memberikan keuntungan bersama.
Berdasarkan data ERIA, Korsel merupakan mitra dagang terbesar kelima di ASEAN. Akan tetapi, besar neraca perdagangannya hanya 6 persen dari neraca global ASEAN. Demikian pula dengan investasi di ASEAN yang hanya 4 persen dari total penanaman modal luar negeri di kawasan.
”ASEAN memiliki iklim investasi baik karena perkiraan pertumbuhan ekonominya 3,8 hingga 4,3 persen. Defisit fiskalnya hanya 1,5 persen sehingga kawasan ini memiliki kemampuan bangkit dari pandemi Covid-19 terkuat,” tutur Lili.