Serangan Militer Rusia Luluh Lantakkan Bakhmut dan Odesa
Serangan roket dan udara militer Rusia ke Bakhmut di timur dan Odesa di barat Ukraina membuat wilayah itu luluh lantak. Jutaan warga tidak bisa mengakses energi yang dibutuhkan pada saat musim dingin.
KYIV, MINGGU — Sepanjang Sabtu (10/12/2022), militer Rusia membombardir beberapa kota di wilayah timur Ukraina dan menyebabkan kehancuran di kota-kota tersebut. Sementara di Odesa, serangan pesawat nirawak Rusia telah menyebabkan Odesa gelap gulita dan membuat 1,5 juta warganya tidak memiliki sumber energi di musim dingin saat ini.
”Para penjajah benar-benar menghancurkan Bakhmut, menghancurleburkan kota itu. Untuk waktu yang lama, tidak ada tempat tinggal yang tersisa di tanah Bakhmut, Soledar, Maryinka, Kreminna,” kata Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy dalam pidatonya, Sabtu malam.
Baca Juga: Kendarai Mercedes, Putin Blusukan ke Jembatan Kerch
Gubernur wilayah Donetsk Pavlo Kyrylenko memperkirakan, sebanyak 90 persen populasi kota itu yang berjumlah sekitar 70.000 jiwa telah melarikan diri, menyelamatkan diri dan keluarga mereka ke wilayah lain yang lebih aman. Eksodus terjadi ketika militer Rusia mulai memfokuskan diri merebut kota-kota yang ada di seluruh wilayah Donbas.
Militer Ukraina melaporkan, sepanjang Jumat dan Sabtu militer Rusia melakukan 20 serangan udara dan meluncurkan lebih dari 60 serangan roket ke seluruh wilayah Ukraina. Juru bicara militer Ukraina, Oleksandr Shtupun, mengatakan, serangan paling aktif terjadi di Bakhmut. Militer Rusia, menurut Shtupun, mengerahkan puluhan roket menyasar lokasi-lokasi yang didiami warga sipil.
Menurut para analis militer, setelah militer Ukraina berhasil merebut kembali Kherson sebulan lalu, pertempuran sengit terjadi di sekitar Bakhmut antarkedua pihak. Menguasi Bakhmut dinilai menjadi sangat penting bagi Rusia setelah mereka mengalami kemunduran pascaperebutan kembali Kherson oleh Ukraina.
Baca Juga: Dingin, Gelap, dan Perang
Menguasai Bakhmut menjadi sangat penting, tidak hanya dari segi moral prajurit, tetapi juga dinilai akan merusak jalur pasokan bagi militer Ukraina. Penguasaan itu membuka jalan bagi Rusia untuk maju mendekati wilayah Kramatorsk dan Sloviansk, benteng utama Ukraina di wilayah Donetsk.
Sebuah cuitan dari Institute for The Study of War yang Berbasis di Washington, Amerika Serikat, mempertanyakan tujuan Rusia menghancurkan Bakhmut. ”Biaya yang dihabiskan untuk pertempuran brutal dan gesekan di Bakhmut selama enam bulan terakhir lebih besar daripada keuntungan operasional apa pun yang dapat diperoleh Rusia dari mengambil wilayah itu,” cuit ISW melalui akun Twitter.
Di tempat lain, Kementerian Pertahanan Rusia mengumumkan juga tengah mengepung kota Lyman, 65 kilometer utara Bakhmut. Menurut kementerian, mereka berhasil mengambil posisi yang lebih menguntungkan untuk kemajuan lebih lanjut. Pasukan Rusia pertama kali menduduki kota itu pada Mei, tetapi mundur pada awal Oktober.
Militer Ukraina, Sabtu, juga melaporkan serangan di provinsi lain, yaitu Kharkiv dan Sumy di timur laut, Dnipropetrovsk di tengah, Zaporizhia di tenggara, dan Kherson di selatan. Dua yang terakhir, bersama dengan Donetsk dan Luhansk, adalah empat wilayah yang diklaim Putin sebagai wilayah Rusia.
Baca Juga: Serangan ”Drone” Ukraina Buka Celah dalam Pertahanan Rusia
Selain menyerang wilayah timur dan selatan, wilayah barat Ukraina juga tak luput dari serangan militer Rusia. Serangan pesawat nirawak Rusia di sebagian besar wilayah Provinsi Odesa telah membuat kawasan itu gelap gulita. Menurut Gubernur Odesa Maxim Marchenko, beberapa fasilitas pembangkit hancur dan membuat 1,5 juta warga sipil di wilayah itu tanpa listrik. Setidaknya dibutuhkan waktu tiga bulan untuk memulihkan kembali pasokan listrik. Otoritas setempat meminta warga untuk meninggalkan wilayah itu jika memungkinkan.
Kyrylo Tymoshenko, Wakil Kepala Administrasi Kepresidenan, mengatakan, hanya infrastruktur penting, termasuk rumah sakit dan bangsal bersalin, yang memiliki akses listrik.
Kerja sama Iran-Rusia
Pemerintah Amerika Serikat kembali menuding Rusia memberikan bantuan militer dalam bentuk pengiriman sistem pertahanan udara, helikopter, dan bahkan jet tempur kepada Pemerintah Iran. Imbalan bagi Rusia adalah Iran akan menyediakan pesawat nirawak yang digunakan untuk mendukung invasi Rusia ke Ukraina.
Tudingan itu disampaikan Juru Bicara Dewan Keamanan Nasional Gedung Putih John Kirby. Kirby, mengutip laporan intelijen AS, menyebut bahwa tawaran dukungan militer Rusia bagi Iran telah membuat postur militer Negeri Mullah itu lebih kuat dibandingkan sebelumnya dan mengubah peta situasi di kawasan.
Baca Juga: ”Drone” Iran Digunakan Serang Kyiv, Teheran Terseret Konflik di Ukraina
Kirby mengatakan, Rusia dan Iran sedang mempertimbangkan untuk membangun jalur perakitan pesawat nirawak di Rusia untuk membantu militer mereka. Imbal baliknya, pilot-pilot jet tempur Rusia akan melatih pilot Iran dengan pesawat tempur Sukhoi Su-35 dan Iran dapat menerima pengiriman pesawat dalam tahun ini.
Tuduhan AS adalah bagian dari upaya Washington untuk mendorong isolasi global terhadap Rusia dan juga terhadap Iran. Sebelumnya, pemerintahan Presiden Joe Biden menuding Arab Saudi berpihak kepada Rusia setelah Pangeran Mohammed bin Salman, putra mahkota Arab Saudi sekaligus penguasa de facto kerajaan, menolak permintaan untuk meningkatan produksi minyak OPEC+.
Kirby mengatakan, transfer senjata itu melanggar resolusi Dewan Keamanan PBB dan bahwa AS akan ”menggunakan alat yang dimiliki untuk mengekspos dan mengganggu kegiatan ini”.
Kekhawatiran tentang kemitraan pertahanan yang semakin dalam antara Rusia dan Iran muncul ketika pemerintahan Biden berulang kali menuduh Iran membantu Rusia dalam invasinya ke Ukraina. Gedung Putih menyatakan, Iran menjual ratusan pesawat nirawak serang ke Rusia selama musim panas.
Tudingan yang sama disampaikan Duta Besar Inggris untuk PBB Barbara Woodward. Woodward menyatakan, Rusia berusaha mendapatkan lebih banyak senjata dari Iran, termasuk ratusan rudal balistik, sebagai imbalan atas dukungan militer dan teknis tingkat tinggi yang tidak pernah terjadi sebelumnya.
Baca Juga: Iran Akhirnya Akui Kirim ”Drone” ke Rusia
”Kami prihatin Rusia bermaksud untuk memberi Iran komponen militer yang lebih canggih, yang akan memungkinkan Iran memperkuat kemampuan senjatanya. Jadi, sangat penting bahwa kebenaran tentang pasokan Iran ke Rusia diungkap dan diselidiki oleh PBB sesegera mungkin,” katanya.
Dalam pertemuan di Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa, Jumat (9/12/2022), Rusia membantah mendapatkan bantuan dari Iran. ”Kompleks industri militer di Rusia dapat bekerja dengan baik dan tidak memerlukan bantuan siapa pun. Sementara industri militer Ukraina pada dasarnya tidak ada dan dibantu oleh industri Barat dan perusahaan Barat,” katanya.
Iran semula menolak mengakui bahwa pesawat nirawaknya, yakni Shahed 136 dan Mohajer, digunakan dalam perang Rusia-Ukraina. Akan tetapi, terungkap bahwa kedua jenis pesawat nirawak itu digunakan saat Rusia membombardir wilayah Ukraina pada pertengahan Oktober lalu. Militer Rusia menggunakan ratusan pesawat nirawak Shahed 136 yang telah dimodifikasi, baik nama maupun sistem navigasinya. Pesawat nirawak yang terdapat di lapangan memperlihatkan nama Geran-2 pada puing-puing yang berserakan, bukan Shahed ataupun Mohajer yang menjadi merek UAV Iran (Kompas, 23 Oktober 2022).
Menurut media AS, CNN, Iran kini tengah bersiap mengirim sekitar 1.000 persenjataan tambahan, termasuk rudal balistik jarak pendek permukaan ke permukaan (surface to surface balistic missile) dan lebih banyak pesawat nirawak ke Rusia. Pengiriman terakhir Iran ke Rusia sejauh ini adalah 450 pesawat UAV yang telah digunakan untuk menyerang Ukraina (Kompas.id, 5 November 2022). (AP/AFP/REUTERS)