Ancaman Rudal Tayfun Turki untuk Menghancurkan Athena
Hubungan Turki-Yunani telah lama tegang atas serangkaian masalah, terutama terkait dengan klaim teritorial di Laut Aegea dan hak eksplorasi migas di Laut Tengah bagian timur.
Oleh
PASCAL S BIN SAJU
·5 menit baca
KOMPAS/ELOK DYAH MESSWATI
White Tower di tepi Laut Aegean di Thessaloniki, Yunani, Rabu (18/9/2019).
Di tengah kecamuk perang Ukraina-Rusia, tiba-tiba saja muncul ketegangan antara dua negara anggota Pakta Pertahanan Atlantik Utara atau NATO, yakni Turki dan Yunani. Ankara mengancam akan menembakkan rudal balistiknya ke Athena, ibu kota Yunani. Turki menuding Yunani telah membeli senjata dari Amerika Serikat untuk memiliterisasi Laut Aegea.
Menteri Luar Negeri (Menlu) Yunani Nikos Dendias mengecam Ankara karena ”berperilaku seperti Korea Utara” terhadap sesama anggota aliansi militer NATO. ”Tidak dapat diterima dan secara universal dikecam keras atas ancaman serangan rudal ke Yunani oleh negara sekutu, anggota NATO,” kata Dendias, Senin (12/12/2022).
Kecaman itu muncul setelah Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengancam akan menyerang Athena dengan rudal balistik jarak pendek (SRBM) Tayfun saat berbicara dengan para pemuda di Samsun, Turki utara, Sabtu lalu. Erdogan mengungkapkan, Turki telah membuat SRBM sendiri, Tayfun, untuk ”menakut-nakuti orang Yunani”.
”Sekarang kami sudah mulai membangun rudal kami. Tentu saja, produksi ini akan membuat orang Yunani ketakutan. Ketika Anda mengatakan ’Tayfun’ (topan), orang Yunani takut. Mereka (Yunani) mengatakan (rudal) itu akan menghantam Athena. Tentu saja, hal itu akan terjadi,” kata Erdogan seperti dikutip Anadolu, Minggu (11/12/2022).
Menurut Erdogan, serangan tersebut bakal terjadi jika Yunani terus membeli senjata dari AS atau negara lain untuk ditempatkan di pulau-pulau di Laut Aegea. ”Negara seperti Turki tidak akan menjadi penonton. Turki harus melakukan sesuatu,” kata Erdogan lagi.
Menurut Anadolu, Turki selama lebih dari 70 tahun telah mengeluhkan tindakan provokatif dan retorika berulang kali oleh Yunani di wilayah tersebut. Dalam beberapa bulan terakhir, Yunani telah menempatkan persenjataan di pulau-pulau di dekat pantai Turki. Langkah-langkah itu menggagalkan itikad baiknya menuju perdamaian.
KOMPAS
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan, pada Kamis (9/6/2022), meminta Yunani menghentikan kegiatan militer di pulau-pulau di Aegean. Hal ini disampaikan Erdogan saat hari terakhir latihan militer terbesar di dekat Izmir, pesisir Aegean, Turki.
Laut Aegea berada di sisi utara Laut Tengah, terletak antara Semenanjung Balkan (Eropa) dan Semenanjung Anatolia (Asia). Di utara, Aegea terhubung dengan Laut Marmara dan Laut Hitam melalui Selat Dardanella dan Bosporus. Aegea telah menjadi wilayah maritim paling sensitif, pusat pertikaian teritorial antara Turki dan Yunani.
Di ambang perang
Hubungan Turki-Yunani memang telah lama tegang atas serangkaian masalah, terutama terkait dengan klaim teritorial di Laut Aegea dan hak eksplorasi minyak dan gas di Laut Tengah bagian timur. Dalam setengah abad terakhir, keduanya telah tiga kali berada di ambang perang. Beberapa insiden terjadi pada 2020 dan 2022.
Ketegangan keduanya pernah muncul setelah Turki mengirimkan kapal survei seismik, Oruc Reis, ke wilayah perairan sengketa, Agustus 2020. Kapal survei bahkan dikawal kapal perang saat memetakan wilayah laut untuk peluang pengeboran migas di sekitar Pulau Kastellorizo, Yunani.
Pada Mei-Juni 2022, Turki-Yunani saling menuding bahwa jet tempur mereka melanggar wilayah udara satu sama lain. Kedaulatan Yunani di pulau-pulau berpenghuni di Aegea dipersoalkan Ankara. Erdogan mengancam, pasukannya bisa mencapai pulau-pulau berpenghuni di Yunani itu hanya dalam tempo ”satu malam”.
Namun, ancaman serangan rudal sangat tidak biasa. Rudal Tayfun, seperti dilaporkan Forbes, adalah sistem SRBM Turki yang telah diuji coba di Laut Hitam pada 18 Oktober 2022. Dilaporkan, Tayfun dikembangkan oleh industri pertahanan Roketsan, perusahaan pembuat roket dan rudal yang berkantor di Ankara.
Sistem rudal Tayfun itu ditembakkan dari peluncur bergerak di Pelabuhan Rize di Laut Hitam dan terbang sejauh 561 kilometer (km), lalu jatuh ke perairan lepas pantai dekat pelabuhan kecil Sinop, di sisi lain Laut Hitam. Menurut Forbes, jarak itu dua kali dari jangkauan rudal balistik yang diketahui di gudang senjata Turki.
AP PHOTO/BURHAN OZBILICI
Kapal survei Turki, Oruc Reis, saat berlabuh di lepas pantai Antalya di Laut Mediterania, Turki, Minggu, 13 September 2020.
Tidak jelas apakah uji coba pada 18 Oktober lalu itu dimaksudkan untuk mengirim pesan. Tidak seperti negara tetangga Iran, yang memiliki program rudal balistik terbesar di kawasan itu dan tampaknya mengambil setiap kesempatan untuk memamerkan dan mengarak rudalnya di depan publik, Turki cukup berhati-hati dalam memiliki senjata semacam itu.
Namun, yang pasti, uji coba Tayfun dilaksanakan bertepatan dengan ketegangan dengan Yunani. Muncul kekhawatiran bisa pecah perang antara dua anggota NATO itu. Warganet di Turki telah membagikan peta yang menunjukkan bagaimana seluruh wilayah Yunani berada dalam jangkauan rudal Turki ini. Para pejabat Turki juga kesal dengan ekspansi ekstensif dan modernisasi militer Yunani.
Program rudal Turki
Para ahli mengatakan, uji coba rudal Tayfun Turki tersebut adalah bukti bahwa negara itu terus membuat kemajuan dengan program rudal dalam negerinya dan akan mengurangi ketergantungan pada pemasok eksternal, seperti AS. Walau demikian, hal itu tidak berarti rudal Tayfun akan segera beroperasi. Namun, NATO diharapkan dapat mendinginkan ketegangan di Laut Aegea.
Pada 2017, Turki meluncurkan rudal balistik Bora-1, yang berdaya jangkau lebih pendek dari Tayfun, yakni hanya sejauh 280 km. Turki menggunakan Bora-1 untuk pertama kalinya saat menyerang kelompok Kurdi Irak pada 2019 selama Operasi Claw-Lock. Menurut Rocketsan, Bora-1 memiliki hulu ledak seberat 470 kg.
Forbes menyebutkan, rudal Bora-1 mematuhi Rezim Kontrol Teknologi Rudal (MTCR). Turki adalah salah satu anggota MTCR. MTCR, yang kini beranggotakan 35 negara, dibentuk negara-negara G7 pada 1987. Kelompok ini secara sukarela membatasi proliferasi rudal balistik dan sistem pengiriman tak berawak lainnya yang dapat digunakan untuk serangan kimia, biologi, ataupun nuklir.
MTCR mendesak anggotanya untuk mengekang ekspor rudal dan teknologi terkait yang mampu membawa muatan 500 kg setidaknya sejauh 300 km. Rudal Tayfun adalah yang pertama yang diuji melebihi batas jarak MTCR. Berat muatan rudal ini tidak diketahui. Juga tidak jelas, apakah Turki berencana untuk mengekspornya.
Ankara mengancam Athena dengan rudal Tayfun karena menilai Yunani telah melanggar perjanjian internasional dengan menggelar latihan militer di Laut Aegea, awal bulan ini. Menurut Ankara, pengerahan tentara atau senjata ke pulau-pulau di Aegea, dekat pantainya, melanggar status non-militer pulau itu sesuai hukum internasional.
Athena merasa perlu mempertahankan pulau-pulau berpenduduk Yunani dari potensi serangan Turki. Ankara dituding telah mempertahankan kekuatan militer yang besar di pantai barat Turki, di seberang Pulau Kastellorizo. Di sekitar wilayah itu, kapal perang Turki yang mengawal kapal survei Oruc Reis bertabrakan dengan kapal perang Yunani pada 2020.
Kawasan Laut Tengah bagian timur juga bergejolak. Selain dipicu klaim kedaulatan dan perbatasan wilayah, ada cadangan gas melimpah di perairan itu. Turki melihatnya sebagai jalan membangun Neo-Ottoman. Hal itu dikhawatirkan pula oleh Yunani sehingga berusaha menjaga wiayahnya dengan memperkuat pasukan.
Menlu Turki Mevlut Cavusoglu mengatakan, Yunani harus mengakhiri pelanggaran di kawasan tersebut. ”Mundur dan mematuhi perjanjian, atau kami akan melakukan apa pun yang diperlukan. Jika Anda tidak menginginkan perdamaian, kami akan melakukan apa yang diperlukan,” katanya sambil mengatakan, serangan bisa terjadi secara tiba-tiba.
Ketegangan antara dua anggota NATO, Turki dan Yunani, tentu saja bisa memicu perang di antara keduanya. Persoalan ini jelas dapat memperlemah posisi NATO dan memungkinkan Ankara, yang selama ini dekat dengan Moskwa, lebih bersekutu dengan Rusia dan China.
Meski hal itu tampaknya mustahil dilakukan saat ini, NATO sempat terbelah karena Turki berupaya menghambat keanggotaan Swedia dan Finlandia di NATO. Dua negara di kawasan Nordik itu dituding melindungi tokoh-tokoh ”teroris” Kurdi yang diperangi Turki. (AP/AFP/REUTERS)